Rabu, 20 Maret 2013

KATA PENANDA GENDER UNSUR SERAPAN DALAM BAHASA INDONESIA


                                                             Oleh: Nita Zakiyah, M.A
1.   Pendahuluan
Gender dapat dikatakan sebagai sebuah sub-kategori gramatikal pada bahasa berfleksi yang mampu membedakan jenis kelamin. Subkategori gramatikal yang berhubungan dengan jenis kelamin adalah bentuk maskulin dan feminin. Sedangkan yang tidak, berhubungan adalah bentuk neuter atau netral (Kridalaksana, 2008). Istilah gender berarti penggolongan kata menurut jenis kelamin yaitu feminin untuk kata benda yang menunjuk pada jenis kelamin perempuan atau betina dan maskulin untuk kata benda yang menunjuk pada kata berjenis kelamin laki-laki atau jantan. Penandaan yang berkenaan dengan gender dalam bahasa ditandai oleh bentuk-bentuk satuan lingual tertentu, baik berupa fonem, morfem, maupun leksikal. Bentuk-bentuk satuan lingual inilah yang disebut penanda gender.
Kata serapan dalam bahasa atau lebih tepatnya antarbahasa, keberadaannya merupakan suatu hal yang sangat wajar. Karena setiap kali ada kontak bahasa lewat pemakainya pasti akan terjadi penyerapan kata.
Tidak ada dua bahasa yang sama persis, karena setiap bahasa mempunyai keistimewaan masing-masing. Dalam proses penyerapan, dari bahasa pemberi memberi pengaruh kepada bahasa penerima pengaruh, sehingga akan terjadi perubahan-perubahan. Adapun proses penyerapan ada yang terjadi secara utuh, ada pula proses penyerapan yang terjadi dengan beberapa penyesuaian pada tataran fonetik, fonologi, morfologi, dll; baik yang terjadi dalam bahasa lisan maupun bahasa tulis.
Bahasa Indonesia dari awal pertumbuhannya sampai sekarang telah banyak menyerap unsur-unsur asing terutama dalam hal kosakata. Bahasa asing yang memberi pengaruh kosakata dalam bahasa indonesia antara lain: bahasa Sansekerta, bahasa Belanda, bahasa Arab, dan bahasa Inggris. Masuknya unsur-unsur asing ini secara historis juga sejalan dengan kontak budaya antara bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa pemberi pengaruh. Mula-mula bahasa Sansekerta seiring dengan masuknya agama hindu ke Indonesia sejak sebelum bahasa Indonesia menemukan identitas sebagai bahasa Indonesia. Kemudian bahasa Arab karena eratnya hubungan keagamaan dan perdagangan antara masyarakat Timur Tengah dengan bangsa Indonesia. Lalu bahasa Belanda sejalan dengan pendudukan Belanda di Indonesia. Dan bahasa Inggris yang berlangsung hingga sekarang, Salah satu faktor penyebabnya adalah semakin intensifnya hubungan ilmu pengetahuan dan teknologi  antara bangsa Indonesia dengan masyarakat pengguna bahasa Inggris.
Sejalan dengan Bahasa Indonesia bukan termasuk bahasa fleksi yang memiliki satuan-satuan lingual yang meliputi penanda jumlah (number), penanda kala (tenses), dan penanda jenis kelamin (gender). Bahasa indonesia banyak menyerap kata yang berfungsi sebagai penanda jenis kelamin (gender) dan berwujud sebagai morfem, misalnya morfem imbuhan: -man, -wan, -wati, -in, -at. Morfem –man, -wan, -in menunjukkan gender maskulin, sedangkan –wati, -at mengacu pada geneder feminin. (Triyono, 2003: 317)
Kajian ini akan di uraikan berdasarkan kajian morfologi yang mengarah pada penanda gender unsur serapan dalam bahasa Indonesia, yakni kata serapan yang telah mengalami proses analogi atau proses afiksasi (suffiks).
2.      Kata Penanda Jenis Kelamin (Gender)
Sebelum diuraikan lebih lanjut tentang penanda gender unsur serapan pada bahasa Indonesia, akan diklasifikasikan dua jenis penanda gender:
1)         Penanda jenis kelamin yang ditandai dengan vokal yang melekat pada akhir kata, baik pada suku kata terbuka maupun pada suku kata tertutup. Dan kasus yang ditemukan disini adalah serapan yang di ambil dari bahasa Sansekerta dan bahasa Inggris.

*      Bahasa Sansekerta
Bahasa Sansekerta merupakan salah satu bahasa yang memiliki kategori penanda gender, klasifikasi gender pada bahasa ini terdiri dari tiga: maskulin), feminin), dan neuter atau bersifat netral (laki-laki dan perempuan), sebagaimana bahasa-bahasa Indo-Eropa lain yang ‘berusia’ lebih tua (Whitney, 1964:88).
Kata penanda gender yang diserap dari bahasa Sansekerta, penandanya adalah vokal akhir suku terbuka yang merupakan bagian dari morfem, yaitu /-a/ mengacu pada gender maskulin dan /-i/ mengacu pada gender feminin. Seperti:
Laki-laki
Perempuan
Putra
Putri
Dewa
Dewi
Pramugara
Pramugari

Selain itu, ada pula kata penanda gender feminin yang tidak produktif, lalu dalam bahasa Indonesia di analogikan dan hasil analoginya berupa kata penanda gender perempuan. Seperti pada kata Mahasiswa, /-a/ kemudian muncul analogi dalam bahasa Indonesia dengan perubahan vokal akhir suku terbuka /-i/ menjadi “mahasiswi”. Hal yang sama terjadi pula pada kata:
Siswa                      Siswi
Saudara                  Saudari
*      Bahasa Inggris
Kata penanda gender serapan yang ditemukan dalam bahasa Inggris misalnya: aktor (actor) yang merupakan kata penanda gender laki-laki yang bermakna: pria yang berperan sebagai pelaku dalam pementasan cerita, drama, dsb. di panggung, radio, televisi, atau film; orang yang berperan dalam suatu kejadian penting; sekaligus pula kata penanda gender perempuannya aktris (actress): wanita yang berperan sebagai pelaku dalam pementasan drama dsb. di panggung, radio, televisi, atau film. Pada bahasa asalnya (bahasa Inggris) actoractor; act (verb): berbuat; bertindak, (noun): perbuatan; tindakan, /-or/ merupakan morfem yang mengacu pada gender maskulin. Sedangkan actressactress; /-ress/ merupakan penanda gender feminin. Namun dalam serapan bahasa Indonesia pada morfem aktor, bukanlah termasuk dua morfem sebagaimana kata asalnya, namun hanya satu morfem aktor. Suku kata Aktor  tidak akan ada maknanya, karena dalam bahasa Indonesia tidak memiliki kata dasar akt dan sufiks –or, keduanya dianggap dua silabe, bukan dua morfem. Jadi, aktor merupakan kata penanda gender serapan dengan vokal suku tertutup, begitu pula pada kata penanda gender femininnya aktris.
Kata penanda gender feminin yang tidak produktif pada kata serapan dari bahasa Inggris, seperti pada kata kontraktor (contractor): pemborong (pekerja bangunan). Karena dalam bahasa asalnya yakni bahasa Inggris juga tidak ditemukan contractrees, dengan demikian dalam bahasa Indonesia pun tidak ditemukan kontraktris; lantas, kata kontraktor (contractor) masuk kedalam kategori netral yang berlaku untuk maskulin dan feminin.
2.      Penanda jenis kelamin yang kedua, ditandai dengan akhiran (sufiks), penanda ini merupakan serapan dari bahasa sansekerta dan bahasa arab. Yaitu:
*      Bahasa Sansekerta
Akhiran /-wan/ dan /-wati/, dalam bahasa Sansekerta -wan (-vant): sebuah imbuhan sufiks yang menyatakan pelaku pria, sedangkan -wati (-vatī): sebuah imbuhan sufiks yang menyatakan pelaku wanita (http://sastralife.wordpress.com). Akhiran atau sufiks –wan dan –wati kini telah menjadi afiks dalam bahasa Indonesia (Arifin dan Junaiyah, 2007:6). Seperti pada kata:
wartawan dan wartawati
dermawan dan dermawati
wisudawan dan wisudawati
Ada pula bentuk penanda gender feminin yang tidak produktif, sehingga hanya ditemukan kata maskulinnya saja, seperti pada kata: Budayawan. Kata “budaya” berasal dari bahasa sansekerta yang artinya “budaya, budi daya, buah akal budi, adat”, namun penulis tidak tahu persis apakah kata budayawan memang merupakan kosakata asli bahasa Sansekerta ataukah hanya analogi bahasa Indonesia yang menyerap kata tersebut dan menggabungkan kedua morfem budaya dan -wan menjadi kata yang independen “budayawan”.
Meski telah ada penanda jelas yang menandai identitas maskulin dan feminin, tetapi bentuk maskulin sering digunakan sebagai bentuk netral untuk mewakili bentuk feminin. Karena itu bentuk maskulin lebih dipandang sebagai bentuk netral daripada bentuk distingtif gender.
*      Bahasa Arab
Pada bahasa Arab, Sufiks /-in/ berfungsi sebagai penanda gender laki-laki dan sufiks /-at/ sebagai penanda gender perempuan, dalam bahasa Arab kata yang berakhiran /-in/ dan /-at/ menunjukkan bentuk jamak untuk nomina dengan jumlah lebih dari dua, seperti pada kata muslimin, kata ini terdiri dari dua morfem muslim dan -in muslimin. Begitu pula pada bahasa Indonesia, mengacu pada makna jamak, artinya “para penganut agama Islam; laki-laki muslim”; serta muslim dan -at muslimat artinya “perempuan muslim. Begitu pula pada kata mukminin artinya  (para) mukmin”; dan mukminat “perempuan mukmin”, dll.
Sufiks /-in/ dan /-at/ pula telah menjadi bagian dari afiks bahasa Indonesia. Ruskhan (2007:53) menggunakan istilah pangkal + sufiks pada pembentukan kata-kata tersebut di atas.
Laki-laki
Perempuan
Muslimin
Muslimat
Mukminin
Mukminat
Shalihin
Shalihat

Jika tadi bentuk jamak (plural), ada pula bentuk tunggal dalam bahasa Arab yang diserap ke dalam bahasa Indonesia, yaitu untuk laki-laki tanpa penanda, dan sufiks /–ah/ untuk penanda gender perempuan. Seperti pada: kata Almarhum: yg dirahmati Allah (sebutan kepada orang Islam yang telah meninggal); yang telah meninggal (laki-laki); dan Almarhumah: almarhum (untuk perempuan).
*      Lain-lain
Bentuk lain pada Kata penanda gender bisa ditemukan pada kombinasi antara 2 morfem dari 2 bahasa yang berbeda, seperti pada:
v  Seniman, kata seniman merupakan kombinasi antara dua morfem seni (artinya kesenian, keindahan) dari bahasa Sansekerta, dan morfem -man (orang laki-laki) dari bahasa Inggris; kombinasi dua morfem tersebut menjadi kata seniman dalam KBBI artinya “orang yg mempunyai bakat seni dan berhasil menciptakan dan menggelarkan karya seni (pelukis, penyair, penyanyi, dsb.)
v  Sejarawan, pada kata sejarawan terdiri dari dua morfem sejarah dan -wan, kata sejarah merupakan kosakata bahasa Indonesia yang kemudian diberi  akhiran/sufiks -wan dan mengalami penyesuaian dalam proses morfofonemiknya hingga menjadi sejarawan bermakna “ahli sejarah; penulis sejarah”.
v  Ilmuwan, kata ilmuwan, morfem dasar ilmu berasal dari bahasa Arab yang diserap ke dalam bahasa Indonesia yang kemudian mendapat imbuhan -wan dan menjadi kata ilmuwan: orang yang ahli atau banyak pengetahuannya mengenai suatu ilmu; orang yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan.
Jika diperhatikan, kata-kata tersebut diatas semuanya menunjukkan pada gender laki-laki, hal ini terjadi karena ketidak produktifan kata penanda gender perempuan pada kata-kata tersebut. Dengan demikian kini kata-kata tersebut bersifat netral, berlaku untuk gender laki-laki dan gender perempuan.
Lantas, pada penanda gender unsur serapan disini, penulis tidak menemukan kata penanda gender serapan dari bahasa Belanda.
3.      Kesimpulan
Bahasa indonesia banyak menyerap kata-kata dari bahasa lain seperti bahasa sansekerta, bahasa Arab, bahasa Inggris, dll. Saling menyerap kosakata antar bahasa adalah hal yang sangat lazim, dan serapan-serapan tersebut diantaranya mengenai kata penanda gender.
Bahasa Indonesia juga tidak memiliki rumusan khusus pada kata untuk menunjukkan gender, dengan demikian bahasa Indonesia menyerap kata-kata pada bahasa-bahasa lain yang menunjukkan gender, seperti putra dan putri, wartawan dan wartawati dari bahasa Sansekerta; aktor dan aktris dari bahasa Inggris; muslimin dan muslimat dari bahasa Arab, dan lain-lain.












Daftar Pustaka
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Purwadi, dan Eko Priyo Purnomo. Kamus Sansekerta Indonesia. Yogyakarta: Budaya Jawa.Com
Pusat Bahasa Depertemen Pendidikan Republik Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php. di akses pada 19 12 2009. 09.37.
Triyono, Sulis. 2003. Satuan Lingual Penanda Gender. Dalam Jurnal Humaniora (Jurnal Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada) Volume XV, No.3/2003.
Whitney, William Dwight. 1964. Sanskrit Grammar Including Both The Classical Language And The Older Dialects of Veda And Brahmana. Cambridge: Harvard University Press.
Sastraholic. Bahasa Sansekerta Dalam Bahasa Indonesia. http://sastralife.wordpress.com/sastra-indonesia/bahasa-sangsekerta-dalam-bahasa-indonesia/. Di akses pada 09 12 009. 07.30 WIB.
Arifin, Zaenal dan Junaiyah. 2007. Morfologi: Bentuk, Makna, dan Fungsi. Jakarta: Grasindo.
Ruskhan, Abdul Gaffar. 2007. Bahasa Arab Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Grasindo.
Wojowasito, S. dan Tito Warsito W. 1980. Kamus Lengkap: Inggris – Indonesia; Indonesia Inggris.  Bandung: Hasta.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar