Sabtu, 25 Agustus 2012

MENINJAU BAHASA INDONESIA MELALUI TEORI PIJIN DAN KREOL


Oleh: Nita Zakiyah, M.A
1.      Pendahuluan
Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari bahasa, dalam arti, tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai bahasa. Bahasa merupakan anugrah yang tak ternilai, dengannya manusia mampu berkomunikasi dengan sesama, menjalin sebuah komunikasi hingga terciptanya kehidupan sosial di dalam sebuah masyarakat.[1]
Ferdinand de Saussure membedakan (kata Perancis) antara langue, langage, dan parole. Langue adalah salah satu bahasa misalnya bahasa Jawa, bahasa Melayu, dll. Sedangkan langage merupakan bahasa sebagai sifat khas dari makhluk yang bernama manusia, kemudian parole adalah tuturan atau bahasa yang di fungsikan secara kongkrit.[2] Tentu saja sebagai satu bahasa, bahasa Indonesia masuk dalam kriteria langue. Bahasa Indonesia sebagai pranata hidup yang telah ditetapkan dan sudah menjadi identitas persatuan nasional mesti dilestarikan pada tataran pribadi dan pada tataran masyarakat.Bahasa Indonesia sebagai pranata hidup yang telah ditetapkan dan sudah menjadi identitas persatuan nasional mesti dilestarikan pada tataran pribadi dan pada tataran masyarakat.
Bahasa Indonesia (selanjutnya disingkat-BI-) merupakan bahasa persatuan bagi masyarakat Indonesia, sejak diadakannya sumpah pemuda pada 28 oktober 1928, BI telah di ikrarkan dan di akui oleh masyarakat Indonesia. Dan setelah puluhan tahun berlalu, BI telah mengalami berbagai proses perbaikan ejaan dan proses perkembangan hingga menjadi lingua franca serta bahasa ibu bagi bangsa Indonesia.
2.      Asal Usul Bahasa Indonesia
BI ketika di ikrarkan menjadi bahasa persatuan bagi rakyat Indonesia, telah ditentukan bahwa yang akan di angkat menjadi BI berasal dari bahasa Melayu (BM), namun karena begitu banyaknya ragam bahasa melayu belum diketahui secara persis BM mana yang akan dijadikan bahasa negara bagi bangsa ini. Lantas Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa BM yang berasal dari Riau lah yang akan di resmikan menjadi BI. BM Riau ini juga dikenal dengan bahasa Melayu pustaka atau bahasa Melayu tinggi. Mula-mula berpusat di Johor dan Riau, dari Johor kemudian pindah ke Kuala Lumpur dan menjadi cikal bakal bahasa Malaysia, sedangkan dari Riau pindah ke Jakarta dan menjadi cikal bakal BI.[3]
BM sendiri merupakan bahasa rumpun austronesia yang telah tersebar disepanjang pesisir pulau-pulau nusantara serta telah digunakan sejak berabad-abad tahun yang lalu sebagai bahasa komunikasi dikawasan tanah air[4] untuk berbagai keperluan seperti perdagangan, politik, penyebaran agama, kesusastraan, dan lain sebagainya.[5]
3.      Bahasa Indonesia berdasarkan teori Pijin dan Kreol
Untuk mengetahui termasuk dalam kategori manakah bahasa Indonesia, pijin atau kreol, hendaknya perlu sedikit diberi penjelasan tentang pijin dan kreol itu sendiri. Pijin menurut Kridalaksana dalam kamus linguistik di definisikan: alat komunikasi sosial dalam kontak yang singkat antara orang-orang yang berlainan bahasanya, dan yang tidak merupakan bahasa ibu para pemakainya, misalnya dalam perdagangan.[6] Pijin memiliki tata bahasa dan kosakata yang sangat sederhana, pijin pula tidak memiliki penutur bahasa ibu.[7] Sedangkan kreol adalah pijin yang dalam perkembangannya menjadi bahasa ibu dari suatu masyarakat bahasa.[8] Dan kreol berkembang karena sebab berikut: Berkumpulnya berbagai orang dari latar belakang yang berbeda, maksudnya: di suatu daerah, terjadi kontak antara penduduk asli dan pendatang yang satu sama lain berbeda bahasa. Dari sini kemudian digunakan sarana komunikasi yang terdiri dari bahasa dominan, namun terpengaruh oleh kosakata-kosakata bawaan dari orang-orang tersebut. Ketika mengalami proses kreolisasi, tata bahasanya mengalami perkembangan sehingga menjadi bahasa yang stabil dan terpisah dari bahasa induknya. Jika kreol mampu bertahan dan terus berkembang maka kreol akan bisa menjadi bahasa yang lebih besar dan lebih lengkap.[9] Berikut adalah contoh dialek-dialek Melayu yang telah mengalami proses kreolisasi. Dialek yang tadinya hanya sebuah dialek Melayu pasar (pijin) ini perlahan-lahan memiliki penutur sendiri yang mengerti dan menjadi penutur aslinya. Kebanyakan terdapat di daerah yang dulunya sempat menjadi pelabuhan, seperti Melayu Betawi, Melayu Banda dan sebagainya:
  1. Betawi/Jakarta.
  2. Melayu Ambon.
  3. Melayu Baba.
  4. Melayu Banda.
  5. Melayu Kreol Malaka.
  6. Melayu Kreol Sri Langka.
  7. Melayu Kupang.
  8. Melayu Manado.
  9. Melayu Peranakan (Malaysia).
  10. Dialek Indonesia Peranakan.
  11. Dialek Melayu Larantuka.
  12. Dialek Melayu Papua.[10]
BI di angkat dari kelompok bahasa Melayu pustaka, melayu tinggi, yaitu dialek Melayu yang kala itu diajarkan di sekolah-sekolah. Bukan dari bahasa Melayu pasar ataupun BM lain yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Dan awal Pembakuan ejaan cikal bakal BI ini telah dilakukan oleh Ch A. Van Ophuijsen pada tahun 1901, kemudian berkembang dengan ditunjang oleh buku-buku terbitan balai pustaka[11] dan mengalami beberapa perbaikan ejaan hingga menjadi bahasa Indonesia yang kita kenal sekarang. Lantas, BI termasuk kategori pijin atau kreol?.
Meskipun ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa bahasa Indonesia merupakan variasi pijin, sebagaimana beberapa pendapat yang dikutip oleh abdul malik dalam Batam Post, Poedjosoedarmo (1978) dan Alwasilah (1985) sependapat dengan R.A Hall Jr mengemukakan bahwa BI berasal dari variasi pijin melayu yang tidak memiliki penutur asli. Tetapi pendapat tersebut dibantah oleh Harimurti Kridalaksana.[12] Mengutip pernyataan Kridalaksana dalam Chaer bahwa Ketika dibentuk menjadi bahasa Indonesia, bahasa Melayu sudah menjadi bahasa secara utuh dan merupakan bahasa ibu bagi masyarakat Sumatera bagian timur, riau, serta Kalimantan, dan telah mempunyai kesusastraan yang berkembang, bahkan melalui sistem pendidikan kolonial Belanda, bahasa melayu ini telah mengalami proses standarisasi.
Dan BI menurut klasifikasi sosiologi dari Stewart termasuk bahasa standar yang memiliki dasar standarisasi, otonomi, historisitas, dan vitalitas. Yang di maksud standarisasi atau pembakuan adalah adanya kodifikasi dan penerimaan terhadap sebuah bahasa oleh masyarakat bahasa itu akan seperangkat kaidah atau norma yang menentukan pemakaian bahasa yang benar. Dan pada BI, kaidah dan norma yang menentukan pemakaian bahasa yang benar itu telah diterima oleh masyarakat BI, dan seperti yang telah di sebutkan di atas bahwa BM  pustaka yang diangkat menjadi BI merupakan bahasa yang telah diberi standarisasi oleh sistem pendidikan kolonial Belanda.  Kemudian dasar kedua dalam penjenisan sosiologi bahasa adalah otonomi, sebuah sistem linguistik disebut mempunyai keotonomian apabila memiliki sistem yang independen dan tidak berkaitan dengan bahasa lain. Dan BM ketika diangkat menjadi BI, memiliki sistem independen yang benar-benar terpisah dari bahasa manapun kemudian menjadi bahasa resmi dengan kaidah dan ejaan tersendiri. Dasar ketiga meliputi faktor historisitas atau kesejarahan. Sebuah sistem linguistik dianggap mempunyai historisitas jika diketahui atau dipercaya sebagai hasil perkembangan yang normal pada masa yang lalu. BI sejak tahun 1928 hingga kini terus menerus mengalami perkembangan, oleh karena itu BI pada tahun 1928 dan BI pada tahun 2009 sangat jauh berbeda, lantas proses perkembangan tersebut menjadi historis bagi BI. Jadi BI memiliki historisitas sendiri. Sedangkan BM yang juga diangkat menjadi bahasa Malaysia, memiliki historisitas tersediri pula yang berbeda dengan historisitas BI. Dan yang keempat dalam penjenisan bahasa secara sosiologi adalah vaktor vitalitas atau keterpakaian. Menurut Fishman (dalam Chaer) yang dimaksud dengan vitalitas adalah pemakaian sistem linguistik oleh satu masyarakat penutur asli yang tidak terisolasi. Jadi unsur vitalitas mempersoalkan apakah sistem linguistik tersebut memiliki penutur asli yang masih menggunakan bahasa itu atau tidak. Dan BM yang kala itu diangkat menjadi BI telah memiliki penutur asli, bahkan hingga kini BI yang merupakan ragam dari BM modern tetap mempunyai penutur asli. Dengan demikian BI tidak hanya memiliki vitalitas, juga memenuhi tiga kriteria lainnya yakni standarisasi, otonomi, dan historisitas.[13]
4.      Penutup
BI merupakan bahasa standar sebagaimana bahasa dunia lainnya seperti bahasa Inggris, bahasa Arab, dll. Lantas dari penjabaran di atas pula dapat disimpulkan bahwa BI bukan termasuk dalam pijin, dan bukan pula kreol, menurut tinjauan sosiologis jenis kreol hanya memiliki vitalitas saja.[14] Dengan demikian kedua teori tersebut tidak sesuai dengan BI ditinjau dari asal-usul serta historisitas dan perkembangannya.
           


Daftar Pustaka
Irwandi, Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Persatuan, http://id.shvoong.com/social- sciences/1898565-bahasa-indonesia-sebagai-bahasa-persatuan, 09.02.2009, 10.43.

Verhaar, J.W.M. Asas-asas Linguistik Umum, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008. Cet. 6.

Chaer, Abdul, Linguistik Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2003. Cet. 2.

Chaer, Abdul, Leonie Agustina, Sosiolinguistik perkenalan Awal, Jakarta: Rineka Cipta 2004, cet.2.

Todd, Loretto, Pidgins and Creoles, London and Boston: Routledge & Kegan Paul, 1974.

Kridalaksana, Harimurti, Kamus Linguistik, Jakarta: Gramedia 2008, ed.4, cet.5.

Indonesia, Asbah Linguist, Variasi Bahasa dan Faktor Penyebabnya, http://asbahlinguist.blogspot.com/2009_03_01_archive.html, 09.02.2009, 10.59

Malik, Abdul, Bahasa Melayu = Bahasa Indonesia (3), http://issuu.com/bpos/docs/minggu_02_agustus_2009/31, 04.09.2009, 15.17.

Online, Melayu, Kreol, http://melayuonline.com/ind/culture/dig/1352/kreol, 25.09.2009, 07.25.

Uninus, FKIP, (Prodi: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia), Jenis Bahasa Menurut Tinjauan Urutan Pemerolehan (Mata Kuliah: Sosiolinguistik) http://pbsindonesia.fkip-uninus.org/media.php?module=detailmateri&id=8, 25.09.2009, 08.22.


[1] Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 33.
[2] J.W.M. Verhaar, Asas-asas Linguistik Umum, (Yogyakarta: Gadjah Mada University  Press, 2008), h.3.
[3] Abdul Chaer, Leonie Agustina, Sosiolinguistik perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 231.
[4] Irwandi, Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Persatuan, http://id.shvoong.com/social-sciences/1898565-bahasa-indonesia-sebagai-bahasa-persatuan, 09.02.2009, 10.43.
[5] Abdul Chaer, Leonie Agustina, Sosiolinguistik perkenalan Awal, h.230.
[6] Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: Gramedia, 2008), h. 195.
[7] Loreto Todd, Pidgins and Creoles, (London and Boston: Routledge & Kegan Paul, 1974).h. 2.
[8] Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, h.137.
[9] Asbah Linguist Indonesia, Variasi Bahasa dan Faktor Penyebabnya, http://asbahlinguist.blogspot.com/2009_03_01_archive.html, 09.02.2009, 10.59
[10] Melayu Online, Kreol, http://melayuonline.com/ind/culture/dig/1352/kreol, 25.09.2009, 07.25.
[11] Abdul Chaer, Leonie Agustina, Sosiolinguistik perkenalan Awal, h. 231.
[12] Abdul Malik, Kolom Budaya: Bahasa Melayu = Bahasa Indonesia(3), http://issuu.com/bpos/docs/minggu_02_agustus_2009/31, Batam post, 04.09.2009, 15.17.
[13] Abdul Chaer, Leonie Agustina, Sosiolinguistik perkenalan Awal, h. 231-233.
[14] FKIP Uninus (Prodi: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia), Jenis Bahasa Menurut Tinjauan Urutan Pemerolehan (Mata Kuliah: Sosiolinguistik) http://pbsindonesia.fkip-uninus.org/media.php?module= detailmateri&id=8, 25.09.2009, 08.22.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar