Oleh: Nita Zakiyah
I.
Pendahuluan
Bahasa merupakan alat
komunikasi verbal yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Manusia sudah menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi
antar sesamanya sejak berabad-abad silam. Bahasa hadir sejalan dengan sejarah
sosial komunitas-komunitas masyarakat atau bangsa. Pemahaman bahasa sebagai
fungsi sosial menjadi hal pokok manusia untuk mengadakan interaksi sosial
dengan sesamanya. Bahkan bahasa itu tidak pernah lepas dari manusia, dalam
arti, tidak ada kegiatan manusia yang tidak di sertai bahasa.
Bahasa bersifat arbitrer yang bisa di artikan ‘sewenang-wenang,
berubah-ubah, tidak tetap, mana suka’. [1]
Oleh karena itu, bahasa sangat terkait dengan budaya dan sosial ekonomi suatu
masyarakat penggunanya. Hal ini memungkinkan adanya diferensiasi kosakata
antara satu daerah dengan daerah yang lain. Di samping itu keheterogenitasan
bangsa Indonesia penyebab
utama bagi keberagaman bahasa-bahasa di Indonesia.
II. Pengertian
Ragam bahasa merupakan salah satu
dari bagian dari variasi bahasa yang berkenaan dengan penggunaannya,
pemakaiannya atau fungsinya (fungsiolek), atau register.[2]
Perkembangan bahasa yang tergantung pada pemakainya, bahasa itu terikat
secara sosial, dikontruksi, dan direkonstruksi dalam kondisi sosial tertentu
daripada tertata menurut hukum yang diatur secara ilmiah dan universal.
Disamping fungsi sosial, bahasa tidak terlepas dari perkembangan budaya
manusia. Bahasa berkembang sejalan dengan perkembangan budaya manusia. Bahasa
dalam suatu masa tertentu mewadahi apa yang terjadi di dalam masyarakat.[3]
Dalam masyarakat tutur tertentu, masih mengenal system sratafikasi yang
kental, misalnya bagi masyarakat bangsawan atau golongan priyayi.[4]
Sebagaimana bagi kelompok tutur, bahasa
tutur generasi tua berbeda bahasa tutur generasi muda. Umumnya perbedaan itu
menonjol pada fitur linguistik antara keduanya. Fitur kebahasaan generasi tua
jarang di temukan pada generasi muda, begitu pula sebaliknya, fitur linguistik
generasi muda jarang di gunakan oleh generasi tua.
Salah satu ciri atau sifat bahasa yang hidup dan dipakai di dalam
masyarakat, apa pun dan di manapun bahasa tersebut digunakan, akan selalu terus
mengalami perubahan. Bahasa akan terus berkembang dan memiliki aneka ragam atau
variasi, baik berdasarkan kondisi sosiologis maupun kondisi psikologis dari
penggunanya. Oleh karena itu, dikenal ada variasi atau ragam bahasa pedagang,
ragam bahasa pejabat/politikus, ragam bahasa anak-anak, termasuk ragam bahasa
gaul.
III. Fungsi
dan Peran Keberagaman Bahasa.
Ragam bahasa memiliki fungsi atau
peran serta di masyarakat tutur maupun kelompok tutur tertentu di antaranya:
1.
Pemakaian
ragam bahasa menunjukkan identitas kelompok tutur. Dengan demikian perlu
penyesuaian antara situasi dan fungsi pemakaian. Hal ini sebagai indikasi bahwa
kebutuhan manusia terhadap sarana komunikasi juga bermacam-macam. Untuk itu,
kebutuhan sarana komunikasi bergantung pada situasi pembicaraan yang
berlangsung. Dengan adanya keanekaragaman bahasa di dalam masyarakat, kehidupan
bahasa dalam masyarakat dapat diketahui, misalnya berdasarkan jenis pendidikan
atau jenis pekerjaan seseorang, bahasa yang dipakai memperlihatkan perbedaan.
2. Ragam bahasa menurut hubungan pelaku
dalam pembicaraan atau gaya
penuturan menunjuk pada situasi formal atau informal. Medium pembicaraan atau
cara pengungkapan dapat berupa sarana atau cara pemakaian bahasa, misalnya
bahasa lisan dan bahasa tulis. Sehingga, masing-masing ragam bahasa memiliki
ciri-ciri tertentu, sehingga ragam bahasa yang satu berbeda dengan ragam yang
lainnya.
3. Dengan penguasaan ragam bahasa, penutur
bahasa dapat dengan mudah mengungkapkan gagasannya melalui pemilihan ragam
bahasa yang ada sesuai dengan kebutuhannya.
Dengan berbagai ragam bahasa dan fungsinya, dapat di ketahui penguasaan
ragam bahasa termasuk bahasa gaul remaja yang menjadi tuntutan bagi setiap
penutur, mengingat kompleksnya situasi dan kepentingan masing-masing, menghendaki
akan kesesuaian bahasa yang digunakan.
IV. Bahasa
Gaul, slang, dan Prokem
1. Bahasa Gaul
Di
dalam suatu masyarakat terdapat dua klasifikasi situasi pemakaian bahasa:
a.
Situasi
resmi atau formal, pada situasi ini seseorang dituntut untuk menggunakan bahasa
baku, yang disebabkan
oleh situasi resmi, misalnya: pada acara seminar, pidato kenegaraan bagi kepala
Negara, dalam acara rapat, dan lain sebagainya.
b.
Situasi
tidak resmi atau informal, pemakaian bahasa tidak resmi di pengaruhi oleh
situasi tidak resmi. Kuantitas pemakaian bahasa ini banyak tergantung
pada tingkat keakraban pelaku yang terlibat dalam komunikasi, pada bahasa tidak
resmi bahasa baku
di kesampingkan dan tidak lagi memperhatikan kaidah-kaidah bahasa akan tetapi
yang diprioritaskan adalah antara pemakai bahasa dan yang lawan bicaranya bisa
saling mengerti. Situasi pemakaian bahasa ini digunakan misalnya, pada
komunikasi remaja di sebuah mal, interaksi penjual dan pembeli, dan lain-lain.
Dari ragam tidak resmi tersebut, selanjutnya memunculkan istilah yang disebut
dengan istilah bahasa gaul.
Bahasa gaul remaja
merupakan bentuk bahasa tidak resmi yang Hampir semua istilah yang digunakan
bahasa rahasia di antara mereka yang bertujuan untuk menghindari campur tangan
orang lain. Oleh karenanya bahasa gaul remaja berkembang seiring dengan
perkembangan zaman, maka bahasa gaul dari masa ke masa berbeda. Tidak
mengherankan apabila bahasa gaul remaja digunakan dalam lingkungan dan kelompok
sosial terbatas, yaitu kelompok remaja. Hal ini berarti bahwa bahasa gaul hanya
digunakan pada kelompok sosial yang menciptakannya. Anggota di luar kelompok
sosial tersebut sulit untuk memahami makna bahasa tersebut.
Saat ini bahasa gaul
telah banyak terasimilasi dan menjadi umum. Bahasa gaul sering digunakan
sebagai bentuk percakapan sehari-hari dalam pergaulan di lingkungan sosial
bahkan dalam media-media populer serperti TV, radio, dunia perfilman nasional,
dan digunakan sebagai publikasi yang ditujukan untuk kalangan remaja oleh
majalah-majalah remaja populer. Oleh sebab itu, bahasa gaul dapat disimpulkan
sebagai bahasa utama yang digunakan untuk komunikasi verbal oleh setiap orang
dalam kehidupan sehari-hari.[5]
Seperti halnya bahasa
lain, bahasa gaul juga mengalami perkembangan. Perkembangan tersebut dapat
berupa penambahan dan pengurangan kosakata. Tidak sedikit kata-kata yang akan
menjadi kuno (usang) yang disebabkan oleh trend dan perkembangan zaman. Maka
dari itu, setiap generasi akan memiliki ciri tersendiri sebagai identitas yang
membedakan dari kelompok lain. Dalam hal ini, bahasalah sebagai
representatifnya.
Namun tidak dapat di pungkiri
bahwa kehadiran bahasa gaul menimbulkan kekhawatiran tersendiri akan terkikisnya bahasa Indonesia yang baik dan benar di tengah
arus globalisasi. Kecenderungan masyarakat ataupun para pelajar menggunakan
bahasa asing dalam percakapan sehari-hari semakin tinggi. Dan yang lebih parah
makin berkembangnya bahasa slank atau bahasa gaul yang
mencampuradukkan bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris.
Contoh:
Bahasa Indonesia
|
Bahasa Gaul
(informal)
|
Aku, Saya
|
Gue
|
Kamu
|
Elo
|
Di masa depan
|
kapan-kapan
|
Apakah benar?
|
Emangnya bener?
|
Tidak
|
Gak
|
Tidak Peduli
|
Emang gue pikirin!
|
Sejarah
Bahasa Gaul
Bahasa gaul sebenarnya
sudah ada sejak tahun 1970-an. Awalnya istilah-istilah dalam bahasa gaul itu
digunakan untuk merahasiakan isi obrolan dalam komunitas tertentu. Tapi karena
intensitas pemakaian tinggi, maka istilah-istilah tersebut menjadi bahasa
sehari-hari.[6]
Hal ini sejalan dengan halaman
Wilimedia Ensiklopedi Indonesia
(2006), yang menyatakan bahwa bahasa gaul merupakan salah satu cabang dari
bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk pergaulan. Istilah ini mulai muncul pada
akhir ahun 1980-an.
Dalam sebuah milis
(2006) disebutkan bahwa bahasa gaul memiliki sejarah sebelum penggunaannya
populer seperti sekarang ini. Sebagai bahan teori, berikut adalah sejarah kata
bahasa gaul tersebut:
1). Nih Yee…
Ucapan ini terkenal di tahun 1980-an, tepatnya November 1985. pertama kali yang mengucapkan kata tersebut adalah seorang pelawak bernama Diran. Selanjutnya dijadikan bahan lelucon oleh Euis Darliah dan popular hingga saat ini.
2) Memble dan Kece
Dalam milis tersebut dinyatakan bahwa kata memble dan kece merupakan kata-kata ciptaan khas Jaja Mihardja. Pada tahun 1986, muncul sebuah film berjudul Memble tapi Kece yang diperankan oleh Jaja Mihardja ditemani oleh Dorce Gamalama.
3) Booo….
Kata ini popular pada pertengahan awal 1990-an. Penutur pertama kata Boo…adalah grup GSP yang beranggotakan Hennyta Tarigan dan Rina Gunawan. Kemudian kata-kata dilanjutkan oleh Lenong Rumpi dan menjadi popular di lingkungan pergaulan kalangan artis. Salah seorang artis bernama Titi DJ kemudian disebut sebagai artis yang benar-benar mempopulerkan kata ini.
4) Nek…
Setelah kata Boo… popular, tak lama kemudian muncul kata-kata Nek... yang dipopulerkan anak-anak SMA di pertengahan 90-an. Kata Nek… pertama kali di ucapkan oleh Budi Hartadi seorang remaja di kawasan kebayoran yang tinggal bersama neneknya. Oleh karena itu, lelaki yang latah tersebut sering mengucapkan kata Nek…
5) Jayus
Di akhir dekade 90-an dan di awal abad 21, ucapan jayus sangat popular. Kata ini dapat berarti sebagai ‘lawakan yang tidak lucu’, atau ‘tingkah laku yang disengaca untuk menarik perhatian, tetapi justru membosankan’. Kelompok yang pertama kali mengucapkan kata ini adalah kelompok anak SMU yang bergaul di kitaran Kemang.
Asal mula kata ini dari Herman Setiabudhi. Dirinya dipanggil oleh teman-temannya Jayus. Hal ini karena ayahnya bernama Jayus Kelana, seorang pelukis di kawasan Blok M. Herman atau Jayus selalu melakukan hal-hal yang aneh-aneh dengan maksud mencari perhatian, tetapi justru menjadikan bosan teman-temannya. Salah satu temannya bernama Sonny Hassan atau Oni Acan sering memberi komentar jayus kepada Herman. Ucapan Oni Acan inilah yang kemudian diikuti teman-temannya di daerah Sajam, Kemang lalu kemudian merambat populer di lingkungan anak-anak SMU sekitar.
6. Jaim
Ucapan jaim ini di populerkan oleh Bapak Drs. Sutoko Purwosasmito, seorang pejabat di sebuah departemen, yang selalu mengucapkan kepada anak buahnya untuk menjaga tingkah laku atau menjaga image gitu.
7. Gitu Loh…(GL)
Kata GL pertama kali diucapin oleh Gina Natasha seorang remaja SMP di kawasan Kebayoran. Gina mempunyai seorang kakak bernama Ronny Baskara seorang pekerja event organizer. Sedangkan Ronny punya teman kantor bernama Siska Utami. Suatu hari Siska bertandang ke rumah Ronny. Ketika dia bertemu Gina, Siska bertanya dimana kakaknya, lantas Gina ngejawab di kamar, Gitu Loh. Esoknya si Siska di kantor ikut-ikutan latah dia ngucapin kata Gitu Loh…di tiap akhir pembicaraan.[7]
2. Bahasa Slang
Slang adalah ragam bahasa tidak resmi dan tidak baku yang sifatnya musiman dipakai oleh
kelompok sosial tertentu untuk konsumsi intern, dengan maksud agar yang bukan
anggota kelompok tidak mengerti[8]
Slang digunakan sebagai
bahasa pergaulan. Kosakata slang dapat berupa pemendekan kata, penggunaan kata
alam diberi arti baru atau kosakata yang serba baru dan berubah-ubah. Disamping
itu slang juga dapat berupa pembalikan tata bunyi, kosakata yang lazim diapakai
di masyarakat menjadi aneh, lucu, bahkan ada yang berbeda makna sebenarnya. Dan
slang di ciptakan oleh perubahan bentuk pesan linguistik tanpa mengubah isinya
untuk maksud penyembunyian atau kejenakaan. Jadi, slang bukanlah bahasa yang
selayaknya di gunakan melainkan hanya transformasi parsial sebagian dari suatu
bahasa menurut pola-pola tertentu.
Contoh bahasa slang banyak
ditemukan di kepulauan Indonesia
meskipun perkembangan sejarah slang ini boleh dikatakan tidak diketahui, yang
jelas di Indonesia,
seperti dihampir setiap Negara di dunia, kelompok masyarakat telah menciptakan
dan mengembangkan pola kebahasaan mereka sendiri yang berbeda. Gejala ini
mencakup bahasa permainan di antara anak-anak sekolah dan di berbagai
lingkungan serta kalangan, bahasa ini mungkin memiliki fungsi yang agak kocak
atau rahasia, tetapi semua cenderung mengasingkan kelompok dan membedakannya
dari masyarakat yang lebih luas. (misalnya: kata bahasa Indonesia “mobil” dapat
di ubah wujudnya menjadi bo’il, bolim, demobs, atau kosmob) atau artinya
(misalnya: kuda, kebo, bebek, gerobak, dokar, dan akuarium. Semua berarti
“mobil”).[9]
Sejarah Bahasa Slang
Pada mulanya
pembentukan bahasa slang, di dunia ini adalah berawal dari sebuah komunitas
atau kelompok sosial tertentu yang berada di kelas atau golongan bawah. Lambat
laun oleh masyarakat akhirnya bahasa tersebut digunakan untuk komunikasi
sehari-hari.
3. Bahasa Prokem
Seandainya pertanyaan ini kita
kemukakan kepada warga masyarakat yang tidak memahami bahasa prokem ini sama
sekali, sebagian besar akan menjawab bahwa bahasa prokem itu adalah bahasa yang
hanya dipakai para pemuda, remaja yang digunakan seenak dan tidak dapat
dipahami masyarakat umum. Bila pertanyaan ini kita kemukakan kepada para remaja
dan orang muda lainnya yang paham akan bahasa prokem ini, jawaban yang akan
diperoleh ternyata bervariasi.
Ada yang mengatakan bahwa bahasa prokem adalah
bahasa yang digunakan untuk mencari dan menunjukkan identitas diri; bahasa yang dapat merahasiakan pembicaraan mereka
dari kelompok yang lain. Ada
pula yang menyatakan bahasa prokem itu adalah bahasa yang diolah kembali agar
pembicaraaan mereka ini tidak dipahami orang tua ataupun guru-guru yang sering
melarang mereka sebelum sempat melakukan sesuatu.[10] Bahasa
prokem ini sejenis ragam bahasa khas yang boleh disebut sebagai jenis bahasa rahasia
yang hanya digunakan kelompok tertentu saja untuk berkomunikasi dengan warga
masyarakat yang bukan anggota kelompok mereka.
Bahasa prokem itu
tumbuh dan berkembang sesuai dengan latar belakang sosial budaya pemakainya.
Tumbuhkembang bahasa seperti itu selanjutnya disebut sebagai perilaku bahasa
dan bersifat universal. Artinya bahasa-bahasa seperti itu akan ada pada kurun
waktu tertentu (temporal) dan di dunia manapun sifatnya akan sama (universal).
Prokem menjadi mode kaum muda
ibukota, Jakarta.
Kerumitannya menarik dari sudut pandang ilmu bahasa. Tanda keinginan kaum muda
untuk menegaskan dirinya sebagai kelompok masyarakat mandiri, berbeda dengan
angkatan orang tuanya. Dan bagaimanapun dekat dengan dunia gelap pengedar NAZA
(narkotik dan zat-zat adiktif) dan penjahat. Ini merupakan gejala sosial yang
sangat menarik.[11]
Sejarah Bahasa Prokem
Tidak ada orang yang dapat
menjelaskan secara tepat bagaimana wujud bahasa
prokem pada waktu timbul pertama. Namun mengingat bahwa nama bahasa ini
disebut “bahasa prokem”, penulis mengambil kesimpulan bahwa bentuk olahan awal bahasa
ini adalah penyisipan-ok-, antara lain seperti yang terlihat pada nama bahasa itu
: ‘prokeman’, lalu mengalami gejala apokot dengan lenyapnya bunyi akhir menjadi
prokem. Kalau kita perhatikan kosakata bahasa prokem sampai pertengahan dekade 1980,
tampak bahwa sebagian kata-katanya diolah dengan memberi sisipan –ok-. Apakah
cara ini saja yang digunakan pada saat awal timbulnya, tidaklah dapat
dipastikan. Namun dari data tertulis dapat disimpulkan bahwa kosakata yang
diolah dengan cara ini merupakan salah satu rumus yang memegang peranan yang
sangat penting, melihat besarnya kosakata seperti ini disekitar 30 %. Di
samping penyisipan –ok-, kosakata bahasa prokem pun banyak mengalami gejala
metatesis (pembalikan urutan penulisan huruf). Gejala ini sudah dikenal lama
sekali ia sudah tampak sekitar 30 tahun yang lalu. Namun yang patut dicatat
adalah bahwa pembalikan unsur-unsur kata yang diolah itupun mempunyai beberapa
bentuk yang berbeda. Beberapa perbedaan di antaranya masih dapat kita lihat
dari kosakata yang tampak dari sejumlah data yang tertulis, seperti dalam
kibin’bikin’,depek’pendek’, maya’ayam’, dan baak’asbak.
Para remaja ini cenderung mencampuradukkan
segala macam pola kedalam bahasa prokem seolah-olah mau menganggap bahwa segala
macam bentuk yang tidak baku
merupakan bahasa prokem. Kosakata yang mengalami gejala efesinsis dengan
menyisipkan-ok-masih digunakan sampai kini, tetapi kalau diperhatikan
bentuk-bentuk kata bahwa bentukan metatesis banyak sekali. Setelah diteliti
secara lebih cermat, ternyata kata yang diolah dengan bentuk ini bahkan lebih
dari sepertiga jumlah kosakata bahasa prokem. Dari data ini tersirat bahwa
banyak mengolah kata bentuk metatesis.[12]
V. Kesimpulan
Manusia merupakan mahluk sosial. Manusia melakukan interaksi, bekerja
sama, dan menjalin kontak sosial di dalam masyarakat. Dalam melakukan hal
tersebut, manusia membutuhkan sebuah alat komunikasi yang berupa bahasa. Bahasa
memungkinkan manusia membentuk kelompok sosial, sebagai pemenuhan kebutuhannya
untuk hidup bersama.
Bahasa dalam lingkungan sosial masyarakat satu dengan yang lainnya
berbeda. Dari adanya kelompok-kelompok sosial tersebut menyebabkan bahasa yang
dipergunakan bervariasi. Keberagaman bahasa ini timbul sebagai akibat dari
kebutuhan penutur yang memilih bahasa yang digunakan agar sesuai dengan situasi
konteks sosialnya. Oleh karena itu, variasi bahasa timbul bukan karena
kaidah-kaidah kebahasaan, melainkan disebabkan oleh kaidah-kaidah sosial yang
beraneka ragam.
Dengan berbagai kaidah sosial merupakan salah satu penyebab utama
lahirnya ragam bahasa seperti bahasa gaul, bahasa slang dan bahasa prokem.
|
VII. Penutup
Demikianlah makalah yang saya susun,
tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga makalah ini dapat terbentuk, meski sangat
di sadari banyak sekali kekurangan di sana-sini dari sisi teknis maupun
substansi. Mohon maaf dan maklum adanya.
Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang membangun dari berbagai pihak terutama bapak dosen, saya sambut
dengan tangan terbuka.
VIII. Daftar Pustaka
Chaer, Abdul, Linguistik Umum, Jakarta: Rineka Cipta,
2003, cet. Ke-2.
------- Leonie Agustina, Sosiolinguistik
Perkenalan Awal, Jakarta:
Rineka cipta, 2004, cet. Ke-2.
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai
Pustaka, 1988, cet. Ke-1.
Heritage, Indonesian, Bahasa Dan Sastra,
Jakarta:
Grolier International, 2002, cet. Ke-1.
Salliyanti, Bahasa Prokem Di Kalangan
Remaja, http://www.library.USU.2003.
[1] Abdul
Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2003), Cet. Ke-2, h. 33.
[2] Abdul
Chaer, Leonie Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka Cipta,
2004), Cet. Ke-2, h. 68.
[3]
http;//lubisgrafura.wordpress.com.
[4] Abdul
Chaer, Leonie Agustina, op. cit, h. 65.
[6] http://lubisgrafura, op. cit.
[7] http://lubisgrafura, loc. cit.
[8]
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1988) cet. Ke-2, h. 851.
[9]
Indonesian Heritage, Bahasa dan Sastra,(Jakarta: Grolier International, 2002) cet.
Ke-1, h.132.
[11]
Indonesian Heritage,op. cit, h. 133.
[12] Dra.
Salliyanti , op. cit. h. 3.
bisa minta tolong referensi ...aku lagi mw meneliti tentang bahsa gaul jg
BalasHapus