A.
FERDINAND DE SAUSSURE " ALIRAN STRUKTURAL"
Aliran struktural muncul pada
awal abad ke XX atau tepatnya tahun 1916. tahun tersebut menjadi tahun
monumental lahirnya aliran struktural, sebab pada tahun itu terbit sebuah buku
berjudul ”Course de Linguistique Generale” karya Saussure yang berisi
pokok-pokok teori struktural yang jua sebagai pokok-pokok pikiran linguistik
modern. Ferdinand de Saussure yang dikenal sebagai bapak strukturalisme,
walaupun bukan orang pertama yang mengungkap strukturalisme. Membaca pemikiran
Saussure tentang strukturalisme, seolah-olah kita diajak untuk berdialog
sistemik yang dapat mengantarkan kita pada wilayah linguistik dan gramatikal.
Mengingat, landasan filosofis yang digagas Saussure lebih menekankan pada aspek
kajian bahasa yang merupakan nilai filosofis terpenting dalam memahami arus
strukturalisme. Dalam pandangan Steven Best dan Douglas Kellner, strukturalisme
merupakan konsep-konsep struktural linguistik dalam sains manusia yang mereka
gunakan untuk merekonstruksi dasar yang lebih mapan. Levis-Strauss, misalnya,
menerapkan analisis linguistik terhadap kajian sosial mitologi, sistem
kekeluargaan dan fenomena antropologis, sedangkan Lacan mengembangkan
psikoanalisa struktural dan Althusser mengembangkan Marxisme struktural. Itulah
sebabnya, kenapa strukturalis diatur oleh kode dan aturan-aturan yang tak
sadar, seperti ketuika bahasa membentuk makna melalui serangkaian oposisi biner
yang berbeda-beda, atau ketika mitologi mengatur prilaku makna dan teks menurut
sistem atau aturan kode.Selain sebagai bapak strukturalisme, Saussure juga
sebagai bapak linguistik yang memiliki sikap concern terhadap landasan
filosofis sebuah bahasa. Ia yang pertama kali merumuskan secara sistematis cara
mengalisa bahasa untuk memahami sistem tanda atau simbol dengan menggunakan
analisis struktural dalam kehidupan masyarakat. Maka, tak heran kalau Saussure
mengatakan bahwa linguistik adalah ilmu yang mandiri, karena bahan
penelitiannya menggunakan bahasa yang bersifat otonom. Bahasa, menurut Saussure,
adalah sistem tanda yang paling lengkap karena mengungkapkan gagasan struktural
yang terungkap dalam sistem tanda dan simbol tersebut. Dengan demikian, bahasa
hanyalah penting dalam sistem interdisipliner yang tercakup pada wilayah nilai
dan makna sehingga memperkuat landasan filosofis yang kita analisis. Kajin
Saussure memang tak lepas dari aspek linguistik, sehingga analisis
strukturalisme yang digagasnya mempunyai relevansi dengan sistem tanda maupun
bahasa. Itulah kenapa, strukturalisme berupaya mengisolasi struktur umum
aktivitas manusia dengan mengaplikasikan analogi pertamanya dalam bidang
linguistik. Seperti yang kita ketahui, bahwa lingiustik struktural melakukan
empat perubahan dasar. Pertama, linguistik struktural bergeser dari
kajian fenomena linguistik sadar ke kajian infratuktur tak sadarnya. Kedua,
linguistik struktural tidak melihat pengertian sebagai entitas independen, dan
menempatkan hubungan antar pengertian sebagai landasan analisisnya. Ketiga,
linguistik struktural memperkenalkan konsep sistem. Keempat,
berusaha menemukan sistem hukum umum.Walaupun melakukan perubahan secara
mendasar, strukturalisme yang digagas Saussure banyak mendapatkan kritik pedas
dari berbagai filosofis yang kompeten dalam bidang strukturalisme. Salah
satunya adalah Derrida yang secara tegas mengkritik landasan filosofis
strukturalisme Saussure. Pertama, ia meragukan kemungkinan hukum umum.
Kedua, ia mempertanyakan oposisi antara subjek dan objek, yang menjadi
dasar diskripsi yang objektif. Menurut Derrida, diskripsi objek tidak dapat
dilepaskan dari pola hasrat subjek. Ketiga, ia mempertanyakan struktur
oposisi biner. Ia mengajak kita untuk memahami oposisi bukan dalam pengertian
lain, tetapi harus didasarkan pada pemahaman yang holistik mengenai persamaan
yang seimbang, sehingga tidak terjadi pertentangan gagasan yang hanya akan
melahirkan kejumudan dalam ranah filsafat. Namun demikian, kita harus yakin
bahwa tujuan seluruh aktivitas strukturalis, dalam bidang pemikiran maupun
bahasa adalah untuk membentuk kembali sebuah objek dan melalui proses ini, juga
akan diperkenalkan aturan-aturan fungsi dari objek tersebut. Sehingga,
strukturalisme secara efektif merupakan kesan objek (simulacrum) yang
menghasilkan sesuatu yang bisa dilihat atau bahkan tidak menghasilkan ketidakjelasan
dalam objek natural. Dalam konteks inilah, strukturalisme menekankan pada
penurunan subjektivitas dan makna yanng berbeda dengan keutamaan sistem simbol,
ketidaksadaran, dan hubungan sosial. Dalam model ini, makna bukan merupakan
ciptaan dan tujuan subjek otonom transparan yang dibentuk melalui hubungan
dalam bahasa, sehingga subjektivitas dilihat dalam konteks konstruksi sosial
dan linguistik. Itulah sebabnya, kenapa parole atau kegunaan khusus
bahasa oleh subjek-subjek individual ditentukan oleh langue, atau
sistem bahasa itu sendiri.Analisis strukturalis baru dalam beberapa hal
meruapakan produk perubahan linguistik yang berakar dari teori semiotika
Saussure. Ia berpendapat bahwa bahasa dapat dianalisa dalam hal hukum operasi
terakhirnya, tanpa mengacu pada sifat dan evolusi historisnya, sehingga
Saussure menginterpretasikan tanda linguistik (linguistic sign)
sebagai sesuatu yang terbentuk dari dua bagian yang terkait secara integral
atau sebuah komponen akuistik-visual, tanda dan komponen konseptual,
dan petanda (signified). Maka tak berlebihan, kalau Saussure
menekankan dua sifat bahasa yang merupakan nilai terpenting dalam memahami
perkembangan teori kontemporer. Pertama, dia melihat tanda linguistik
bersifat arbiter, yaitu tidak ada hubungan alamiah antara tanda dan penanda. Kedua,
dia menekankan bahwa tanda merupakan sesuatu yang berbeda, yaitu sistem makna
telah memperoleh signifikansinya. Karena di dalam bahasa, hanya terdapat
perbedaan-perbedaan "tanpa term-term positif".Berangkat dari analisis
strukturalisme di atas, gagasan yang paling mendasar dari Saussure tentang
strukturalisme adalah sebagai berikut. Pertama, diakronis dan
sinkronis. Yaitu, suatu bidang ilmu yang tidak hanya dapat dilakukan menurut
perkembangannya, melainkan juga melalui struktur yang se zaman. Kedua,
langue-parole. Langue adalah penelitian bahasa yang
mengandung kaidah-kaidah dan telah menjadi konvensi. Sementara parole
adalah penelitian terhadap ujaran yang dihasilkan secara individual. Ketiga,
sintagmatik dan paradikmatik (asosiatif). Sintagmatik adalah hubungan antara
unsur yang hadir dan yang tidak hadir, dan dapat saling menggantikan karena
bersifat asosiatif (sistem). Keempat, penanda dan petanda. Saussure menampilkan
tiga istilah dalam teori ini, yaitu tanda bahasa (sign), penanda (signifier),
dan petanda (signified). Menurutnya, setiap tanda bahasa mempunyai dua
sisi yang tak terpisahkan, karena masing-masing saling membutuhkan. Dengan
demikian, gagasan strukturalisme Saussure lebih menekankan pada aspek linguistik
yang berupa bahasa, sistem tanda, simbol, maupun kode dalam bahasa itu sendiri.
Sehingga tak heran, kalau Saussure dikenal sebagai bapak linguistik yang sangat
kompeten dalam menganalisis makna dibalik teks bahasa maupun simbol-simbol yang
melatar belakanginya.
Teori ini berlandaskan pola pikir behaviouristik. Aliran ini lahir pada awal
abad XX yaitu pada tahun 1916. aliran ini lahir bersamaan dengan lahirnya buku ”Course
de linguistique Generale” karya Saussure yang juga merupakan pelopor aliran
ini. Ia dikenal sebaga Bapak Strukturalisme dan sekaligus Bapak Linguistik
Modern. Tokoh-tokoh yang merupakan penganut teori ini adalah : Bally,
Sachahaye, E. Nida, L. Bloomfield, Hockett, Gleason, Bloch, G.L. Trager,
Lado, Hausen, Harris, Fries, Sapir, Trubetzkoy, Mackey, jacobson, Joos, Wells,
Nelson.
Ciri-Ciri Aliran Struktural
1.
Berlandaskan pada faham
behaviourisme
Proses berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap (stimulus-response).
2.
Bahasa berupa ujaran.
Ciri ini menunjukka bahwa hanya ujaran saja yang termasuk
dalam bahasa . dalam pengajaran bahasa teori struktural melahirkan metode
langsung dengan pendekatan oral. Tulisan statusnya sejajar dengan gersture.
3. Bahasa merupakan
sistem tanda (signifie dan signifiant) yang arbitrer dan konvensional.
Berkaitan
dengan ciri tanda, bahasa pada dasarnya merupakan paduan dua unsur yaitu
signifie dan signifiant. Signifie adalah unsur bahasa yang berada di
balik tanda yang berupa konsep di balik sang penutur atau disebut juga makna.
Sedangkan signifiant adalah wujud fisik atau hanya yang berupa bunyi ujar.
4.
Bahasa merupakan kebiasaan (habit)
Berdasarkan sistem habit, pengajaran bahasa diterapkan
metode drill and practice yakni suatu bentuk latihan yang terus menerus dan
berulang-ulang sehingga membentuk kebiasaan.
5.
Kegramatikalan berdasarkan
keumuman.
6.
Level-level gramatikal ditegakkan
secara rapi.
Level gramatikal mulai ditegakkan dari level terendah
yaitu morfem sampai level tertinggi berupa kalimat. Urutan tataran
gramatikalnya adalah morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat. Tataran di atas
kalimat belum terjangkau oleh aliran ini.
7. Analisis dimulai dari bidang morfologi.
8. Bahasa merupakan
deret sintakmatik dan paradigmatik
9.
Analisis bahasa secara deskriptif.
10. Analisis struktur bahasa berdasarkan unsur langsung.
Unsur langsung adalah unsur yang secara langsung
membentuk struktur tersebut. Ada
empat model analisis unsur langsung yaitu model Nida, model Hockett, model
Nelson, dan model Wells.
Keunggulan Aliran Struktural
(a) Aliran ini sukses
membedakan konsep grafem dan fonem.
(b)
Metode drill and practice
membentuk keterampilan berbahasa berdasarkan kebiasaan
(c) Kriteria
kegramatikalan berdasarkan keumuman sehingga mudah diterima masyrakat awam.
(d) Level kegramatikalan
mulai rapi mulai dari morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat.
(e) Berpijak pada fakta,
tidak mereka-reka data.
Kelemahan Aliran Struktural
(a) Bidang morfologi dan
sintaksis dipisahkan secara tegas.
(b)
Metode drill and practice sangat
memerlukan ketekunan, kesabaran, dang sangat menjemukan.
(c)
Proses berbahasa merupakan proses
rangsang-tanggap berlangsung secara fisis dan mekanis padahal manusia bukan
mesin.
(d) Kegramatikalan
berdasarkan kriteria keumuman , suatu kaidah yang salah pun bisa benar jika
dianggap umum.
(e) Faktor historis sama
sekali tidak diperhitungkan dalam analisis bahasa.
(f)
Objek kajian terbatas sampai level kalimat, tidak
menyentuh aspek komunikatif.
B.
ALIRAN DESKRIPTIF
Aliran deskriptif adalah Aliran yang
memberikan deskripsi (pemerian) dan analisis bahasa (Alwasilah,1993:96). Aliran
ini bertujuan Untuk membantu para pembuat teori linguistik abstrak dan
menyelesaikan deskripsi bahasa-bahasa tertentu dengan praktis dan sukses
(Ibrahim,1985:81). Aliran lahir pada akhir abad ke XIX dan permulaan abad XX ketika Saussure
sedang mengajukan ide-idenya di Eropa, muncul linguistik sinkronis di Amerika
di bawah pelopor Franz Boas.
Boas memberikan arah bagi linguistik Amerika yang kemudian menjadi besar
dan berkembang. Dalam aliran ini muncul beberapa tokoh penting seperti Franz
boas dan Leonard Bloomfield. Boas memulai karirnya sebagai mahasiswa Fisika dan
Geografi, dan melalui ilmu geografinya itulah akhirnya ia juga mengenal ilmu
antropologi. Selanjutnya melalui ilmu antropologinya itu, ia mulai mengamati
bahasa. Boas dan teman-temannya
memberikan perhatian yang besar pada penguraian struktur bahasa-bahasa Indian.
Oleh sebab itu, mereka disebut juga golongan deskriptif. Kaum deskriptif ini
berusaha keras membangun teori-teori bahasa yang abstrak dan bersifat umum
berdasarkan hasil-hasil penelitian yang dilakukannya. Menurut Boas, tidak ada satu
bahasa yang merupakan bahasa ideal yang menjadi ukuran bahasa-bahasa lainnya.
Selain itu, sekelompok pemakai bahasa tertentu tidak berhak mengatakan bahwa
bahasa yang digunakan oleh kelompok lainnya tidak rasional. Yang benar adalah
pada setiap bahasa terdapat kategori-kategori logis tertentu yang harus
digunakan pada bahasa tersebut. Bagi Boas bahasa hanyalah merupakan tuturan
artikulasi, yaitu bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat-alat artikulasi. Kunci
dasar pemikiran Boas terletak pada kesadarannya, yang muncul dalam masa
perjalananya (ke Tanah Baffin pada 1883-1844). Karyanya berupa buku Handbook of American Indian Languages
(1911-1922) ditulis bersama sejumlah koleganya. Di dalam buku tersebut terdapat
uraian tentang fonetik, kategori makna dan proses gramatikal yang digunakan
untuk mengungkapkan makna. Pada tahun 1917 diterbitkan jurnal ilmiah berjudul International Journal of American
Linguistics. Perbedaan utama antara tradisi Boas dan Saussure ialah
terletak pada hakekat tentang bahasa. Saussure mengikat perhatian kepada para
sarjana dengan menemukan cara baru untuk
mengamati fenomena yang sudah lama dikenal dan sudah tidak lagi mengherankan
bagi mereka. Boas dan rekan-rekannya berhadapan dengan masalah-masalah praktis
untuk menghasilkan bagaimana bentuk struktur yang ada dalam berbagai bahasa
yang diucapkannya. Aliran deskriptif bertujuan untuk memikirkan pembuat teori
linguistik yang abstrak sebagai alat untuk menyelesaikan deskripsi
bahasa-bahasa tertentu dengan praktis dan sukses. Salah satu ciri dari aliran
yang dipelopori oleh Boas adalah relativisme.
Menurut aliran ini tidak ada bahasa yang ideal, di mana bahasa-bahasa yang
sebenarnya lebih dekat atau agak jauh hubungannya. Boas juga berusaha keras
membantah aliran Romantis abad XIX yang menganggap bahwa bahasa adalah kerangka
jiwa suatu bangsa. Bahwa bangsa dalam arti keturunan, bahasa dan kebudayaan
adalah tiga masalah terpisah yang jelas berjalan bersama-sama. Berikut adalah
ide-ide Boas
1.
Kategori gramatikal
Manurutnya, setiap bahasa memiliki sistem gramatikal dan sistem fonetik
masing-masing. Sistem fonetik digunakan sesuai dengan kebutuhan makna yang
dimaksudkan. Oleh karena itu, menurutnya unit dasar bahsa adalah kalimat.
2.
Pronomina Kata Ganti
Menurut Boaz tidak ada orang pertama jamak, karena kata ganti itu tidak
tetap.
3.
Verba
Kategori verbal dalam bahsa-bahsa Eropa sifatnya arbitrari dan berkembang
tidak merata pada berbagai bahasa di sana.
Leonard Bloomfield (1887-1949). Bloomfield
adalah salah seorang ahli bahasa Amerika yang paling besar sumbangannya dalam
menyebarluaskan prinsip-prinsip dan metode-metode yang biasa disebut
“Strukturalisme Amerika”. Bloomfiled sendiri belajar linguistik secara
tradisional selama setahun, dalam usia dua puluh tahun berada di Leipzig dan Gottingen.
Apa yang baru dalam teori Bloomfiled adalah adanya penekanan filosofis dalam
status linguistik sebagai sains. Teori Bloomfiled tentang bahasa sangat berbau
behaviorism; ia menyuruh ahli ilmu jiwa behaviorism, Albert Weiss, untuk
menyumbangkan artikelnya tentang "linguistik dan psikologi” dalam
penerbitan bukunya yang pertama language
jurnal milik Linguistics Society of
America (1925). Aliran Bloomfield ini berkembang pesat di Amerika pada
tahun tiga puluhan sampai akhir tahun lima
puluhan. Ada
beberapa faktor yang memnyebabkan aliran ini dapat berkembang pesat,yaitu pertama, pada masa itu para linguis di
amerika menghadapi masalah yang sama, yaitu banyak sekali bahasa Indian di
Amerika yang belum diperikan. Mereka ingin memerikan bahasa-bahasa Indian itu
dengan cara baru, yaitu secara sinkronik. Cara lama yaitu secara historis atau
diakronik kurang bermanfaat dan diragukan keberhasilannya karena sejarah
bahasa-bahasa Indian itu sedikit sekali diketahui. Kedua, sikap Bloomfield
yang menolak mentalistik sejalan dengan iklim filsafat yang berkembang pada
masa itu di Amerika, yaitu filsafat behaviorisme.
Oleh karena itu, dalam memerikan bahasa aliran strukturalisme ini selalu
mendasarkan diri pada fakta-fakta objektif yang dapat dicocokkan dengan
kenyataan-kenyataan yang dapat diamati. Ketiga,
diantara linguis-linguis itu ada hubungan yang baik, karena adanya The
Linguistics Society of America, yang menerbitkan majalah Language wadah tempat
melaporkan hasil kerja mereka.
Dalam bukunya Language, Bloomfield mempunyai pendapat
yang bertentangan dengan Sapir. Sapir berpendapat fonem sebagai satuan
psikologis, tetapi Bloomfield berpendapat fonem merupakan satuan behavioral.
Bloomfield dan pengikutnya melakukan penelitian atas dasar struktur bahasa yang
diteliti, karena itu mereka disebut kaum strukturalisme dan pandangannya
disebut strukturalis. Bloomfield beserta pengikutnya menguasai percaturan
linguistik selama lebih dari 20 tahun. Selama kurun waktu itu kaum
Bloomfieldian berusaha menulis tata bahasa deskriptif dari bahasa-bahasa yang
belum memiliki aksara. Kaum Bloomfieldian telah berjasa meletakkan dasar-dasar
bagi penelitian linguistik di masa setelah itu. Bloomfield berpendapat
fonologi, morfologi dan sintaksis merupakan bidang mandiri dan tidak
berhubungan. Tata bahasa lain yang memperlakukan bahasa sebagai sistem hubungan
adalah tata bahasa stratifikasi yang dipelopori oleh S.M. Lamb. Tata bahasa
lainnya yang memperlakukan bahasa sebagai sistem unsur adalah tata bahasa tagmemik yang dipelopori
oleh K. Pike. Menurut pendekatan ini setiap gatra diisi oleh sebuah elemen.
Elemen ini bersama elemen lain membentuk suatu satuan yang disebut tagmem. Pandangannya
tentang bahasa dirumuskan denganrumus “Rangsangan dan Tanggapan”, yang
digambarkan dengan rumus S – r……s – R. maksudnya: suatu stimulus praktis (S)
menyebabkan seseorang berbicara (r), bagi pendengar, itu merupakan rangsangan
dan menyebabkan ia berbicara (s) yang akan menyebabkan dia memberi tanggapan
praktis (R). S dan R adalah Peristiwa praktis yang tinggal di luar bahasa dan r
dan t merupakan peristiwa-peristiwa bahasa.
Keunggulan Aliran Ini
a) Aliran ini sudah
memerikan bahasa Indian dengan cara yang baru secara sinkronis.
b) Menolak mentalistik
sejalan dengan iklim filsafat yang berkembang pada masa itu yaitu behaviorisme.
c) Aliran ini sudah
mengelompokkan kategori gramatikal, verbal dan pronomina kata ganti.
d)
Terjadinya hubungan yang baik
antar sesama linguis.
e) Mimiliki cara kerja
yang sangat menekankan pentingnya data yang objektif untuk memerikan suatu
bahasa.
Kelemahan Aliran Ini
a) Kurang memperhatikan
akan makna dan arti karena aliran ini lebih cenderung menganalisis fakta-fakta
secara objektif dan nyata.
C. HIPOTESIS SAPIR –
WHORF
Edward Sapir (1884-1939),
merupakan orang Amerika, yang memulai karirnya dalam penelitian antropologi di
Canadian Nasional Museum, dan mempelajari bahasa- bahasa tepi barat Amerika
Utara. Pada tahun 1925, Sapir
berpindah dari Universitas Chicago, dan pada tahun 1931 pindah ke Universitas
Yale. Sedangkan Benyamin Lee Whorf (1897- 1941), keturunan imigran Inggris abad
17 ke Masachusets, dan merupakan seorang contoh sarjana amatir yang brilian.
Setelah mendapat gelar dalam teknik kimia, Ia memulai karirnya yang berhasil
sebagai inspektur pencegah kebakaran dalam suatu perusahaan di Hartford,
connecticut. Walupun ia mendapat berbagai tawaran jabatan di perguruan tinggi,
Ia terus melanjutkan pekerjaannya (Sampson, 1980). Menurut Sampson (1980),
istilah Hipotesis Sapir Whorf, diperkenalkan oleh J.B. Carrol, dinamakan
Hipotesis Sapir Whorf, kemungkinan disebabkan oleh fakta bahwa Whorf mengambil
pendekatan yang umum terhadap bahasa dari Sapir, bukan karena Sapir sebagai
pelopor yang kuat dalam penyusunan Hipotesis itu. Dan menurut gagasan ini bahwa
bahasa menghasilkan persepsi realitas manusia, atau dunia yang ditempati
manusia itu merupakan bentukan linguistik.
Hipotesis Sapir-Whorf
menyebutkan bahwa pikiran dan tindakan atau perilaku ditentukan oleh bahasa.
Dengan kata lain bahasa suatu masyarakat dan pemikiran anggota masyarakat
secara individu saling mempengaruhi, namun apa yang terjadi ialah pengaruh
individu itu dalam bahasa; misalnya saja pada bahasa-bahasa yang mempunyai
kategori kala atau waktu, masyarakatnya sangat menghargai dan terikat oleh
waktu, segala hal yang mereka lakukan selalu sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan/dijadwalkan. Begitupula sebaliknya, dalam bahasa-bahasa yang tidak
mempunyai kategori kala masyarakatnya kurang menghargai waktu, jadwal acara
yang telah disusun seringkali tidak dipatuhi waktunya. Mungkin karena itulah di
Indonesia ada istilah “jam karet”. Begitu pula pada bahasa hopi –bahasa yang
terdapat di Arizona- yang juga tidak mempunyai kategori kala/waktu.
Sebenarnya teori hipotesis
Sapir-Whorf ini juga mengalami kontroversi terutama dalam bidang- bidang ilmu
linguistik, psikologi, filsafat, antropologi, dan pendidikan. Para peneliti
yang kontra dengan hipotesis ini diantaranya adalah Eric Lenneberg, Noam Chomsky dan Steven Pinker. Ketiga tokoh tersebut menyatakan bahwa teori atau hipotesis Whorf kurang
begitu jelas dalam pendeskripsiannya, dan juga bukti-bukti maupun contoh
penerapannya juga sangat sedikit. Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf
memberikan perhatian pada hubungan antara bahasa, pikiran, dan budaya. Meskipun
belum banyak bukti penelitian mereka yang sangat menguatkan hipotesis ini,
tetapi mereka mendasarkan teorinya tersebut pada keseluruhan tulisan mereka
tentang linguistik. Dari dasar tulisan mereka tersebut, mereka menetapkan dua
inti gagasan: pertama, teori penentuan linguistik (linguistic determinism) yang
menerangkan bahwa pikiran kita ditentukan oleh bahasa, seperti yang telah
disinggung di atas. Kedua, teori linguistik relativisme (linguistic relativity)
menyatakan bahwa orang yang berbicara dengan bahasa yang berbeda akan
mengetahui dan berpikir tentang dunia dengan cara yang cukup berbeda.
Benjamin Lee Whorf adalah murid Sapir. Whorf memikirkan teori relativitas
linguistik yang lemah itu: "We are thus introduced to a new principle of
relativity, which holds that all observers are not led by the same physical
evidence to the same picture of the universe...", bahwa kita telah
diperkenalkan pada prinsip relativitas yang baru, yang menerangkan bahwa semua
penemu ataupun peneliti tidak bermula dari bukti fisik yang sama terhadap
gambaran alam semesta yang sama. Prinsip Relativitas Linguistik (yang biasa
dikenal dengan Hipotesis Sapir-Whorf) adalah sebuah ide yang menjelaskan bahwa
konsep kebudayaan yang beraneka ragam dan kategori bahasa yang berbeda namun
tidak bisa dipisahkan dan telah berakibat pada klasifikasi pengertian dari
segala sesuatu di dunia yang maksudnya adalah para penutur yang berbeda bahasa
yang berpikir dan berperilaku berbeda karenanya.
Teori Sapir- Whorf adalah
teori bentukan. Ditulis pada 1929, Sapir berpendapat bahwa: Makhluk manusia
tidak hidup sendiri di dunia yang sesungguhnya, dan juga tidak sendiri di dalam
kegiatan sosial sebagaimana kita ketahui, melainkan juga karena adanya bahasa
tertentu yang menjadi perantara ekspresi bagi masyarakatnya. Akan merupakan
suatu ilusi saja kalau menganggap bahwa seseorang menyesuaikan diri pada
realitas tanpa menggunakan bahasa dan menganggap juga bahwa bahasa merupakan
suatu alat yang kebetulan dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan dalam
komunikasi atau pencerminannya. Fakta yang membenarkan hal itu ialah bahwa
“dunia yang sesungguhnya” terbentuk sebagian hal karena adanya kebiasaan
berbahasa dari kelompok-kelompok manusia tidak ada dua bahasa yang serupa
dianggap mewakili realitas social yang sama. Dunia tempat masyarakat yang
berbeda tinggal merupakan dunia-dunia yang berbeda dan bukan hanya merupakan
suatu dunia yang diberi cap berbeda.
Bahasa…tidak hanya menunjuk pada
pengalaman yang sebagian besar diperoleh melalui bantuan bahasa, tapi
sesungguhnya bahasa menentukan pengalaman bagi kita karena kelengkapannya yang
formal dank arena proyeksi kita yang tak sadar akan pengeterapan bahasa itu
pada bidang pengalaman kita…kategori kategori hal semacam hal jumlah (number),
jenis kelamin (gender), kasus (case), tense (waktu), ….tidak begitu saja
terdapat dalam pengalaman kita seperti karena adanya pendapat bahwa
bentuk-bentuk linguistic ada karena orientasi kita terhadap dunia. (Sampson, 1980, p. 82).
Kelemahan Hipotesis Sapir – Whorf
a)
Teori atau hipotesis Whorf kurang begitu jelas
dalam pendeskripsiannya, dan juga bukti-bukti maupun contoh penerapannya juga
sangat sedikit.
Keunggulan Hipotesis Sapir – Whorf
a) Banyak karya Whorf
yang membahas kaidah- kaidah tata bahasa Hopi yang sangat khusus dan menurut
pendapatnya bahasa itu tidak memiliki ciri- ciri yang berorientasi ke Eropa.
b) Edward Sapir dan
Benyamin Lee Whorf, telah meneliti keterkaitan antara bahasa, pikiran dan
budaya.
c)
Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf memberikan
perhatian pada hubungan antara bahasa, pikiran, dan budaya. Meskipun belum
banyak bukti penelitian mereka yang sangat menguatkan hipotesis ini.
d)
Menetapkan dua inti gagasan: pertama, teori
penentuan linguistik (linguistic determinism) yang menerangkan bahwa pikiran
kita ditentukan oleh bahasa. Kedua, teori linguistik relativisme (linguistic
relativity) menyatakan bahwa orang yang berbicara dengan bahasa yang berbeda
akan mengetahui dan berpikir tentang dunia dengan cara yang cukup berbeda.
e)
Aliran ini menjadikan tatanan sosial
sebagai pusatnya dan memandang komunikasi sebagai perekat masyarakat.
D. ALIRAN PRAHA
Aliran Praha terbentuk pada tahun 1926 atas prakarsa salah sorang
tokohnya, yaitu Vilem mathesius (1882-1945).Dalam bidang Fonologi aliran Praha
inilah yang pertama-tama membedakan dengan tegas akan fonetik dan fonologi.
Aliran Praha ini juga memperkenalkan dan mengembangkan suatu istilah yang
disebut morfonologi, bidang yang meneliti struktur fonologis morfem. Dalam
bidang sintaksis, Vilem Mathesius mencoba menelaah kalimat melalui pendekatan
fungsional. Menurut pendekatan ini kalimat dapat dilihat dari struktur
formalnya dan juga dari stuktur informasinya yang terdapat dalam kalimat yang
bersangkutan. Struktur informasi menyangkut unsure tema dan rema. Tema adalah
apa yang dibicarakan, sedangkan rema adalah apa yang dikatakan mengenai tema.
Aliran ini menerbitkan sebuah jurnal yaitu Travaux Linguistique du Cercle de Prague yang memiliki
pengaruh di seluruh dunia pemikiran linguistik. Awalnya kelompok
ini mengambil ilham dari karya Ferdinand de
Saussure, tapi kemudian memperluas teori tersebut khususnya dalam
bidang fonemik. Aliran praha merupakan salah satu aliran yang lebih banyak
mengaplikasikan tipe linguistik sinkronis.
Aliran Praha
melihat atau menganalisa bahasa dari segi bagaimana fungsi tertentu dari
berbagai macam komponen-komponen struktural dalam penggunaan bahasa secara
keseluruhan. Aliran ini mempunyai beberapa perbedaan dengan aliran yang lain
seperti American Descriptive dan Chomsky. Bagi para ahli bahasa yang menganut
paham Amerika, grammar adalah sebuah bagian dari elemen-elemen dari berbagai
macam elemen dalam kerangka aturan Bloomfield.
Para Chomskyan memandang struktur linguistik itu seperti halnya dia memandang
seni. Ini berarti bahwa mereka tidak memandang sebuah elemen tertentu dan bertanya
apakah fungsi dari elemen tersebut, tetapi lebih kepada melihat ke isi dan
menjelaskannya, kemudian menggunakannya. Sebaliknya aliran Praha melihat bahasa
sebagai alat penggerak, dimana mereka berusaha memahami bagaimana fungsi atau
peranan dari berabagai komponen tersebut dan bagaimana sifat dari komponen
tersebut memepengaruhi atau menentukan fungsi komponen yang lain. Aliran Praha
memandang bahasa bukan hanya seperti apa bahasa tersebut, tetapi mengapa bahasa
tersebut bisa seperti itu. Sebaliknya, pada masa tersebut, para ahli linguistik
Amerika masih membatasi diri mereka pada deskripsi saja.
Aliran praha juga membicarakan apa
yang disebut dengan “Functional Sentence Perspective”. Istilah ini digunakan
oleh Mathesius yang memberikan penjelasan penjelasan tentang gagasan tema dan
rema. Sebagian besar dari kalimat diucapkan dengan tujuan untuk memberikan
informasi kepada pendengar (lawan tutur), tetapi tentu saja kita tidak
memproduksi potongan-potongan informasi yang tidak terkait satu-sama lain yang
dipilih secara acak. Sebaliknya kita berhati-hati menyesuaikan statement kita
tidak hanya pada apa yang kita harapkan dapat dipelajari oleh lawan tutur, tapi
juga apa yang sudah lawan tutur ketahui sebelumnya pada konteks pembicaraan
yang sudah dibangun. Menurut Mathesius, sebuah kalimat biasanya akan terbagi
menjadi dua bagian (dimana kemungkinan tak seimbang panjangnya). Secara singkat
tema dapat diartikan sebagai sesuatu yang lawan tutur sudah tahu sebelumnya
(sering kali disebabkan karena hal tersebut sudah didiskusikan secara pada
kalimat sebelumnya), dan rema dinyatakan sebagai beberapa fakta baru tentang
topik yang diberikan. Pembagian tema atau rema akan berkaitan dengan perbedaan
sintaktik antara subyek dan predikat, atau antara subyek ditambah kata kerja
transitif dan obyek.
Hal penting yang berkaitan dengan
para ahli linguistik Praha ini adalah ketertarikan mereka untuk membahas
tentang standardizing linguistic usage (Havranek: 1936). Sebagai contoh adalah
bahasa Ceko, dimana bahasa mereka ditandai adanya pemisahan yang ekstrim antara
penggunaan bahasa literatur dan bahasa sehari-hari. Ketertarikan ini terjadi
hanya pada periode perang yang ketika itu bahasa tersebut baru saja menjadi
bahasa resmi dari sebuah negara yang merdeka. Namun demikian, hal ini juga
pasti didorong oleh pendekatan fungsional dari sekolah Praha.
Tokoh lain dari aliran ini yaitu
Trubetzkoy mengemukakan tentang fonologi Trubetzky. Fonologi Trubetzky dan
sekolah Praha secara umum tertarik pada hubungan paradigmatik antar fonem.
Paradigmatik tersebut adalah oposisi antara fonem yang lebih secara potensial
berkontras antara satu dengan yang lainnya pada poin tertentu dalam struktur
fonologi. Berbeda dengan hubungan sintakmatik yang menunjukkan bagaimana fonem
mungkin diorganisasikan menjadi beberapa bagian dalam sebuah bahasa. Trubetzkoy
kemudian mengembangkan tipe-tipe dari fonem kontras menjadi tiga, yaitu: (a) privative oppositions, dimana dua fonem
adalah identik kecuali ada satu yang terdiri dari sebuah tanda fonetik dimana
yang lain kurang (misal /f/ - /v/, tanda dalam kasus ini menjadi voice; (b)
gradual opposition dimana komponen-komponennya mempunyai tingkatan yang berbeda
dalam penempatannya, dengan properti yang sama, dan c) equipollent opposition
dimana tiap komponen mempunyai kekurangan tanda atau ciri yang istimewa
terhadap yang lainnya (e.g /p/-/t/-/k/). Ketiadaan kontras inilah yang disebut
dengan netralisasi, dan variasi yang dihasilkan dari netralisasi inilah yang
lebih dikenal dengan istilah arsifonem. Misalnya dalam contoh /jawaP/ X
/jawaB/, archiphonemenya dapat dilambangkan dengan huruf besar /P/ atau /B/.
Dalam prinsip-prinsipnya, Trubetzkoy
menyusun suatu phonological typology system yang lebih maju, yaitu sebuah
sistem yang memungkinkan pada kita untuk lebih menjelaskan tentang fonologi
seperti apa yang dimiliki sebuah bahasa, daripada memperlakukan sebuah bahasa
itu sebagai sebuah struktur fonologi yang biasa, yang dilakukan oleh penganut
di Amerika pada saat itu, yang biasanya melihat fonologi itu sebagai sesuatu
yang terpisah dari fakta tersendiri. Jadi, dapat dikatakan bahwa typologi
adalah temuan baru yang membedakan aliran Praha dengan yang lain; Mathesius
(1928;1961) yang lebih dikenal dengan “linguistic characterology” dan bertujuan
untuk mendiskusikan tentang bentuk tata bahasa yang seperti apa yang dimiliki
oleh sebuah bahasa.
Trubetzkoy membedakan berbagai macam
fungsi yang dapat dilihat dari phonological opposition. Fungsi yang sebenarnya
yang memisahkan sebuah kata dengan kata yang lain atau kalimat yang lebih
panjang dengan kalimat yang lain, atau frase dengan frase yang lain yang biasa
disebut dengan distinctive function, tetapi tidak berarti bahwa fungsi oposisi tersebut hanya sebagai
dinstive function saja, sebagai contohnya dapat dilihat dari ada atau tidaknya
stress (tekanan). Mungkin hanya beberapa bahasa saja yang menggangap bahwa
tekanan sebagai regular distinctive. Trubetzkoy juga membedakan fungsi ujaran
tersebut menjadi tiga yaitu: representation function, expressive function, dan
conative function.
Sumbangan lain dari aliran Praha ini
adalah melihat bahasa secara aesthetic, yaitu aspek-aspek literature yang
digunakan dalam bahasa. (Garvin 1964). Jika para ahli bahasa Amerika sampai
saat ini tidak memperhatikan tentang aspek-aspek aestetik dari bahasa, ini
disebabkan karena pemahaman mereka bahwa linguistik sebagai sebuah ilmu
pengetahuan. Bloomfield
dan Chomskyan pada dasarnya mempunyai pandangan yang berbeda terhadap
sifat-sifat ilmu, tetapi pada dasarnya mereka mempunyai pandangan yang sama
bahwa linguistik ditempatkan sejajar dengan ilmu-ilmu yang lain. Aliran praha
tidak menganut pemahaman seperti ini, mereka tidak tertarik pada
pertanyaan-pertanyaan dalam methodologi.
Keunggulan Aliran Praha
a)
Penjabaran
kalimat menurut Tema dan Rema,
b)
Standardizing Linguistic Usage
c)
Pembagian
fonem berdasarkan pengelompokan tipe-tipe fonemik kontras.
d)
Netralisasi
dan arsifonem
e)
Phonological typology, yaitu suatu sistem yang memberikan penjabaran tentang
fonologi yang dimiliki sebuah bahasa.
f)
Aliran
yang membedakan ilmu fonetik dan fonologi.
Kelemahan Aliran Praha
a)
Hanya bahasa secara aesthetic, yaitu aspek-aspek literature yang digunakan dalam bahasa.
E.
ALIRAN TRADISIONAL
Perkembangan ilmu bahasa di
dunia barat dimulai pada abad IV Sebelum Masehi yaitu ketika Plato membagi
jenis kata dalam bahasa Yunani Kuno menjadi dua golongan yaitu onoma dan rhema.
Onoma merupakan jenis kata yang menjadi pangkal pernyataan atau
pembicaraan. Sedangkan rhema merupakan jenis kata yang digunakan
mengungkapkan pernyataan atau pembicaraan. Secara sederhana onoma dapat disejajarkan
dengan kata benda dan rhema dapat disejajarkan dengan kata sifat atau
kata kerja. Pernyataan yang dibentuk onoma dan rhema dikenal
dengan istilah proposisi. Penggolongan kata tersebut kemudian disusul dengan
kemunculan tata bahasa Latin karya Dyonisisus Thrax dalam bukunya ”Techne
Gramaticale” (130 M). Dengan demikian pelopor aliran tradisionalisme adalah
Plato dan Aristoteles. Tokoh-tokoh yang menganut aliran ini antara lain;
Dyonisisus Thrax, Zandvoort, C.A. Mees, van Ophuysen, RO Winstedt, Raja Ali
Haji, St. Moh. Zain, St. Takdir Alisyahbana, Madong Lubis, Poedjawijatna,
Tardjan hadidjaja. Aliran ini merupakan aliran tertua namun karena
ketaatannya pada kaidah menyebabkan aliran ini tetap eksis di zaman apapun.
Ciri-ciri aliran
ini antara lain:
a) Bertolak dari
landasan pola pikir filsafat
b) Pemerian bahasa
secara historis
c) Tidak membedakan
bahasa dan tulisan.
Teori ini
mencampuradukkan pengertian bahasa dan tulisan sehingga secara otomatis
mencampuradukkan penegrtian bunyi dan huruf.
d) Senang bermain dengan
definisi.
Hal ini
karena pengaruh berpikir secara deduktif yaitu semua istilah didefinisikan baru
diberi contoh alakadarnya.
e) Pemakaian bahasa
berkiblat pada pola/kaidah.
Bahasa yang
mereka pakai adalah bahasa tata bahasa yang cenderung menghakimi benar-salah
pemakaian bahasa, tata bahasa ini disebut juga tata bahasa normatif.
f) Level-level
gramatikal belum rapi, tataran yang dipakai hanya pada level huruf, kata, dan
kalimat. Tataran morfem, frase, kalusa, dan wacana belum digarap.
g) Dominasi pada
permasalahan jenis kata
Pada
awalnya kata dibagi menjadi onoma dan rhema (Plato) lalu dikembangkan oleh
Aristoteles menjadi onoma, rhema, dan syndesmos. Kemudian pada masa tradisionalisme ini kata sudah
dibagi menjadi delapan yaitu nomina, pronomina, artikel, verba, adverbia,
preposisi, partisipium, dan konjungsi. Pada abad peretngahan Modistae membagi
kata menjadi delapan yaitu nomina, pronomina, partisipium, verba, adverbia,
preposisi, konjungsio, dan interjeksi. Pada zaman renaisance kata kembali
dibagi menjadi tujuh nomina, pronomina, partisipium, adverbia, preposisi,
konjungsi, dan interjeksi. Perkembangan jenis kata di Belanda dibagi menjadi
sepuluh yaitu nomina, verba, pronomina, partisipium, adverbia, adjektiva,
numeralia, preposisi, konjungsi, interjeksi, dsan artikel.
Keunggulan Aliran Tradisional
a. Lebih tahan lama
karena bertolak dari pola pikir filsafat
b. Keteraturan
penggunaaan bahasa sangat dibanggakan karena berkiblat pada bahasa tulis baku.
c. Mampu menghasilkan
generasi yang mempunyai kepandaian dalam menghafal istilah karena aliran ini
sengan bermain dengan definisi.
d. Menjadikan para
penganutnya memiliki pengetahuan tata bahasa kareana pemakaian bahasa berkiblat
pada pola atau kaidah.
e. Aliran ini memberikan
kontribusi besar terhadap pergerakan prinsip yang benar adalah benar walaupun
tidak umum dan yang salah adalah salah meskipun banyak penganutnya.
Kelemahan Aliran Tradisional
(a) Belum membedakan
bahasa dan tulisan sehingga pengertian bahasa dan tulisan masih kacau
(b) Teori ini tidak
menyajikan kenyataan bahasa yang kemudian dianalisis dan disimpulkan.
(c) Pemakaian bahasa
berkiblat pada pola/kaidah sehingga meskipun pandai dalam teori bahasa tetapi
tidak mahir dalam berbahasa di masyarakat.
(d) Level gramatikalnya
belum rapi karena hanya ada tiga level yaitu huruf, kata, dan kalimat.
(e) Pemerian bahasa
menggunakan pola bahasa Latin yang sangat berebda dengan bahasa Indonesia
(f) Permasalahan tata
bahasa masih banyak didominasi oleh permasalahan jenis kata (part of speech), sehingga
ruang lingkup permasalahan masih sangat sempit.
(g) Pemerian bahasa
berdasarkan bahasa tulis baku padahal bahasa tulis baku hanya sebagian dari
ragam bahasa yang ada.
(h) Objek kajian hanya
sampai level kalimat sehingga tidak komunikatif.
F.
ALIRAN TRANSFORMASI
Aliran ini muncul menentang
aliran strukturalis yang menyatakan bahwa bahasa merupakan kebiasaan. Pelopor
aliran ini adalah N. Chomsky dengan karyanya “Syntactic Structure”(1957) dan
diikuti oleh tokoh-tokoh seperti Postal, Fodor, Hale, Palmatier, Lyons,
Katz, Allen, van Buren, R. D. King, R.A. Jacobs, J. Green, dll.
Aliran ini pada
mulanya hanya berbicara transformasi pada level kalimat tetapi kemudian
diterapkan dalam tataran lain seperti morfologi dan fonologi.
Ciri-ciri Aliran Transformasi
(a)
Berdasarkan faham mentalistik.
(b)
Aliran ini meganngap bahasa bukan
hanya proses rangsang-tanggap akan tetapi merupakan proses kejiwaan. Aliran ini
sagat erat dengan psikolinguistik.
(c) Bahasa merupakan
innate.Bahasa merupakan faktor innate(keturunan/warisan)
(d)
Bahasa terdiri dari lapis dalam
dan lapis permukaan.
(e)
Teori ini memisah bahasa menjadi
dua lapis yaitu deep structure dan surface structure. Lapis batin merupakan
tempat terjadinya proses berbahasa yang sebenarnya secara mentalistik sedangkan
lapis permukaan adalah wujud lahiriah yang ditransformasi dari lapis batin.
(f)
Bahasa terdiri dari unsur
competent dan performance
(g)
Linguistic competent atau
kemampuan linguistik merupakan penegtahuan seseorang tentang bahasanya termasuk
kaidah-kaidah di dalamnya. Linguistic performance atau performansi linguistik
adalah keterampilan seseorang menggunakan bahasa.
(h)
Analisis bahasa bertolak dari
kalimat.
(i)
Penerapan kaidah bahasa bersifat
kreatif
(j)
Ciri ini menentang anggapan kaum
struktural yang fanatik terhadap standar keumuman. Bagi kaum tranformasi
masalah umum tidak umum bukan suatu persoalan yang terpenting adalah kaidah.
(k)
Membedakan kalimat inti dan
kalimat transformasi.
(l)
Kalimat inti merupakan kaliamt
yang belum dikenai transformasi sedangkan kalimat transformasi merupakan
kalimat yang sudah dikenai kaidah transformasi yang ciri-cirinya yaitu lengkap,
simpel, statemen, dan aktif. Lam pertumbuhan selanjutnya ciri itu ditambah
runtut dan positif.
(m) Analisis diwujudkan dalam diagram pohon dan rumus.
(n)
Analisis dalam teori ini dimulai
dari struktur kalimat lalu turun ke frase menjadi frase benda (NP) dan frase
kerja (VP) kemudian dari frase turun ke kata.
(o)
Gramatikal bersifat generatif.
(p)
Bertolak dari teori yang dinamakan
tata bahasa generatif tansformasi (TGT).
Keunggulan Aliran Transformasi
a. Proses berbahasa
merupakan proses kejiwaan buakan fisik.
b. Secara tegas memisah
pengetahuan kebahasaan dengan keterampilan berbahasa (linguistic competent dan
linguistic performance)
c. Dapat membentuk
konstruksi-konstruksi lain secara kreatif berdasarkan kaidah yang ada.
d. Dengan pembedaan
kalimat inti dan transformasi telah dapat dipilah antara substansi dan
perwujudan. dapat menghasilkan kalimat yang tak terhingga banyaknya karena
gramatiknya bersifat generatif.
Kelemahan Aliran Transformasi
(a) Tidak mengakui eksistensi
klausa sehingga tidak dapat memilah konsep klausa dan kalimat
(b) Bahasa merupakan
innate walaupun manusia memiliki innate untuk berbahasa tetapi tanpa dibiasakan
atau dilatih mustahil akan bisa.
(c) Setiap kebahasaan
selalu dikembalikan kepada deep structure.
great post! visit my blog :)
BalasHapusSyukron dengan artikelnya ya
BalasHapustrims,,,
BalasHapusGood.. saya termasuk penyuka linguistik.
BalasHapusthanks yak...
BalasHapus