HUBUNGAN SEMANTIK DAN PRAGMATIK
Disusun Oleh: NITA ZAKIYAH M.A, dan HAN YANYAN M.A,
I.
Pendahuluan
Konsep
semantik diperkenalkan pertama kali sekitar abad ke-19, lebih dahulu daripada
pragmatik yang baru dikenal pada abad 20. Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema
yang artinya tanda atau lambang (sign). Kata semantik kemudian
disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang
mempelajari tentang tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya.
Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau
tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi,
gramatika, dan semantik (Chaer, 1994:2). Sebagaimana semantik, konsep pragmatik pun kini memiliki kedudukan yang
sangat penting dalam linguistik, bahkan banyak yang berpendapat bahwa kita
tidak mampu memahami sifat bahasa itu sendiri jika tidak memahami pragmatik,
yaitu bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi.
Menurut Wijana
(1996:1) Semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna satuan
lingual, baik makna leksikal, maupun makna gramatikal. Makna leksikal adalah
makna unit semantik yang terkecil disebut leksem, sedangkan makna gramatikal
adalah makna yang terbentuk dari penggabungan satuan-satuan kebahasaan.
Darmojuwono (2005:114) mengatakan bahwa semantik merupakan bidang linguistik
yang mempelajari makna tanda bahasa, sedangkan yang dimaksud makna tanda bahasa
adalah tanda yang memiliki unsur lambang bunyi dan konsep atau citra mental
dari benda (objek) yang ditandai, misalnya pada kata buku, terdiri atas
unsur lambang bunyi [b-u-k-u], dan konsep atau citra mental benda-benda (objek)
yang dinamakan buku.
Adapun
pragmatik, kajiannya bersangkut paut dengan penggunaan bahasa seperti yang
diungkapkan oleh Thomas, sehingga pragmatik lebih dekat pada performace
(Saussure menyebutnya dengan parole),
tindak berbahasa (nyata) yang didasarkan pada competence dan dipengaruhi
oleh faktor non-lingustik seperti: situasi, topik, partisipan, dll. Thomas (1995:2) mendefinisikan
pragmatik dengan mengunakan sudut pandang sosial dan sudut pandang kognitif. Dari
sudut pandang sosial, Thomas menghubungkan pragmatik dengan makna pembicara (speaker meaning); dan kedua, dengan menggunakan
sudut pandang kognitif. Pragmatik pula dihubungkan dengan interpretasi tuturan
(utterance interpretation).
Menurut Yule
(1998:4) Pragmatics is the study of the relationships between linguistic
forms and the users of those forms, yaitu studi tentang hubungan antara
bentuk-bentuk linguistik serta penggunaan bentuk-bentuk tersebut. Yule juga
memberikan beberapa pengertian tentang pragmatik (1) pragmatik adalah studi
mengenai maksud penutur, (2) pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual,
(3) pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan
daripada yang dituturkan, (4) pragmatik adalah studi mengenai ungkapan dari
jarak hubungan.
Levinson (1983:5-34)
juga mengemukakan beberapa definisi mengenai pragmatik
1.
pragmatik adalah kajian bahasa dan perspektif fungsional,
artinya kajian ini mencoba menjelaskan aspek-aspek struktur linguistik dengan
mengacu ke pengaruh-pengaruh dan sebab-sebab nonlinguistik.
2.
pragmatik adalah kajian mengenai hubungan antara bahasa dengan
konteks yang menjadi dasar dari penjelasan tentang pemahaman bahasa.
3.
pragmatik adalah kajian mengenai deiksis, implikatur,
praanggapan, tindak tutur, dan aspek-aspek struktur wacana
4.
pragmatik adalah kajian mengenai bagaimana bahasa dipakai
untuk berkomunikasi, terutama hubungan antara kalimat dengan konteks dan
situasi pemakaiannya. Dari beberapa definisi tersebut, dapat dipahami bahwa cakupan kajian
pragmatik sangat luas sehingga sering dianggap tumpang tindih dengan kajian
wacana atau kajian sosiolinguistik. Yang jelas disepakati ialah bahwa satuan
kajian pragmatik bukanlah kata atau kalimat, melainkan tindak tutur atau tindak
ujaran (speech act).
II. Hubungan Semantik Dan Pragmatik
Masalah perbedaan
antara ‘bahasa’ (langue) dengan
‘penggunaan bahasa’ (parole) berpusat
pada perselisihan antara semantik dengan pragmatik mengenai garis batas
bidang-bidang ini. Kedua bidang ini
berurusan dengan makna, tetapi perbedaan di antara mereka terletak pada
perbedaan penggunaan verba to mean (berarti):
Contoh:
[1] What
does X mean? (Apa artinya X?)
[2] What
did you mean by X? (Apa maksudmu dengan X?)
Semantik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan yang
melibatkan dua segi (dyadic) yaitu bentuk dan makna, seperti pada contoh
[1], dan pragmatik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan yang melibatkan
tiga segi (triadic), yaitu bentuk, makna, dan konteks, seperti pada
contoh [2].
Di dalam semantik, makna didefinisikan hanya sebagai
ungkapan-ungkapan dalam bahasa tertentu, terpisah dari situasi, penutur dan
petuturnya. Sedangkan dalam pragmatik,
makna memiliki hubungan yang erat dengan situasi, penutur dan unsur lain (Leech, 1993:8). Pragmatik
mengkaji maksud ujaran dengan satuan analisisnya berupa tindak tutur (speech
act). Dengan kata lain, pragmatik lebih
cenderung ke fungsionalisme daripada ke formalisme.
Pragmatik
juga mengkaji maksud ujaran dengan
satuan analisisnya berupa tindak tutur (speech act), Misalnya dalam komunikasi, satu
maksud atau satu fungsi dapat diungkapkan dengan berbagai bentuk atau struktur. Untuk maksud “menyuruh”
orang lain, penutur dapat mengungkapkannya dengan kalimat imperatif, kalimat
deklaratif, atau bahkan dengan kalimat interogatif.
Pragmatik dan semantik adalah dua bidang yang berbeda
namun saling melengkapi (komplementer) dan saling berhubungan. Pemahaman makna
dari dua verba to mean di atas termasuk bidang semantik,
sedangkan penggunaan makna pada kedua contoh tersebut termasuk bidang
pragmatik.
Dari penjelasan di atas dapat
diketahui bahwa semantik dan pragmatik keduanya menelaah makna. Meskipun
demikian telaah makna yang ada pada ranah semantik berbeda dengan telaah makna
yang ada pada ranah pragmatik. Semantik menelaah makna-makna satuan lingual,
dan mempelajari makna secara internal atau makna yang bebas konteks (context
independent), sedangkan pragmatik mempelajari makna secara eksternal
yaitu makna yang terikat konteks (context dependent) (Wijana, 1996:2). Kata ‘bagus’ secara internal
bermakna ‘baik’ atau ‘tidak buruk’ seperti pada kalimat berikut: “prestasi
kerjanya yang bagus membuat ia dapat diangkat untuk masa jabatan yang kedua”.
Namun secara eksternal, jika ditinjau
dari penggunaannya, kata ‘bagus’ tidak selalu bermakna ‘baik’
atau ‘tidak buruk’, seperti pada contoh berikut:
Ayah : Bagaimana
ujian matematikamu?
Anton : Wah, hanya dapat 45, pak.
Ayah : Bagus,
besok jangan belajar. Nonton terus saja.
Kata ‘bagus’ di atas tidak bermakna sebagaimana
mestinya (baik atau tidak buruk). Sehubungan dengan konteks dalam contoh di
atas, kata ‘bagus’ digunakan untuk menyindir.
Menurut
Peccei (1998), semantik menekankan pada makna yang berasal dari pengetahuan
linguistik secara murni, sedangkan pragmatik menekankan pada aspek-aspek makna
yang tidak dapat diramalkan dengan pengetahuan linguistik dan mempertimbangkan
pengetahuan tentang dunia fisik dan sosial. Mengenai perbedaan antara semantik
dan pragmatik, Leech (1983) berpendapat bahwa (1) semantik mengkaji makna (sense)
kalimat yang bersifat abstrak dan logis, sedangkan pragmatik mengkaji hubungan
antara makna ujaran dan daya (force) pragmatiknya; dan (2) semantik
terikat pada kaidah (rule-governed), sedangkan pragmatik terikat pada
prinsip (principle-governed). Tentang perbedaan yang pertama, meskipun
makna dan daya adalah dua hal yang berbeda, keduanya tidak dapat benar-benar
dipisahkan, sebab daya mencakup juga makna. Dengan kata lain, semantik mengkaji
makna linguistik, sedangkan pragmatik mengkaji makna ujaran yang
terkomunikasikan atau dikomunikasikan. Selanjutnya, kaidah
berbeda dengan prinsip berdasarkan sifatnya. Kaidah bersifat deskriptif,
absolut atau bersifat mutlak, dan memiliki batasan yang jelas dengan kaidah
lainnya, sedangkan prinsip bersifat normatif atau dapat diaplikasikan secara
relatif, dapat bertentangan dengan prinsip lain, dan memiliki batasan yang bersinggungan
dengan prinsip lain.
Leech (1993: 9) menguraikan
bahwa selama ini terdapat pandangan terhadap hubungan semantik dan pragmatik.
Pertama semantisisme, yang menganggap bahwa penggunaan makna seperti contoh [1]
dan [2] (pada verba to mean -hal. 3- ) termasuk bidang semantik,
berarti mereka lebih banyak memasukkan studi makna ke dalam semantik daripada
pragmatik; kedua pragmatisme, ialah
lebih banyak memasukkan studi makna dalam pragmatik daripada semantik; ketiga
komplementerisme, memiliki pandangan bahwa semantik dan pragmatik berbeda
tetapi saling melengkapi (komplementer) dan saling berhubungan. Dari analisis
semantik dan pragmatik dalam makalah ini, terdapat bahwa hubungan semantik dan
pragmatik ialah saling melengkapi, karena dalam komunikasi sehari-hari,
pembahasan makna secara semantik belum cukup untuk memahami maksud penutur yang
sebenarnya, jadi diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai makna secara
pragmatik. Sebaliknya, pragmatik mengkaji makna yang terkait dengan konteks
dengan berdasarkan makna yang dikaji oleh semantik, yaitu linguistic meaning.
III.
Kesimpulan
Sematik merupakan displin ilmu bahasa
yang mengkaji makna satuan lingual, baik makna leksikal maupun makna gramatikal,
sedangkan pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur
bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam
komunikasi.
Semantik
dan pragmatik keduanya mengkaji makna, namun makna yang menjadi kajian semantik adalah
makna linguistik (linguistic meaning) yang bebas konteks, sedangkan makna yang dikaji oleh pragmatik adalah maksud penutur (speaker meaning) yang terkait
dengan konteks. Dengan kata lain, semantik mempelajari makna secara internal, yaitu makna literal dan terpisah dari situasi, penutur dan petuturnya. Akan
tetapi, pragmatik mempelajari makna secara eksternal, yaitu berhubungan
langsung dengan penutur atau pemakai bahasa. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa antara Semantik dan pragmatik memiliki hubungan yang saling melengkapi
(komplementer).
Semantik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan yang
melibatkan dua segi (dyadic) mencakup bentuk dan makna, sedangkan
pragmatik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan yang melibatkan tiga segi
(triadic) yang mencakup bentuk, makna, dan konteks.
Daftar
Pustaka
Leech, Geoffrey. 1983. Principles Of Pragmatics. Harmondsworth: Penguin.
Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-Prinsip
Pragmatik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Chaer,
Abdul. 1994. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Ullman, Stephen.
2009. Pengantar Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wijana, I Dewa
Putu. 1996. Dasar – Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Yule, George. 1998.
Pragmatics. Oxford: Oxford University Press.
Levinson, Stephen
C. 1983. Pragmatics. Australia: Cambridge University Press.
Peccei, Jean
Stilwell. 1998. Pragmatics. London: Routledge.
Darmojuwono, Setiawati. 2005. Semantik
( Pesona Bahasa). Jakarta: Gramedia.
Thomans, Jenny. 1995. Meaning
in Interaction: An Introduction to Pragmatics. New York: Longman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar