Minggu, 10 Maret 2013

Civic Education


PENDAHULUAN
            Civic Education pada suatu sisi identik dengan pendidikan kewarganegaraan secara substantive tidak saja mendidik generasi muda menjadi warga Negara yang cerdas dan sadar akan hak dan kewajibannya dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang merupakan penekanan dalam istilah pendidikan kewarganegaraan, melainkan juga membangun kesiapan warga Negara menjadi warga dunia (global society). Untuk menciptakan warga Negara Indonesia menjadi warga dunia hal mendasar yang diperlukan terlebih dahulu sendi – sendi kokoh demi terbentuknya suatu Negara yang kuat yaitu suatu konstitusi.
            Eksistensi konstitusi dalam kehidupan ketatanegaraan suatu Negara merupakan hal yang sangat krusial, karena tanpa konstitusi  bisa jadi tidak akan terbentuk suatu Negara. Dalam lintasan sejarah hingga awal abad ke-21 ini, hampir tidak ada Negara yang tidak memiliki konstitusi. Hal ini menunjukkan betapa urgennya konstitusi sebagai suatu perangkat negara. Konstitusi dan Negara ibarat dua sisi mata uang yang satu sama lain tidak terpisahkan.











BAB I
KONSTITUSI

PENGERTIAN KONSTITUSI

            Kata konstitusi secara literal berasal dari bahasa Prancis constituir,yang berarti membentuk. Dalam konteks ketatanegaraan, konstitusi dimaksudkan dengan pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan sebuah negara. Konstitusi juga bias berarti peraturan dasar (awal) mangenai pembentukan suatu negara.
            Dalam bahasa Belanda, istilah konstitusi dikenal dengan istilah grondwet, yang berarti undang-undang dasar (ground=dasar, wet=undang-undang). Di Jerman istilah konstitusi juga dikenal dengan istilah grundgesetz, yang berarti undang-undang dasar (grund=dasar dan gesetz=undang-undang).
            Istilah konstitusi menurut Chairul Anwar adalah fundamental laws tentang pemerintahan suatu negara dan nilai-nilai fundamentalnya. Sementara menurut Sri Soemantri, konstitusi berarti suatu naskah yang memuat suatu bangunan negara dan sendi-sendi sistem pemerintahan negara. Dari dua pengertian bisa dikatakan bahwa konstitusi memuat aturan-aturan pokok (fundamental) mengenai sendi-sendi yang diperlukan untuk berdirinya suatu negara.
            E.C.S. Wade mengatakan bahwa yang dimaksud dengan konstitusi adalah “a document having a special legal sanctity which sets out the frame work and the principal functions of the organs of government of a state and declares then priciples governing the operation of those organs”  (naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok cara kerja badan tersebut).
            Dalam terminology fiqh siyasah, istilah konstitusi dikenal dengan dustur, yang pada mulanya diartikan dengan seseorag yang memiliki otoritas, baik dalam bidang politik maupun agama. Dustur dalam konteks konstitusi berarti kumpulan kaidah yang mengatur dasar dan hubungan kerjasama antar sesama anggota masyarakat dalam sebuah negara, baik yang tidak tertulis (konvensi) maupun yang tertulis (konstitusi).  
            Dari berbagai pengertian konstitusi di atas, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan konstitusi adalah sejumlah aturan-aturan dasar dan ketentuan-ketentuan hukum yang dibantuk untuk mengatur fungsi dan struktur lembaga pemerintahan termasuk dasar hubungan kerjasama antar negara dan masyarakat (rakyat) dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam praktiknya, konstitusi ini terbagi ke dalam 2 (dua) bagian, yakni yang tertulis atau dikenal dengan undang-undang dasar dan yang tidak tertulis, atau dikenal juga dengan konvensi.
            Dalam perkembangannya, ada beberapa pendapat yang membedakan antara konstitusi dengan undang-undang dasar. Seperti yang dikemukakan oleh Herman Heler. Ia mengatakan bahwa konstitusi lebih luas dari pada undang-undang dasar. Konstitusi tidak hanya bersifat yuridis melainkan juga bersifat sosiologis dan politis. Sedangkan undang-undang dasar hanya merupakan sebagian dari pengertian konstitusi, yakni die geschreiben verfassung atau konstitusi yang tertulis (Malian, 2001:14).[1]

            Pendapat yang sama di kemukakan oleh F. lassale yang dikutip oleh Abubakar Busro. Ia membagi pengertian konstitusi kedalam dua (2) pengertian, yaitu :
1.       Pengertian sosiologis dan politis (sosiologiche atau politische begrip). Konstitusi merupakan shintese faktor kekuatan yang nyata (dereele machtsfactoren) dalam masyarakat. Jadi konstitusi menggambarkan hubungan antara kekuasaan yang terdapat dengan nyata dalam suatu negara.
2.       Pengertian yuridis (yuridische begrip). Konstitusi adalah suatu naskah yang memuat semua bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan.
Berbeda halnya dengan pendapat yang dikemukakan oleh CF.Strong dan James Bryce. Keduanya menyamakan konstitusi dengan undang-undang dasar. Bagi mereka yang terpenting adalah isi atau substansi materi dari konstitusi itu sendiri. Konstitusi menurut mereka adalah “a frame of political society, organized through and by law, that is to say on in which law has established permanent institutions with recognized functions and definite right”.

BAB II
TUJUAN KONSTITUSI

Kostitusi sebagaimana disebutkan merupakan aturan-aturan dasar yang dibentuk dalam mengatur hubungan antar negara dan warga negara. Lebih jelas, Sovernin Lohman menjelaskan bahwa dalam konstitusi hatus memuat unsur-unsur sebagai berikut:
1.       Konstitusi dipandang sebagai parwujudan perjanjian masyarakat (kontrak sosial) artinya bahwa konstitusi merupakan konklusi dari kesepakatan masyarakat untuk membina negara dan pamarintahan yang akan mengatur mereka.
2.       Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi menusia dan warga negara sekaligus penentuan batas-batas hak dan kewajiban warga negara dan alat-alat pemerintahannya.
3.       Konstitusi sebagai forma regimenis yaitu kerangka bangunan pamarintahan (Solly Lubis, 1982:48).[2]
Pada prinsipnya, adanya konstitusi memiliki tujuan untuk membtasi kewenangan pemerintah dalam menjamin hak-hak yang diperintah dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Secara spesifik CF. Strong memberikan batasan tentang tujuan konstitusi sebagaimana dikutip Thaib sebagai berikut: are to limit the arbitrary action of the government, to quarantee the right of the governed, and to define the operation of the sofeirgn power (Thaba, 2001:27). Pendapat yang hampir sama di kemukakan oleh Louwenstein. Ia mengatakan bahwa konstitusi merupakan sarana dasar untuk mengawasi proses-proses kekuasaan.
Tujuan-tujuan adanya konstitusi tersebut, secara ringkas dapat diklasifikasikan menjadi tiga tujuan, yaitu:
1.       Konstitusi bertujuan untuk memberikan pembatasan sekaligus pengawasan terhadap kekuasaan politik.
2.       Konstitusi bertujuan untuk melepaskan kontrol kekuasaan dari penguasa sendiri.
3.       Konstitusi bertujuan memberikan batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa dalam menjalankan kekuasaannya.

BAB III
PENTINGNYA KONSTITUSI DALAM SUATU NEGARA

          Dalam konteks pentingnya konstitusi sebagai pemberi batas kekuasaan tersebut, Kusnardi menjelaskan bahwa konstitusi dilihat dari fungsinya terbagi ke dalam dua (2) bagian, yakni membagi kekuasaan dalam Negara, dan membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam Negara.
            Selain sebagai pembatas kekuasaan, konstitusi juga digunakan sebagai alat untuk menjamin hak-hak warga Negara. Hak-hak tersebut mencakup hak-hak asasi, seperti hak untuk hidup, kesejahteraan hidup dan kebebasan.
            Mengingat pentingnya konstitusi dalam suatu Negara ini, Struycken dalam bukunya “Het staatsrecth van Het Koninkrijk der Nederlander” menyatakan bahwa Undang-undang Dasar sebagai konstitusi tertulis merupakan dokumen formal yang berisikan:
1.      Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau.
2.      Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.
3.      Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan baik untuk waktu sekarang maupun untuk waktu yang akan dating.
4.      Suatu keinginan, dimana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.
Dari beberapa pakar yang menjelaskan mengenai urgensi konstitusi dalam sebuah Negara, maka secara umum dapat dikatakan bahwa eksistensi konstitusi dalam suatu Negara merupakan suatu keniscayaan, karena dengan adanya konstitusi akan tercipta pembatasan kekuasaan melalui pembagian wewenang dan kekuasaan dalam menjalankan Negara. Selain itu, adanya konstitusi juga menjadi suatu hal yang sangat penting untuk menjamin hak-hak asasi warga Negara, sehingga tidak terjadi penindasan dan perlakuan sewenang-wenang dari pemerintah.

BAB IV
KONSTITUSI DEMOKRATIS

            Sebagaimana dijelaskan di awal, bahwa konstitusi merupakan aturan-aturan dasar yang dibentuk untuk mengatur dasar hubungan kerjasama antar Negara dan masyarakat (rakyat) dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.
            Jika konstitusi dipahami sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka konstitusi memilikimkaitan yang cukup erat dengan penyelenggaraan pemerintahan dalam sebuah Negara. Konstitusi merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh warga Negara. Dengan kata lain, Negara yang memilih demokrasi sebagai pilihannya, maka konstitusi demokratis merupakan aturan yang dapat menjamin terwujudnya demokrasi di Negara tersebut sehingga melahirkan kekuasaan atau pemerintahan yang demokratis pula. Secara umum, konstitusi yang dapat dikatakan demokratis mengandung prinsip-prinsip dasar demokrasi dalam kehidupan bernegara, yaitu:
1. Menempatkan warga negara sebagai sumber utama kedaulatan.
2. Mayoritas berkuasa dan terjaminnya hak minoritas.
3. Pembatasan pemerintahan.
4. Pembatasan dan pemisahan kekuasaan Negara yang meliputi:
·         Pemisahan wewenang kekuasaan berdasarkan trias politika.
·         Kontrol dan keseimbangan lembaga-lembaga pemerintahan.
·         Proses hokum; dan
·         Adanya pemilihan umum sebagai mekanisme peralihan kekuasaan.
Prinsip-prinsip konstitusi demokratis ini merupakan refleksi dari nilai-nilai dasar yang terkandung dalam hak asasi manusia yang meliputi:
1.           Hak-hak dasar (basic rights).
2.           Kebebasan mengeluarkan pendapat.
3.           Hak-hak individu.
4.           Keadilan
5.           Persamaan.
6.           Keterbukaan.

BAB V
SEJARAH LAHIRNYA KONSTITUSI DI INDONESIA

            Dalam sejarahnya, Undang-undang Dasar 1945 dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni 1945 oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdakaan Indonesia(BPUPKI) atau dalam bahasa Jepang dikenal dengan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai yang beranggotakan 21 orang, diketuai Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil ketua dengan 19 orang enggota yang terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa, 3 orang dari Sumatra dan masing-masing 1 wakil dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda kecil. Badan tersebut (BPUPKI) ditetapkan berdasarkan Maklumat Gunseikan Nomor2 bersamaan dengan ulang tahun Tenno Heika pada 29 April 1945 (Maliana, 2001: 59).[3]
            Badan ini kemudian menetapkan tim khusus yang bertugas menyusun konstitusi bagi Indonesia merdeka yang kemudian dikenal dengan nama Undang-undang Dasar 1945 (UUD’45). Para tokoh perumus itu antara lain dr. Radjiman Widioningrat, Ki Bagus Hadikoesoemo, Oto Iskandardinata, Pangeran Purboyo, Pangeran soerjohamidjojo, Soetarjo, Kartohamidjojo, Prop. Dr. Mr. Soepomo, Abdul Kadir, Drs. Yap Tjwan Bing, Dr. Mohammad Amir (Sumatra), Mr. Abdul Abbas (Sumatra), Dr. Ratulangi, Andi Pangeran (keduanya dari Sulawesi), Mr. Latutarhary, Mr. Pudja,(Bali), A.H. Hamid (Kalimantan), R.P. Soeroso, Abdul Wahid Hasyim dan Mr, Mohammad Hassan (Sumatra).
            Latar belakang terbentuknya konstitusi (UUD 1945) bermula dari Jepang untuk memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonmesia dikemudian hari. Janji tersebut antara lain berisi “sejak dari dahulu, sebelum secah belah peperangan Asia Timur Raya, Dai Nippon sudah mulai berusaha membebaskan bangsa Indonesia dari kekuasaan pamarintah Hindi Belanda. Tentara Nippon serentak menggerakkan angkatan perangnya, baik di darat, laut, maupun udara, untuk mengakhiri kekuasaan penjajahan Belanda”.  
            Pada tanggal 18 Agustus 1945 atau sehari setelah ikrar kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidangnya yang pertama kali dan menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut:
1.      Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 yang bahannya di ambil dari Rancangan Undang-undang yang disusun oleh panitia perumus pada tanggal 22 Juni 1945.
2.      Menetapkan dan mengesahkan UUD 1945 yang bahannya hamper seluruhnya diambil dari RUU yang disusun oleh Panitia Perancang UUD tanggal 16 Juni 1945.
3.      Memilih ketua persiapan Kemerdekaan Indonesia Ir. Soekarno sebagai Presiden dan wakil ketua Drs. Muhammad Hatta sebagai wakil Presiden.
4.      Pekerjaan Presiden untuk sementara waktu di Bantu oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang kemudian menjadi Komite Nasional.
Dengan terpilihnya Presiden dan wakilnya atas dasar Undang-Undang Dasar 1945 itu, maka secara formal Indonesia sempurna sebagai sebuah Negara, sebab syarat yang lazim diperlukan oleh setiap Negara telah ada yaitu adanya:
1.      Rakyat, yaitu bangsa Indonesia
2.      Wilayah, yaitu tanah air Indonesia yang terbentang dari Sabang hingga Merauke yang terdiri dari 13.500 pulau besar dan kecil.
3.      kedaulatan, yaitu sjak mengucap proklamasi kemerdekaan Indonesia.
4.      Pemeritah, yaitu sejak terpilihnya Presiden dan wakilnya sebagai pucuk pimpinan pamerintahan Negara.
5.      Tujuan Negara yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila.
6.      Bentuk Negara yaitu Negara kesatuan.

BAB VI
PERUBAHAN KONSTITUSI DI INDONESIA

            Jika diamati, dalam UUD 1945 menyediaka satu pasal yang berkenaan dengan cara perubaha UUD, yaitu pasal 37 yang menyebutkan :
(1). Untuk mengubah UUD sekurang-kurangnya 2/3 dari pada jumlah anggota MPR yang harus hadir
(2). Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir
            Pasal 37 tersebut mengandung 3 (tiga) norma, yaitu :
1.      Bahwa wewenang untuk mengubah UUD ada pada MPR sebagai lembaga tertinggi Negara
2.      Bahwa untuk mengubah UUD, kuorum yang harus dipenuhi sekurang-kurangnya adalah 2/3 dari seluruh anggota MPR.
3.      Bahwa putusan tentang perubahan UUD adalah sah apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari anggota MPR yang hadir.
UUD 1945 pasal 37 ini, jika dihadapkan pada klasifikasi yang disampaikan oleh KC.Wheare, merupakan bentuk konstitusi “tegar”, karena selain tata cara perubahannya yang tergolong sulit, juga karena dibutuhkannya suatu prosedur khusus yakni dengan cara by the people throught a referendum. Kesulitan perubahan tersebut tampak semakin jelas didalam praktik ketatanegaraan Indonesia, dengan diberlakukannya ketetapan MPR No. IV/MPR/1983 UU No. 5 tahun 1985 yang mengatur tentang referendum.
Akan tetapi, kesulitan perubahan konstitusi tersebut, menurut KC. Wheare, memiliki motif-motif tersendiri, yaitu :
1.      Agar perubahan konstitusi dilakukan dengan pertimbangan yang masak, tidak secara serampangan dan dengan sadar (dikehendaki).
2.      Agar rakyat mendapat kesempatan untuk menyampaikan pandanganya sebelum perubahan dimulai.
3.      Agar -dan ini berlaku di Negara serikat- kekuasaan Negara serikat dan kekuasaan Negara-negara bagian tidak diubah semata-mata oleh prbuatan-perbuatan masing-masing pihak secara tersendiri.
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, konstitusi atau UUD 1945 yang dibrlakukan di Indonesia, telah mengalami perubahan-perubahan dan masa berlakunya sejak diproklamirkannya kemerdekaan Negara Indonesia, yakni dengan rincian sebagai berikut :
1.      UUD 1945 (18 Agustus 1945- 27 Desember 1949)
2.      konstitusi republik Indonesia serikat (27 Desember 1949- 17 Agustus 1950)
3.      UUD sementara RI (17 Agustus 1950- 5 Juli 1959)
4.      UUD 1945 (5 Juli 1959- 19 Oktober 1999)
5.      UUD 1945 dan Perubahan I (19 Oktober 1999- 18 Agustus 2000)
6.      UUD 1945 dan Perubahan I dan II (18 Agustus 2000- 9 November 2001)
7.      UUD 1945 dan Perubahan I, II dan III (9 November 2001- 10 Agustus 2002)
8.      UUD 1945 dan Perubahn I, II, III dan IV (10 Agustus 2002)
BAB VII
PERUBAHAN KONSTITUSI DI BEBERAPA NEGARA

Perubahn konstitusi merupakan keharusan dalam system ketatanegaraan suatu Negara, karena bagaimanapun konsititusi haruslah sesuai dengan realitas kondisi bangsa dan warga negaranya. Berikut beberapa contoh amandemen di beberapa Negara, antara lain :
1.       AMERIKA SERIKAT
Sementara itu, dalam melakukan perubahan konstitusi, Amerika telah banyak melakukan perubahan (amandemen) dengan memunculkan beberapa syarat, yaitu :
·         2/3 dari badan perwakilan rakyat Negara-negara bagian dapat mengajukan usul agar dijadikan perubahan terhadap konstitusi Amerika Serikat
·         Untuk keperluan perubahan konstitusi tersebut dewan perwakilan rakyat federal harus memanggil siding konvensi.
·         Konvensi inilah yang malaksanakan wewenang merubah konstitusi.
2.       UNI SOVIET
Pada pasal 146 konstitusi stalin menyatakan :
·         Apabila ada rencana untuk mengubah konstitusi, maka harus dibentuk panitia konstitusi oleh Soviet tertinggi.
·         Panitia tertinggi ini harus selalu diketuai oleh tokoh serta orang terkuat Partai Komunis Uni Soviet.
·         Rancangan perubahan baru yang disusun oleh panitia kostittusi itu dilaporkan kepada presidium Soviet tertinggi untuk disetujui atau ditolak.
·         Apabila rancangan itu telah diterima, maka kemudian diumumkan kepada rakyat Soviet untuk didiskusikan.
·         Setelah didiskusikan, rakyat melalui organisasi masyarakatnya dapat mengajukan usul-usul perubahan.
·         Usul perubahan selanjutnya disampaikan kepada panitia kuonstitusi, yang kemudian –apabila dianggap penting- dapat dipergunakan untuk menyempurnakan rancangan tersebut.
·         Rancangan tersebut telah disempurnakan kemudian dilaporkan kepada Soviet tertinggi untuk ditetapkan sebagai bagian konstitusi RSUS.
3.       BELANDA
Perubahan konstitusi kerajaan Belanda terjadi beberapa kali yaitu pada tahun 1814, 1848, dan 1972. Keputusan tentang perubahan atau penambahan adalah sah apabila disetujui oleh sejumlah suara yang sama dengan 2/3 dari yang hadir, akan tetapi dalam Grondwet (undang-undang dasar) Belanda tahun 1815 prosedur diatas diperberat, yaitu memenuhi kuorum yakni sekurang-kurangnya ½ dari anggota sidang staten general di tambah satu (UU 1814 pasal 144). Dengan demikian perubahan undang-undang dasar adalah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya ½ jumlah anggota staten general yang telah dijadikan dua kali lipat ditambah satu.

Kesimpulan
            Konstitusi merupakan sejumlah aturan-aturan dasar  dan ketentuan-ketentuan hukum yang dibentuk untuk mengatur fungsi dan struktur lembaga pemerintahan termasuk dasar hubungan kerjasama antara Negara dan masyarakat (rakyat) dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.
Oleh  karena itu dapat dirumuskan bahwa tujuan konstitusi adalah:
-          memberikan pembatasan sekaligus pengawasan terhadap kekuasaan politik.
-          Melepaskan control kekuasaan dari penguasa  sendiri
-          Memberikan batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa dalam menjalankan kekuasaannya.
Didalam Negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional. Undang-undang dasar mempunyai fungsi yang khas yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian di harapkan hak-hak warga Negara akan lebih terlindungi. Demikianlah arti penting konstitusi bagi Negara .

Daftar Pustaka

Tim ICCE UIN Jakarta. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education),        Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada Media, 2005.





 


  







[1] Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewarganegaraan(Civic Education),Demokrasi,Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani (Jakarta: Prenada Media, 2005) h. 91.



[2] ICCE, Pendidikan Kewarganegaraan, h. 93
[3] ICCE, Pendidikan Kewarganegaraan, h. 96

Tidak ada komentar:

Posting Komentar