Oleh: Nita Zakiyah, M.A
1.
Pendahuluan
Kehidupan
manusia tidak pernah lepas dari bahasa, dalam arti, tidak ada kegiatan manusia
yang tidak disertai bahasa. Bahasa merupakan anugrah yang tak ternilai,
dengannya manusia mampu berkomunikasi dengan sesama, menjalin sebuah komunikasi
hingga terciptanya kehidupan sosial di dalam sebuah masyarakat.[1]
Ferdinand
de Saussure membedakan (kata Perancis) antara langue, langage, dan
parole. Langue adalah salah satu bahasa misalnya bahasa Jawa,
bahasa Melayu, dll. Sedangkan langage merupakan bahasa sebagai sifat khas dari makhluk yang bernama manusia,
kemudian parole adalah tuturan atau bahasa yang di fungsikan secara
kongkrit.[2] Tentu saja sebagai satu bahasa, bahasa
Indonesia masuk dalam kriteria langue.
Bahasa Indonesia (selanjutnya disingkat-BI-) merupakan bahasa persatuan
bagi masyarakat Indonesia, sejak diadakannya sumpah pemuda pada 28 oktober 1928,
BI telah di ikrarkan dan di akui oleh masyarakat Indonesia. Dan setelah puluhan
tahun berlalu, BI telah mengalami berbagai proses perbaikan
ejaan dan proses perkembangan hingga menjadi lingua franca serta bahasa ibu
bagi bangsa Indonesia.
2.
Asal Usul Bahasa Indonesia
BI ketika di ikrarkan menjadi bahasa persatuan bagi rakyat Indonesia, telah
ditentukan bahwa yang akan di angkat menjadi BI berasal dari bahasa Melayu (BM),
namun karena begitu banyaknya ragam bahasa melayu belum diketahui secara persis
BM mana yang akan dijadikan bahasa negara bagi bangsa ini. Lantas Ki Hajar
Dewantara menegaskan bahwa BM yang berasal dari Riau lah yang akan di resmikan
menjadi BI. BM Riau ini juga dikenal dengan bahasa Melayu pustaka
atau bahasa Melayu tinggi. Mula-mula berpusat di Johor dan Riau, dari Johor
kemudian pindah ke Kuala Lumpur dan menjadi cikal bakal bahasa Malaysia,
sedangkan dari Riau pindah ke Jakarta dan menjadi cikal bakal BI.[3]
BM sendiri merupakan bahasa rumpun austronesia yang telah tersebar
disepanjang pesisir pulau-pulau nusantara serta telah digunakan sejak
berabad-abad tahun yang lalu sebagai bahasa komunikasi dikawasan tanah air[4]
untuk berbagai keperluan seperti perdagangan, politik, penyebaran agama,
kesusastraan, dan lain sebagainya.[5]
3. Bahasa Indonesia berdasarkan
teori Pijin dan Kreol
Untuk mengetahui termasuk dalam kategori manakah bahasa Indonesia, pijin atau kreol, hendaknya perlu sedikit diberi
penjelasan tentang pijin dan kreol itu sendiri. Pijin menurut Kridalaksana
dalam kamus linguistik di definisikan: alat komunikasi sosial dalam kontak yang
singkat antara orang-orang yang berlainan bahasanya, dan yang tidak merupakan
bahasa ibu para pemakainya, misalnya dalam perdagangan.[6] Pijin
memiliki tata bahasa dan kosakata yang sangat sederhana, pijin pula tidak memiliki penutur bahasa ibu.[7] Sedangkan kreol adalah pijin yang dalam perkembangannya
menjadi bahasa ibu dari suatu masyarakat bahasa.[8] Dan kreol berkembang karena sebab berikut: Berkumpulnya
berbagai orang dari latar belakang yang berbeda, maksudnya: di suatu daerah,
terjadi kontak antara penduduk asli dan pendatang yang satu sama lain berbeda
bahasa. Dari sini kemudian digunakan sarana komunikasi yang
terdiri dari bahasa dominan, namun terpengaruh oleh kosakata-kosakata bawaan
dari orang-orang tersebut. Ketika mengalami proses kreolisasi, tata
bahasanya mengalami perkembangan sehingga menjadi bahasa yang stabil dan
terpisah dari bahasa induknya. Jika kreol mampu bertahan dan terus berkembang
maka kreol akan bisa menjadi bahasa yang lebih besar dan lebih lengkap.[9] Berikut
adalah contoh dialek-dialek Melayu yang telah mengalami proses kreolisasi.
Dialek yang tadinya hanya sebuah dialek Melayu pasar (pijin) ini perlahan-lahan
memiliki penutur sendiri yang mengerti dan menjadi penutur aslinya. Kebanyakan
terdapat di daerah yang dulunya sempat menjadi pelabuhan, seperti Melayu
Betawi, Melayu Banda dan sebagainya:
- Betawi/Jakarta.
- Melayu Ambon.
- Melayu Baba.
- Melayu Banda.
- Melayu Kreol Malaka.
- Melayu Kreol Sri Langka.
- Melayu Kupang.
- Melayu Manado.
- Melayu Peranakan (Malaysia).
- Dialek Indonesia Peranakan.
- Dialek Melayu Larantuka.
- Dialek Melayu Papua.[10]
BI di angkat dari kelompok bahasa Melayu pustaka, melayu tinggi,
yaitu dialek Melayu yang kala itu diajarkan di sekolah-sekolah. Bukan dari bahasa
Melayu pasar ataupun BM lain yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Dan awal Pembakuan ejaan cikal bakal BI ini telah dilakukan
oleh Ch A. Van Ophuijsen pada tahun 1901, kemudian berkembang dengan ditunjang
oleh buku-buku terbitan balai pustaka[11] dan mengalami beberapa perbaikan ejaan hingga menjadi bahasa Indonesia yang
kita kenal sekarang. Lantas, BI termasuk kategori pijin atau kreol?.
Meskipun ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa
bahasa Indonesia merupakan variasi pijin, sebagaimana beberapa pendapat yang
dikutip oleh abdul malik dalam Batam Post, Poedjosoedarmo (1978) dan Alwasilah
(1985) sependapat dengan R.A Hall Jr mengemukakan bahwa BI berasal dari variasi
pijin melayu yang tidak memiliki penutur asli. Tetapi pendapat tersebut
dibantah oleh Harimurti Kridalaksana.[12] Mengutip pernyataan Kridalaksana dalam Chaer
bahwa Ketika dibentuk menjadi bahasa Indonesia, bahasa Melayu sudah menjadi
bahasa secara utuh dan merupakan bahasa ibu bagi masyarakat Sumatera bagian
timur, riau, serta Kalimantan, dan telah mempunyai kesusastraan yang
berkembang, bahkan melalui sistem pendidikan kolonial Belanda, bahasa melayu
ini telah mengalami proses standarisasi.
Dan BI menurut klasifikasi sosiologi dari Stewart termasuk bahasa standar yang memiliki dasar standarisasi, otonomi, historisitas, dan
vitalitas. Yang di maksud standarisasi atau pembakuan
adalah adanya kodifikasi dan penerimaan terhadap sebuah bahasa oleh masyarakat
bahasa itu akan seperangkat kaidah atau norma yang menentukan pemakaian bahasa
yang benar. Dan pada BI, kaidah dan norma yang menentukan pemakaian bahasa yang
benar itu telah diterima oleh masyarakat BI, dan seperti yang telah di sebutkan
di atas bahwa BM pustaka yang diangkat
menjadi BI merupakan bahasa yang telah diberi standarisasi oleh sistem
pendidikan kolonial Belanda. Kemudian
dasar kedua dalam penjenisan sosiologi bahasa adalah otonomi, sebuah sistem
linguistik disebut mempunyai keotonomian apabila memiliki sistem yang
independen dan tidak berkaitan dengan bahasa lain. Dan BM ketika diangkat menjadi BI, memiliki sistem independen yang benar-benar terpisah
dari bahasa manapun kemudian menjadi bahasa resmi dengan kaidah dan ejaan
tersendiri. Dasar ketiga meliputi faktor historisitas atau kesejarahan. Sebuah
sistem linguistik dianggap mempunyai historisitas jika diketahui atau dipercaya
sebagai hasil perkembangan yang normal pada masa yang lalu. BI sejak tahun 1928
hingga kini terus menerus mengalami perkembangan, oleh karena itu BI pada tahun
1928 dan BI pada tahun 2009 sangat jauh berbeda, lantas proses perkembangan tersebut menjadi historis bagi BI. Jadi BI
memiliki historisitas sendiri. Sedangkan BM yang juga diangkat menjadi bahasa
Malaysia, memiliki historisitas tersediri pula yang berbeda dengan historisitas
BI. Dan yang keempat dalam penjenisan bahasa secara sosiologi adalah vaktor
vitalitas atau keterpakaian. Menurut Fishman (dalam Chaer) yang dimaksud dengan vitalitas adalah pemakaian sistem
linguistik oleh satu masyarakat penutur asli yang tidak terisolasi. Jadi unsur
vitalitas mempersoalkan apakah sistem linguistik tersebut memiliki penutur asli
yang masih menggunakan bahasa itu atau tidak. Dan BM yang kala itu diangkat
menjadi BI telah memiliki penutur asli, bahkan hingga kini BI yang merupakan
ragam dari BM modern tetap mempunyai penutur asli. Dengan demikian BI tidak
hanya memiliki vitalitas, juga memenuhi tiga kriteria lainnya yakni
standarisasi, otonomi, dan historisitas.[13]
4.
Penutup
BI merupakan bahasa standar sebagaimana bahasa dunia
lainnya seperti bahasa Inggris, bahasa Arab, dll. Lantas dari penjabaran di
atas pula dapat disimpulkan bahwa BI bukan termasuk dalam pijin, dan bukan pula
kreol, menurut tinjauan sosiologis jenis kreol hanya memiliki vitalitas
saja.[14] Dengan demikian kedua teori tersebut tidak sesuai dengan BI ditinjau dari asal-usul serta historisitas dan perkembangannya.
Daftar Pustaka
Irwandi, Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Persatuan,
http://id.shvoong.com/social- sciences/1898565-bahasa-indonesia-sebagai-bahasa-persatuan, 09.02.2009, 10.43.
Verhaar, J.W.M. Asas-asas Linguistik Umum, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2008. Cet. 6.
Chaer, Abdul, Linguistik Umum, Jakarta:
Rineka Cipta, 2003. Cet. 2.
Chaer,
Abdul, Leonie Agustina, Sosiolinguistik perkenalan Awal, Jakarta: Rineka
Cipta 2004, cet.2.
Todd, Loretto, Pidgins and Creoles, London and
Boston: Routledge & Kegan Paul, 1974.
Kridalaksana, Harimurti, Kamus Linguistik, Jakarta: Gramedia
2008, ed.4, cet.5.
Indonesia, Asbah
Linguist, Variasi Bahasa dan Faktor Penyebabnya, http://asbahlinguist.blogspot.com/2009_03_01_archive.html,
09.02.2009, 10.59
Malik, Abdul, Bahasa Melayu =
Bahasa Indonesia (3), http://issuu.com/bpos/docs/minggu_02_agustus_2009/31,
04.09.2009, 15.17.
Online, Melayu, Kreol, http://melayuonline.com/ind/culture/dig/1352/kreol,
25.09.2009, 07.25.
[1]
Abdul Chaer, Linguistik Umum,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 33.
[2]
J.W.M. Verhaar, Asas-asas
Linguistik Umum, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008), h.3.
[3]
Abdul Chaer, Leonie Agustina, Sosiolinguistik perkenalan Awal, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2004), h. 231.
[4]
Irwandi, Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Persatuan, http://id.shvoong.com/social-sciences/1898565-bahasa-indonesia-sebagai-bahasa-persatuan,
09.02.2009, 10.43.
[5]
Abdul Chaer, Leonie Agustina, Sosiolinguistik perkenalan Awal, h.230.
[6]
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: Gramedia, 2008), h.
195.
[7]
Loreto Todd, Pidgins and Creoles, (London and Boston: Routledge &
Kegan Paul, 1974).h. 2.
[8]
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, h.137.
[9]
Asbah Linguist Indonesia, Variasi Bahasa dan Faktor Penyebabnya, http://asbahlinguist.blogspot.com/2009_03_01_archive.html,
09.02.2009, 10.59
[10]
Melayu Online, Kreol, http://melayuonline.com/ind/culture/dig/1352/kreol,
25.09.2009, 07.25.
[11]
Abdul Chaer, Leonie Agustina, Sosiolinguistik perkenalan Awal, h. 231.
[12]
Abdul Malik, Kolom Budaya: Bahasa
Melayu = Bahasa Indonesia(3), http://issuu.com/bpos/docs/minggu_02_agustus_2009/31,
Batam post, 04.09.2009, 15.17.
[13]
Abdul Chaer, Leonie Agustina, Sosiolinguistik perkenalan Awal, h.
231-233.
[14] FKIP Uninus (Prodi: Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia), Jenis Bahasa Menurut Tinjauan Urutan
Pemerolehan (Mata Kuliah: Sosiolinguistik) http://pbsindonesia.fkip-uninus.org/media.php?module=
detailmateri&id=8, 25.09.2009, 08.22.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar