Oleh: KH. Abd Syukur Syah
Alqur’an membahas etos kerja dalam banyak ayat. Etos kerja seseorang
akan semakin bergairah jika dipahami atas dasar apa yang melandasinya. Ada tiga
hal yang dijelaskan di dalam Al-Qur’an mengenai etos kerja seorang muslim.
1. Kerja adalah ibadah
و ما خلقت الجنّ و الإنس إلاّ ليعبدون
“Dan aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (QS. Adz-dzariyat:56)
2. Kerja adalah amanah
إنّا عرضنا الأمانة على السموات و الأرض والجبال
فأبين أن يحملنها و أشفقن منها و حملها الإنسان إنّه كان ظلوما جهولا
“Sesungguhnya Kami telah
mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan
untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan
Amat bodoh (QS. Al-Ahzab: 72)
3. Kerja adalah rahmah
و إذ تأذّن ربّكم لئن شكرتم لأزيدنّكم و
لئن كفرتم إنّ عذابي لشديد
“Dan (ingatlah juga), tatkala
Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka
Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih" (QS. Ibrahim: 7).
Untuk
mencapai tujuan tersebut dibutuhkan kerja keras, kerja cerdas, dan kerjasama semangat
keikhlasan dan kebersamaan dari semua elemen yang ada.
Kerja dalam kategori ibadah dapat dipahami dengan mengerti apa itu
ibadah. Ibadah dalam pengertian istilah adalah taqarrub ilallah atau mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ibadah
terbagi ke dalam dua: (1) ibadah ‘ammah (umum); dan (2) ibadah khas
(khusus). Ibadah dalam pengertian umum meliputi kehidupan sosial,
ekonomi, politik, seni budaya, dll. Sedangkan ibadah dalam pengertian khusus
ialah yang tata caranya diatur di alam syari’at, di antaranya: puasa, zakat,
shalat, thaharah, haji, dsb. Ibadah umum mempunyai kaidah dasar yakni semua
atau apa saja boleh kecuali yang dilarang. Artinya semua aktivitas yang erkaitan
dengan ibadah, urusan apapun bentuknya
itu hukumnya adalah boleh selama tidak ada nash yang melarangnya. Jadi
semua pekerjaan itu boleh selama tidak ada ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadits
yang melarangnya. Sebaliknya, kaidah yang berlaku di dalam ibadah khas
(khusus) adalah: semuanya dilarang kecuali yang sudah ada perintahnya di dalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Bekerja
harus disertai rasa ikhlas. Ikhlas tidak hanya didasarkan pada niat semata,
namun ada hal lain yang harus melengkapi sebuah niat agar ia bisa dikatakan
ikhlas adalah itqan (tekun) dalam amal dan sikap terhadap hasil. Tidak
cukup dikatakan ikhlas dengan hanya mendasarkan pada niat yang lurus semata.
Niat Lillahi Ta’ala hanya karena Allah. Niat juga bisa dilihat dari
motivasi melakukan ibadah atau pekerjaan karena menganggap itu sebagai beban
ada yang wajib, kebutuhan, rasa syukur, dan terakhir ada juga karena cinta.
Tingkatan terakhir (karena cinta) merupakan landasan terbaik sebuah niat
sehingga ketulusannya benar-benar teruji.
Sebuah niat akan diuji dengan ketekunan niat yang lurus akan gagal
dikatakan ikhlas jika pekerjaan yang dilakukan dengan ‘setengah-setengah’ tidak dengan sepenuh hati. Maka keikhlasan
membutuhkan itqan. Sehingga akan melahirkan sebuah profesionalisme.
Profesionalisme yang diwarnai dengan kerja keras, jujur, terampil, disiplin,
kerjasama, dan penuh rasa tanggung jawab.
Keikhlasan tidak sampai pada tataran profesionalisme kerja saja,
namun keikhlasan masih harus ditentukan dengan sikap dalam menghadapi hasil
yang diperoleh. Dikatakan ikhlas yang sempurna ketika niat sudah lurus dan
bekerja sepenuh hati serta menyikapi hasil yang diperoleh dengan syukur dan
sabar. Ketika ada rasa kagum terhadap pekerjaan yang telah dilakukan,
maka sudah timbul kesombongan dalam diri. Dan itu telah merusak keikhlasan.
Bersyukur terhadap nikmat, lapang dada, rendah hati, berbagi kegembiraan, serta
introspeksi menjadi hal yang diperlukan untuk menyempurnakan keikhlasan ketika
sebuah pekerjaan telah berhasil diselesaikan, tak peduli pekerjaan itu berhasil
dilakukan dengan baik atau gagal. Bersyukur itu tidak ada kata ‘cuma’, misalnya:
“Alhamdulillah naik pangkat tapi ‘cuma’ sebagai asisten”. Jika benar-benar
bersyukur ia akan mantap mengatakan Alhamdulillah tanpa embel-embel kata ‘Cuma’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar