PENDAHULUAN
Civic Education pada suatu
sisi identik dengan pendidikan kewarganegaraan secara substantive tidak saja
mendidik generasi muda menjadi warga Negara yang cerdas dan sadar akan hak dan
kewajibannya dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang merupakan
penekanan dalam istilah pendidikan kewarganegaraan, melainkan juga membangun
kesiapan warga Negara menjadi warga dunia (global society). Untuk
menciptakan warga Negara Indonesia menjadi warga dunia hal mendasar yang diperlukan
terlebih dahulu sendi – sendi kokoh demi terbentuknya suatu Negara yang kuat yaitu
suatu konstitusi.
Eksistensi konstitusi dalam
kehidupan ketatanegaraan suatu Negara merupakan hal yang sangat krusial, karena
tanpa konstitusi bisa jadi tidak akan
terbentuk suatu Negara. Dalam lintasan sejarah hingga awal abad ke-21 ini,
hampir tidak ada Negara yang tidak memiliki konstitusi. Hal ini menunjukkan
betapa urgennya konstitusi sebagai suatu perangkat negara. Konstitusi dan
Negara ibarat dua sisi mata uang yang satu sama lain tidak terpisahkan.
BAB I
KONSTITUSI
PENGERTIAN KONSTITUSI
Kata konstitusi secara literal
berasal dari bahasa Prancis constituir,yang berarti membentuk. Dalam
konteks ketatanegaraan, konstitusi dimaksudkan dengan pembentukan suatu negara
atau menyusun dan menyatakan sebuah negara. Konstitusi juga bias berarti
peraturan dasar (awal) mangenai pembentukan suatu negara.
Dalam bahasa Belanda, istilah
konstitusi dikenal dengan istilah grondwet, yang berarti undang-undang
dasar (ground=dasar, wet=undang-undang). Di Jerman istilah
konstitusi juga dikenal dengan istilah grundgesetz, yang berarti undang-undang
dasar (grund=dasar dan gesetz=undang-undang).
Istilah konstitusi menurut Chairul
Anwar adalah fundamental laws tentang pemerintahan suatu negara dan
nilai-nilai fundamentalnya. Sementara menurut Sri Soemantri, konstitusi berarti
suatu naskah yang memuat suatu bangunan negara dan sendi-sendi sistem
pemerintahan negara. Dari dua pengertian bisa dikatakan bahwa konstitusi memuat
aturan-aturan pokok (fundamental) mengenai sendi-sendi yang diperlukan untuk berdirinya
suatu negara.
E.C.S.
Wade mengatakan bahwa yang dimaksud dengan konstitusi adalah “a document
having a special legal sanctity which sets out the frame work and the principal
functions of the organs of government of a state and declares then priciples governing
the operation of those organs” (naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas
pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok cara
kerja badan tersebut).
Dalam terminology fiqh siyasah,
istilah konstitusi dikenal dengan dustur, yang pada mulanya diartikan
dengan seseorag yang memiliki otoritas, baik dalam bidang politik maupun agama.
Dustur dalam konteks konstitusi berarti kumpulan kaidah yang mengatur
dasar dan hubungan kerjasama antar sesama anggota masyarakat dalam sebuah
negara, baik yang tidak tertulis (konvensi) maupun yang tertulis (konstitusi).
Dari berbagai pengertian konstitusi
di atas, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan konstitusi adalah sejumlah
aturan-aturan dasar dan ketentuan-ketentuan hukum yang dibantuk untuk mengatur
fungsi dan struktur lembaga pemerintahan termasuk dasar hubungan kerjasama
antar negara dan masyarakat (rakyat) dalam konteks kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dalam praktiknya, konstitusi ini terbagi ke dalam 2 (dua) bagian,
yakni yang tertulis atau dikenal dengan undang-undang dasar dan yang tidak
tertulis, atau dikenal juga dengan konvensi.
Dalam perkembangannya, ada beberapa
pendapat yang membedakan antara konstitusi dengan undang-undang dasar. Seperti
yang dikemukakan oleh Herman Heler. Ia mengatakan bahwa konstitusi lebih luas
dari pada undang-undang dasar. Konstitusi tidak hanya bersifat yuridis
melainkan juga bersifat sosiologis dan politis. Sedangkan undang-undang dasar
hanya merupakan sebagian dari pengertian konstitusi, yakni die geschreiben
verfassung atau konstitusi yang tertulis (Malian, 2001:14).[1]
Pendapat yang sama di kemukakan oleh
F. lassale yang dikutip oleh Abubakar Busro. Ia membagi pengertian konstitusi
kedalam dua (2) pengertian, yaitu :
1.
Pengertian sosiologis dan politis
(sosiologiche atau politische begrip). Konstitusi merupakan shintese
faktor kekuatan yang nyata (dereele machtsfactoren) dalam masyarakat.
Jadi konstitusi menggambarkan hubungan antara kekuasaan yang terdapat dengan
nyata dalam suatu negara.
2.
Pengertian yuridis (yuridische
begrip). Konstitusi adalah suatu naskah yang memuat semua bangunan negara
dan sendi-sendi pemerintahan.
Berbeda halnya dengan pendapat yang dikemukakan oleh CF.Strong dan James
Bryce. Keduanya menyamakan konstitusi dengan undang-undang dasar. Bagi mereka
yang terpenting adalah isi atau substansi materi dari konstitusi itu sendiri.
Konstitusi menurut mereka adalah “a frame of political society, organized
through and by law, that is to say on in which law has established permanent
institutions with recognized functions and definite right”.
BAB II
TUJUAN KONSTITUSI
Kostitusi sebagaimana disebutkan merupakan aturan-aturan dasar yang
dibentuk dalam mengatur hubungan antar negara dan warga negara. Lebih jelas,
Sovernin Lohman menjelaskan bahwa dalam konstitusi hatus memuat unsur-unsur
sebagai berikut:
1.
Konstitusi dipandang sebagai
parwujudan perjanjian masyarakat (kontrak sosial) artinya bahwa konstitusi
merupakan konklusi dari kesepakatan masyarakat untuk membina negara dan
pamarintahan yang akan mengatur mereka.
2.
Konstitusi sebagai piagam yang menjamin
hak-hak asasi menusia dan warga negara sekaligus penentuan batas-batas hak dan
kewajiban warga negara dan alat-alat pemerintahannya.
3.
Konstitusi sebagai forma regimenis
yaitu kerangka bangunan pamarintahan (Solly Lubis, 1982:48).[2]
Pada prinsipnya, adanya konstitusi memiliki tujuan untuk membtasi
kewenangan pemerintah dalam menjamin hak-hak yang diperintah dan merumuskan
pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Secara spesifik CF. Strong memberikan batasan
tentang tujuan konstitusi sebagaimana dikutip Thaib sebagai berikut: are to
limit the arbitrary action of the government, to quarantee the right of the
governed, and to define the operation of the sofeirgn power (Thaba, 2001:27).
Pendapat yang hampir sama di kemukakan oleh Louwenstein. Ia mengatakan bahwa
konstitusi merupakan sarana dasar untuk mengawasi proses-proses kekuasaan.
Tujuan-tujuan adanya konstitusi tersebut, secara ringkas dapat
diklasifikasikan menjadi tiga tujuan, yaitu:
1.
Konstitusi bertujuan untuk
memberikan pembatasan sekaligus pengawasan terhadap kekuasaan politik.
2.
Konstitusi bertujuan untuk
melepaskan kontrol kekuasaan dari penguasa sendiri.
3.
Konstitusi bertujuan memberikan
batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa dalam menjalankan kekuasaannya.
BAB III
PENTINGNYA KONSTITUSI DALAM SUATU
NEGARA
Dalam
konteks pentingnya konstitusi sebagai pemberi batas kekuasaan tersebut,
Kusnardi menjelaskan bahwa konstitusi dilihat dari fungsinya terbagi ke dalam
dua (2) bagian, yakni membagi kekuasaan dalam Negara, dan membatasi kekuasaan
pemerintah atau penguasa dalam Negara.
Selain sebagai pembatas kekuasaan,
konstitusi juga digunakan sebagai alat untuk menjamin hak-hak warga Negara.
Hak-hak tersebut mencakup hak-hak asasi, seperti hak untuk hidup, kesejahteraan
hidup dan kebebasan.
Mengingat pentingnya konstitusi
dalam suatu Negara ini, Struycken dalam bukunya “Het staatsrecth van Het
Koninkrijk der Nederlander” menyatakan bahwa Undang-undang Dasar sebagai
konstitusi tertulis merupakan dokumen formal yang berisikan:
1.
Hasil perjuangan politik bangsa di
waktu yang lampau.
2.
Tingkat-tingkat tertinggi
perkembangan ketatanegaraan bangsa.
3.
Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang
hendak diwujudkan baik untuk waktu sekarang maupun untuk waktu yang akan
dating.
4.
Suatu keinginan, dimana
perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.
Dari beberapa pakar yang menjelaskan mengenai urgensi konstitusi dalam
sebuah Negara, maka secara umum dapat dikatakan bahwa eksistensi konstitusi
dalam suatu Negara merupakan suatu keniscayaan, karena dengan adanya konstitusi
akan tercipta pembatasan kekuasaan melalui pembagian wewenang dan kekuasaan
dalam menjalankan Negara. Selain itu, adanya konstitusi juga menjadi suatu hal
yang sangat penting untuk menjamin hak-hak asasi warga Negara, sehingga tidak
terjadi penindasan dan perlakuan sewenang-wenang dari pemerintah.
BAB IV
KONSTITUSI DEMOKRATIS
Sebagaimana dijelaskan di awal,
bahwa konstitusi merupakan aturan-aturan dasar yang dibentuk untuk mengatur
dasar hubungan kerjasama antar Negara dan masyarakat (rakyat) dalam konteks
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Jika konstitusi dipahami sebagai
pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka konstitusi
memilikimkaitan yang cukup erat dengan penyelenggaraan pemerintahan dalam
sebuah Negara. Konstitusi merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang
demokratis bagi seluruh warga Negara. Dengan kata lain, Negara yang memilih
demokrasi sebagai pilihannya, maka konstitusi demokratis merupakan aturan yang
dapat menjamin terwujudnya demokrasi di Negara tersebut sehingga melahirkan
kekuasaan atau pemerintahan yang demokratis pula. Secara umum, konstitusi yang
dapat dikatakan demokratis mengandung prinsip-prinsip dasar demokrasi dalam
kehidupan bernegara, yaitu:
1. Menempatkan
warga negara sebagai sumber utama kedaulatan.
2. Mayoritas
berkuasa dan terjaminnya hak minoritas.
3. Pembatasan
pemerintahan.
4. Pembatasan dan
pemisahan kekuasaan Negara yang meliputi:
·
Pemisahan wewenang
kekuasaan berdasarkan trias politika.
·
Kontrol dan keseimbangan
lembaga-lembaga pemerintahan.
·
Proses hokum; dan
·
Adanya pemilihan umum
sebagai mekanisme peralihan kekuasaan.
Prinsip-prinsip konstitusi demokratis ini merupakan refleksi dari
nilai-nilai dasar yang terkandung dalam hak asasi manusia yang meliputi:
1.
Hak-hak dasar (basic rights).
2.
Kebebasan mengeluarkan pendapat.
3.
Hak-hak individu.
4.
Keadilan
5.
Persamaan.
6.
Keterbukaan.
BAB V
SEJARAH LAHIRNYA KONSTITUSI DI
INDONESIA
Dalam sejarahnya, Undang-undang
Dasar 1945 dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni 1945 oleh Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdakaan Indonesia(BPUPKI) atau dalam
bahasa Jepang dikenal dengan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai yang
beranggotakan 21 orang, diketuai Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil
ketua dengan 19 orang enggota yang terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa, 3
orang dari Sumatra dan masing-masing 1 wakil dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda
kecil. Badan tersebut (BPUPKI) ditetapkan berdasarkan Maklumat Gunseikan Nomor2
bersamaan dengan ulang tahun Tenno Heika pada 29 April 1945 (Maliana,
2001: 59).[3]
Badan ini kemudian menetapkan tim
khusus yang bertugas menyusun konstitusi bagi Indonesia merdeka yang kemudian
dikenal dengan nama Undang-undang Dasar 1945 (UUD’45). Para tokoh perumus itu
antara lain dr. Radjiman Widioningrat, Ki Bagus Hadikoesoemo, Oto
Iskandardinata, Pangeran Purboyo, Pangeran soerjohamidjojo, Soetarjo,
Kartohamidjojo, Prop. Dr. Mr. Soepomo, Abdul Kadir, Drs. Yap Tjwan Bing, Dr.
Mohammad Amir (Sumatra), Mr. Abdul Abbas (Sumatra), Dr. Ratulangi, Andi
Pangeran (keduanya dari Sulawesi), Mr. Latutarhary, Mr. Pudja,(Bali), A.H.
Hamid (Kalimantan), R.P. Soeroso, Abdul Wahid Hasyim dan Mr, Mohammad Hassan
(Sumatra).
Latar belakang terbentuknya
konstitusi (UUD 1945) bermula dari Jepang untuk memberikan kemerdekaan bagi
bangsa Indonmesia dikemudian hari. Janji tersebut antara lain berisi “sejak
dari dahulu, sebelum secah belah peperangan Asia Timur Raya, Dai Nippon sudah
mulai berusaha membebaskan bangsa Indonesia dari kekuasaan pamarintah Hindi
Belanda. Tentara Nippon serentak menggerakkan angkatan perangnya, baik di
darat, laut, maupun udara, untuk mengakhiri kekuasaan penjajahan Belanda”.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 atau
sehari setelah ikrar kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) mengadakan sidangnya yang pertama kali dan menghasilkan beberapa
keputusan sebagai berikut:
1.
Menetapkan dan mengesahkan
pembukaan UUD 1945 yang bahannya di ambil dari Rancangan Undang-undang yang
disusun oleh panitia perumus pada tanggal 22 Juni 1945.
2.
Menetapkan dan mengesahkan UUD
1945 yang bahannya hamper seluruhnya diambil dari RUU yang disusun oleh Panitia
Perancang UUD tanggal 16 Juni 1945.
3.
Memilih ketua persiapan
Kemerdekaan Indonesia Ir. Soekarno sebagai Presiden dan wakil ketua Drs.
Muhammad Hatta sebagai wakil Presiden.
4.
Pekerjaan Presiden untuk sementara
waktu di Bantu oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang kemudian
menjadi Komite Nasional.
Dengan terpilihnya Presiden dan wakilnya atas dasar Undang-Undang Dasar
1945 itu, maka secara formal Indonesia sempurna sebagai sebuah Negara, sebab
syarat yang lazim diperlukan oleh setiap Negara telah ada yaitu adanya:
1.
Rakyat, yaitu bangsa Indonesia
2.
Wilayah, yaitu tanah air Indonesia
yang terbentang dari Sabang hingga Merauke yang terdiri dari 13.500 pulau besar
dan kecil.
3.
kedaulatan, yaitu sjak mengucap
proklamasi kemerdekaan Indonesia.
4.
Pemeritah, yaitu sejak terpilihnya
Presiden dan wakilnya sebagai pucuk pimpinan pamerintahan Negara.
5.
Tujuan Negara yaitu mewujudkan
masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila.
6.
Bentuk Negara yaitu Negara
kesatuan.
BAB VI
PERUBAHAN KONSTITUSI DI INDONESIA
Jika diamati, dalam UUD 1945
menyediaka satu pasal yang berkenaan dengan cara perubaha UUD, yaitu pasal 37
yang menyebutkan :
(1). Untuk mengubah UUD sekurang-kurangnya 2/3 dari
pada jumlah anggota MPR yang harus hadir
(2). Putusan diambil dengan persetujuan
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir
Pasal 37 tersebut mengandung 3
(tiga) norma, yaitu :
1.
Bahwa wewenang untuk mengubah UUD
ada pada MPR sebagai lembaga tertinggi Negara
2.
Bahwa untuk mengubah UUD, kuorum
yang harus dipenuhi sekurang-kurangnya adalah 2/3 dari seluruh anggota MPR.
3.
Bahwa putusan tentang perubahan
UUD adalah sah apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari anggota MPR
yang hadir.
UUD 1945 pasal 37 ini, jika dihadapkan pada klasifikasi yang disampaikan
oleh KC.Wheare, merupakan bentuk konstitusi “tegar”, karena selain tata cara
perubahannya yang tergolong sulit, juga karena dibutuhkannya suatu prosedur
khusus yakni dengan cara by the people throught a referendum. Kesulitan
perubahan tersebut tampak semakin jelas didalam praktik ketatanegaraan
Indonesia, dengan diberlakukannya ketetapan MPR No. IV/MPR/1983 UU No. 5 tahun
1985 yang mengatur tentang referendum.
Akan tetapi, kesulitan perubahan konstitusi tersebut, menurut KC. Wheare,
memiliki motif-motif tersendiri, yaitu :
1.
Agar perubahan konstitusi
dilakukan dengan pertimbangan yang masak, tidak secara serampangan dan dengan
sadar (dikehendaki).
2.
Agar rakyat mendapat kesempatan
untuk menyampaikan pandanganya sebelum perubahan dimulai.
3.
Agar -dan ini berlaku di Negara
serikat- kekuasaan Negara serikat dan kekuasaan Negara-negara bagian tidak
diubah semata-mata oleh prbuatan-perbuatan masing-masing pihak secara
tersendiri.
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, konstitusi atau UUD 1945 yang
dibrlakukan di Indonesia, telah mengalami perubahan-perubahan dan masa
berlakunya sejak diproklamirkannya kemerdekaan Negara Indonesia, yakni dengan
rincian sebagai berikut :
1.
UUD 1945 (18 Agustus 1945- 27
Desember 1949)
2.
konstitusi republik Indonesia
serikat (27 Desember 1949- 17 Agustus 1950)
3.
UUD sementara RI (17 Agustus 1950-
5 Juli 1959)
4.
UUD 1945 (5 Juli 1959- 19 Oktober
1999)
5.
UUD 1945 dan Perubahan I (19
Oktober 1999- 18 Agustus 2000)
6.
UUD 1945 dan Perubahan I dan II
(18 Agustus 2000- 9 November 2001)
7.
UUD 1945 dan Perubahan I, II dan
III (9 November 2001- 10 Agustus 2002)
8.
UUD 1945 dan Perubahn I, II, III
dan IV (10 Agustus 2002)
BAB VII
PERUBAHAN KONSTITUSI DI BEBERAPA
NEGARA
Perubahn konstitusi merupakan keharusan dalam system ketatanegaraan suatu
Negara, karena bagaimanapun konsititusi haruslah sesuai dengan realitas kondisi
bangsa dan warga negaranya. Berikut beberapa contoh amandemen di beberapa
Negara, antara lain :
1.
AMERIKA SERIKAT
Sementara itu, dalam melakukan perubahan konstitusi, Amerika telah banyak
melakukan perubahan (amandemen) dengan memunculkan beberapa syarat, yaitu :
·
2/3 dari badan perwakilan
rakyat Negara-negara bagian dapat mengajukan usul agar dijadikan perubahan
terhadap konstitusi Amerika Serikat
·
Untuk keperluan perubahan
konstitusi tersebut dewan perwakilan rakyat federal harus memanggil siding konvensi.
·
Konvensi inilah yang
malaksanakan wewenang merubah konstitusi.
2.
UNI SOVIET
Pada pasal 146 konstitusi stalin menyatakan :
·
Apabila ada rencana untuk
mengubah konstitusi, maka harus dibentuk panitia konstitusi oleh Soviet
tertinggi.
·
Panitia tertinggi ini harus
selalu diketuai oleh tokoh serta orang terkuat Partai Komunis Uni Soviet.
·
Rancangan perubahan baru
yang disusun oleh panitia kostittusi itu dilaporkan kepada presidium Soviet
tertinggi untuk disetujui atau ditolak.
·
Apabila rancangan itu telah
diterima, maka kemudian diumumkan kepada rakyat Soviet untuk didiskusikan.
·
Setelah didiskusikan,
rakyat melalui organisasi masyarakatnya dapat mengajukan usul-usul perubahan.
·
Usul perubahan selanjutnya
disampaikan kepada panitia kuonstitusi, yang kemudian –apabila dianggap
penting- dapat dipergunakan untuk menyempurnakan rancangan tersebut.
·
Rancangan tersebut telah
disempurnakan kemudian dilaporkan kepada Soviet tertinggi untuk ditetapkan
sebagai bagian konstitusi RSUS.
3.
BELANDA
Perubahan konstitusi kerajaan Belanda terjadi beberapa kali yaitu pada
tahun 1814, 1848, dan 1972. Keputusan tentang perubahan atau penambahan adalah
sah apabila disetujui oleh sejumlah suara yang sama dengan 2/3 dari yang hadir,
akan tetapi dalam Grondwet (undang-undang dasar) Belanda tahun 1815
prosedur diatas diperberat, yaitu memenuhi kuorum yakni sekurang-kurangnya ½
dari anggota sidang staten general di tambah satu (UU 1814 pasal 144).
Dengan demikian perubahan undang-undang dasar adalah sah apabila dihadiri oleh
sekurang-kurangnya ½ jumlah anggota staten general yang telah dijadikan
dua kali lipat ditambah satu.
Kesimpulan
Konstitusi merupakan sejumlah
aturan-aturan dasar dan
ketentuan-ketentuan hukum yang dibentuk untuk mengatur fungsi dan struktur
lembaga pemerintahan termasuk dasar hubungan kerjasama antara Negara dan
masyarakat (rakyat) dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu dapat dirumuskan bahwa tujuan
konstitusi adalah:
-
memberikan pembatasan sekaligus
pengawasan terhadap kekuasaan politik.
-
Melepaskan control kekuasaan dari
penguasa sendiri
-
Memberikan batasan-batasan
ketetapan bagi para penguasa dalam menjalankan kekuasaannya.
Didalam Negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi
konstitusional. Undang-undang dasar mempunyai fungsi yang khas yaitu membatasi
kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak
bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian di harapkan hak-hak warga Negara akan
lebih terlindungi. Demikianlah arti penting konstitusi bagi Negara .
Daftar Pustaka
Tim ICCE UIN Jakarta. Pendidikan Kewarganegaraan
(Civic Education), Demokrasi, Hak
Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada Media, 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar