Oleh: Nita Zakiyah, M.A
I.
Pendahuluan
Dunia ilmu pengetahuan ialah dunia fakta, sedangkan life world mencakup
pengalaman subjek-praktis manusia ketika ia lahir, hidup dan mati, pengalaman
cinta dan kebencian, harapan dan putus asa, penderitaan dan kegembiraan,
kebodohan dan kebijaksanaan. Dunia ilmu pengetahuan ialah dunia objektif,
universal, rasional, sedangkan life world adalah dunia sehari-hari yang
subjektif, praktis dan situasional. Lebih dari itu, realitanya adalah bahwa
manusia memang hidup di dalam dua dunia, yaitu: dunia ilmu pengetahuan dan
dunia praktis. Ilmu pengetahuan menawarkan cara kerja rasional. Prinsip
kausalitas misalnya menjadi prinsip rasional dari ilmu pengetahuan. Sementara
itu kita juga tidak bisa melepaskan diri dari dunia sehari-hari dan tradisi
dengan segala macam bentuk kepercayaan dan prakteknya. Berbicara tentang ilmu
pengetahuan, maka sudah tidak asing bahwa orang yang bekerja dan mendalami
dengan tekun dan sungguh-sungguh dalam bidang ilmu pengetahuan
tersebut disebut dengan ilmuwan.
Ketika seseorang diberi ‘label’ sebagai ilmuwan, maka hal itu
didasari dengan peran yang dilakukannya, ciri, serta tanggung jawabnya dalam
ilmu atau hasil penemuannya. Tanggung jawab secara umum tidak hanya ada pada
makhluk hidup namun terdapat juga pada bidang yang ditekuni oleh manusia,
seperti negarawan, budayawan, ilmuwan dan sebagainya. Karena pada hakikatnya
tanggung jawab merupakan hal yang lazim ada pada setiap makhluk hidup (Tarigan,
2004).
Kata ilmuwan ini muncul kira-kira tahun 1840 untuk membedakan
ilmuwan dengan para filsuf, kaum terpelajar, kaum cendikiawan, dan lain
sebagainya. Dewasa ini, kata ilmuwan tentu bukanlah hal yang asing. Secara
sederhana ia diberi makna ahli atau pakar; dalam KBBI, kata ilmuwan sendiri
bermakna: orang yg ahli atau banyak pengetahuannya mengenai suatu ilmu; orang
yg berkecimpung dalam ilmu pengetahuan (KBBI Online). Serta orang yang
melakukan serangkaian aktivitas yang disebut ilmu, kini lazim disebut pula
sebagai ilmuwan (scientist).
Sedangkan dalam buku Filsafat Ilmu, kata ilmuwan memiliki beberapa
pengertian sebagaimana dalam pandangan McGraw-Hill Dictionary Of Scientific
and Technical Term adalah seorang yang mempunyai kemampuan dan hasrat untuk
mencari pengetahuan baru, asas-asas baru, dan bahan-bahan baru dalam suatu
bidang ilmu. Pandangan lain tentang ilmuwan dikemukakan oleh Maurice Richer,
Jr., menurutnya ilmuwan adalah mereka yang ikut serta dalam ilmu, dalam
cara-cara yang secara relatif langsung dan kreatif (The, 2000). Dari baberapa
pemaparan pokok tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmuwan merupakan orang yang
melakukan kegiatan atau aktivitas yang berkaitan dengan bidang keilmuan.
Media yang dimanfaatkan oleh ilmuwan adalah permasalahan, yang mana
permasalahan ini merupakan objek dalam ilmu pengetahuan, dan objek tersebut terdiri
dari dua kategori, objek material dan objek formal. Yang berkaitan dengan objek
material adalah sasaran material suatu penyelidikan, pemikiran atau penelitian
ilmu; objek material penelitian mencakup sifat kongkrit, abstrak, material, non
material. Adapun objek formalnya adalah pendekatan secara cermat dan bertahap
menurut segi-segi yang dimiliki oleh objek materi dan berdasarkan kemampuan
seseorang.
Dengan demikian dapat
diketahui bahwa ilmuwan merupakan seorang yang ahli dalam suatu bidang ilmu
tertentu dan berkewajiban mengembangkan suatu bidang ilmu yang menjadi
keahliannya dengan mengadakan penelitian demi menemukan hal-hal baru yang akan
menjadi kontribusi ilmiah khususnya bagi bidang ilmu tertentu yang menjadi
spesialisasi keahliannya dan umumnya bagi bidang-bidang ilmu lain, karena tidak
dapat dipungkiri bahwa hakikatnya antara satu bidang ilmu dengan bidang ilmu
lainnya memiliki keterkaitan, satu sama lainnya saling melengkapi. Selain itu
pula Ilmu pengetahuan membawa berkah dan nilai kemakmuran bagi manusia tanpa
meninggalkan tata nilai, etika, moral dan filosofi. Seorang ilmuwan
memiliki kemampuan untuk bertindak persuasif dan argumentatif berdasarkan
pengetahuan yang dimiliki dan kemampuan analisis dan sintesis untuk mengubah
kegiatan non produktif menjadi produktif. Namun tugas ilmuwan bukan hanya
sekedar untuk mencari permasalahan yang bertujuan mencari kebenaran, akan
tetapi seorang ilmuwan juga mengemban suatu tanggung jawab memecahkan
permasalahan keilmuan serta mempertanggung jawabkan hasil temuannya dan
mempublikasikan keseluruh dunia.
Berikut adalah kajian yang membahas tentang ilmuwan dan seluk
beluknya yang berupa ciri-ciri, kode etik sebagai seorang ilmuwan, peran dan
fungsinya, tanggung jawab yang diemban, dan hal-hal yang harus dilakukan dan
dihindari sebagai seorang ilmuwan yang berkaitan dengan karya ilmiah yang
dihasilkan.
II.
Ciri Ilmuwan
Ciri yang menonjol pada ilmuwan terletak pada cara berpikir yang
dianut serta dapat dilihat pula pada perilaku ilmuwan tersebut. Para ilmuwan
memilih bidang keilmuan sebagai profesi, dengan demikian harus tunduk pada
wibawa ilmu karena ilmu merupakan alat yang paling mampu untuk dimanfaatkan
dalam mencari dan mengetahui kebenaran.
Seorang ilmuwan tidak cukup hanya dengan mempunyai daya kritis yang
tinggi atau pun pragmatis, namun juga
harus jujur, memiliki jiwa yang terbuka dan tekad besar dalam mencari atau menunjukkan
kebenaran, netral, yang tidak kalah penting adalah penghayatan terhadap etika
serta moral ilmu yang harus di junjung tinggi.
Seorang Ilmuwan dapat dilihat dari beberapa aspek :
- Dari cara kerja; cara kerja untuk mengungkap segala sesuatu dengan metode sains yaitu: mengamati, menjelaskan, merumuskan masalah, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisa data, membuat kesimpulan.
- Dari kemampuan menjelaskan hasil dan cara memperolehnya, misalnya jika seorang mengklaim telah melihat Gajah, maka ia harus mempu menjelaskan ciri-ciri gajah, seperti: memiliki taring, badannya besar, kupingnya lebar.
- Dari sikap terhadap alam dan permasalahan yang dihadapi.
Sikap yang harus dimiliki oleh seorang ilmuwan antara lain adalah:
v hasrat ingin tahu yang tinggi
v tidak mudah putus asa
v terbuka untuk dikritik dan diuji
v menghargai dan menerima masukan
v jujur
v kritis
v kreatif
v sikap positif terhadap kegagalan
v rendah hati
v hanya menyimpulkan dengan data memadai.
III.
Syarat Yang Harus Dipatuhi
Sebagai Seorang Ilmuwan
Ada beberapa syarat yang harus dilalui seseorang agar layak disebut
sebagai ilmuwan, salah satunya adalah ilmuwan tersebut harus mengadakan
penelitian yang menghasilkan karya ilmiah yang bisa diterima di masyarakat, karya
ilmiah tersebut harus memenuhi sistematika-sistematika yang harus dipenuhi oleh
ilmuwan sebagai syarat agar penelitiannya layak disebut sebagai karya ilmiah. Yang
pokok dalam sistematika penulisan adalah logical sequence (urutan-urutan
logik) dari penulisan. Sistematika suatu karya ilmiah sangat perlu disesuaikan
dengan sistematika yang diminta oleh media publikasi (jurnal atau majalah
ilmiah), sebab bila tidak sesuai akan sulit untuk dimuat. Sedangkan suatu karya
ilmiah tidak ada artinya sebelum dipublikasi. Walaupun ada keragaman permintaan
penerbit tentang sistematika karya ilmiah yang akan dipublikasi, namun pada
umumnya meminta penulis untuk menjawab empat pertanyaan berikut: (1) Apa yang
menjadi masalah?; (2) Kerangka acuan teoretik apa yang dipakai untuk memecahkan
masalah?; (3) Bagaimana cara yang telah dilakukan untuk memecahkan masalah
itu?; (4) Apa yang ditemukan?; serta (5) Makna apa yang dapat diambil dari
temuan itu?. Paparan tentang apa yang menjadi masalah dengan latar belakangnya
biasanya dikemas dalam bagian Pendahuluan. Paparan tentang
kerangka acuan teoretik yang digunakan dalam memecahkan masalah umumya
dikemukakan dalan bagian dengan judul Kerangka Teoritis atau Teori
atau Landasan Teori , atau Telaah Kepustakaan,
atau label-label lain yang semacamnya. Paparan mengenai apa yang dilakukan
dikemas dalam bagian yang seringkali diberi judul Metode atau Metodologi
atau Prosedur atau Bahan dan Metode. Jawaban
terhadap pertanyaan apa yang ditemukan umumnya dikemukakan dalam bagian Temuan
atau Hasil Penelitian. Sementara itu
paparan tentang makna dari temuan penelitian umumnya dikemukakan dalam bagian Diskusi
atau Pembahasan.
Dalam penulisan karya ilmiah, penulis harus
secara jujur menyebutkan rujukan terhadap bahan atau pikiran yang diambil dari
sumber lain. Pemakaian bahan atau pikiran dari suatu sumber atau orang lain
yang tidak disertai dengan rujukan dapat diidentikkan dengan pencurian. Penulis karya ilmiah harus menghindarkan diri dari tindak kecurangan yang
lazim disebut plagiat. Plagiat merupakan tindak kecurangan yang berupa pengambilan
tulisan atau pemikiran orang lain yang diaku sebagai hasil tulisan atau hasil
pemikirannya sendiri. Dalam menulis karya ilmiah, rujuk-merujuk dan
kutip-mengutip merupakan kegiatan yang tidak dapat dihindari. Kegiatan ini amat
dianjurkan, karena perujukan dan pengutipan akan membantu perkembangan ilmu.
Atau dengan kata lain, karya ilmiah
perlu dilengkapi dengan daftar pustaka, yang memaparkan karya ilmiah lain yang
digunakan sebagai rujukan. Agar dapat ditelusuri orang lain penulisan karya
ilmiah rujukan tersebut perlu memuat nama pengarang, judul karya ilmiah, tahun
penerbitan, serta penerbitnya. Tata cara penulisan daftar pustaka perlu juga
memberikan isyarat apakah karya ilmiah yang dirujuk itu berupa buku, jurnal,
makalah seminar, laporan penelitian yang tidak dipublikasi, dokumen Web, dll.
Oleh karenanya ada tata cara yang ditetapkan untuk menuliskan daftar pustaka.
Namun demikian terdapat banyak versi tata cara penulisan daftar pustaka,
bergantung pada tradisi yang dipegang oleh masyarakat keilmuan dalam
masing-masing bidang. Namun Tata cara apapun dapat saja dipakai asalkan
pemakaiannya konsisten. Namun demikian apabila karya ilmiah kita ingin
dipublikasikan dalam jurnal tertentu, kita harus menyesuaikan diri dengan tata
cara penulisan daftar pustaka yang ditetapkan oleh redaksi jurnal tersebut.
IV.
Peran dan Fungsi Ilmuwan
Selain memiliki ciri, sikap, dan tanggung jawab, ilmuwan tentunya
mempunyai peran dan fungsi. Berikut adalah peran atau fungsi ilmuwan yang
berkaitan langsung dengan aktivitasnya sebagai ilmuwan, meliputi:
Sebagai
intelektual, ia berperan sebagai ilmuan sosial yang selalu berdialog dengan
masyarakat dan terlibat didalamnya secara intensif dan sensitif.
Sebagai
ilmuwan, ia akan selalu mencoba dan berusaha untuk memperluas wawasan teoritis,
memiliki keterbukaan terhadap
kemungkinan dan penemuan baru dalam bidang keilmuan.
Sebagai
teknikus, ia akan tetap terus menjaga keterampilannya dan selalu menggunakan
instrumen yang tersedia dalam disiplin ilmu yang dikuasainya.
Peran pertama mengharuskannya untuk turut menjaga martabat manusia
(Daniel, 2003), sedangkan dua peran terakhir memungkinkan ia menjaga martabat
ilmunya. Fungsi seorang ilmuawan tidak hanya berhenti pada penelaahan dan
keilmuan secara individual namun juga bertanggung jawab agar produk keilmuannya
sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas (suriasumantri, 2001).
V.
Tanggung Jawab Ilmuwan
Pada bab ini akan kupas mengenai tanggung jawab ilmuwan. Secara garis
besar dapat di uraikan bahwa tanggung jawab pokok ilmuwan adalah (1)
Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (berpikir, melakukan penelitian
dan pengembangan, menumbuhkan sikap positif-konstruktif, meningkatkan nilai
tambah dan produktivitas, konsisten dengan proses penelaahan keilmuan,
menguasai bidang kajian ilmu secara mendalam, mengkaji perkembangan teknologi
secara rinci, bersifat terbuka, professional dan mempublikasikan temuannya);
(2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menemukan masalah yang
sudah/akan mempengaruhi kehidupan masyarakat dan mengkomunikasikannya,
menemukan pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat, membantu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, menggunakan hasil penemuan untuk kepentingan
kemanusiaan, mengungkapkan kebenaran dengan segala konsekuensinya dan
mengembangkan kebudayaan nasional.
Selain yang tersebut di atas, sebagaimana yang telah disinggung
bahwa ilmuwan memiliki tanggung jawab sosial, moral, dan etika. Dan berikut ini
akan di uraikan berbagai tanggung jawab ilmuwan yang berkenaan dengan sosial,
moral dan etika.
a.
Tanggung
Jawab Sosial
Tanggung
jawab sosial ilmuwan adalah suatu kewajiban seorang ilmuwan untuk mengetahui
masalah sosial dan cara penyelesaian permasalahan sosial. beberapa bentuk
tanggung jawab sosial ilmuwan, yaitu :
Seorang
ilmuwan harus mampu mengidentifikasi kemungkinan permasalahan sosial yang akan
berkembang berdasarkan permalahan sosial yang sering terjadi dimasyarakat.
Seorang
ilmuwan harus mampu bekerjasama dengan masyarakat yang mana dimasyarakat
tersebut sering terjadi permasalahan sosial sehingga ilmuwan tersebut mampu
merumuskan jalan keluar dari permasalahan sosial tersebut.
Seorang
ilmuwan harus mampu menjadi media dalam rangka penyelesaian permasalahan sosial
dimasyarakat yang mana masyarakat Indonesia yang terdiri dari keanekaragaman
ras, agama, etnis dan kebudayaan sehingga berpotensi besar untuk timbulnya
suatu konflik.
Membantu
pemerintah untuk menemukan cara dalam rangka mempercepat proses intergrasi
sosial budaya yang mana integrasi tersebut bertujuan untuk mempererat tali
kesatuan antara masyarakat Indonesia. Hal ini juga bertujuan untuk mencegah
terjadinya konflik.
b.
Tanggung
Jawab Moral
Tanggung jawab moral tidak dapat dilepaskan dari karakter internal dari
ilmuwan itu sendiri sebagi seorang manusia, ilmuwan hendaknya memiliki moral
yang baik sehingga pilihannya ketika memilih pengembangan dan pemilihan
alternatif, mengimplementasikan keputusan serta pengawasan dan evaluasi
dilakukan atas kepentingan orang banyak, bukan untuk kepentingan pribadinya
atau kepentingan sesaat. Moral dan etika yang baik perlu kepekaan atas rasa
bersalah, kepekaan atas rasa malu, kepatuhan pada hukum dan kesadaran diketahui
oleh Tuhan. Ilmuwan juga memiliki kewajiban moral untuk memberi contoh
(obyektif, terbuka, menerima kritik, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam
pendirian yang dianggapnya benar, berani mengakui kesalahan) dan mampu
menegakkan kebenaran. Sehingga ilmu yang dikembangkan dengan mempertimbangkan
tanggung jawab moralnya sebagai seorang ilmuwan dapat memberikan kemaslahatan
bagi umat manusia dan secara integral tetap menjaga keberlangsungan kehidupan
lingkungan di sekitarnya dan dapat tergajanya keseimbangan ekologis. Atau
dengan meminjam istilah Daoed Joesoef, mantan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, sebagai teknosuf, yang merupakan paduan
dari kata teknik/teknologi dan sophia yang berarti kearifan.
Sehingga teknosuf dimaksudkan sebagai teknokrat yang mempunyai kearifan dalam
melakukan rekayasa bagi manusia dan lingkungan di sekitarnya (Basuki, 2009).
a.
Tanggung
Jawab Etika
Kemudian tanggung jawab yang berkaitan dengan etika meliputi etika kerja
seorang ilmuwan yang berkaitan dengan nilai-nilai dan norma-norma moral (pedoman,
aturan, standar atau ukuran, baik yang tertulis maupun tidak tertulis) yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya; kumpulan asas atau nilai moral (Kode Etik) dan ilmu tentang perihal
yang baik dan yang buruk. Misalnya saja tanggung jawab etika ilmuwan yang
berkenaan dengan penulisan karya ilmiah, maka kode etik pada penulisan karya
ilmiah harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu sebagai berikut:
•
OBYEKTIF, (berdasarkan kondisi faktual)
•
UP TO DATE, (yang ditulis merupakan perkembangan ilmu
paling akhir)
•
RASIONAL, (berfungsi sebagai wahana penyampaian kritik
timbal-balik)
•
RESERVED, (tidak overcliming, jujur, lugas dan tidak
bermotif pribadi)
•
EFEKTIF dan EFISIEN, (tulisan sebagai alat komunikasi yang berdaya
tarik tinggi).
Mengenai kode etik penulisan karya ilmiah, hal
yang harus dipenuhi oleh ilmuwan adalah:
-
Melahirkan
karya orisinal, bukan jiplakan
-
Menjunjung
tinggi posisinya sebagai orang terpelajar, menjaga kebenaran dan manfaat serta
makna informasi yang disebarkan sehingga tidak menyesatkan
-
Menulis
secara cermat, teliti, dan tepat.
-
Bertanggung
jawab secara akademis atas tulisannya.
-
Memberi
manfaat kepada masyarakat pengguna.
-
Menjunjung
tinggi hak, pendapat atau temuan orang lain.
-
Menyadari
sepenuhnya bahwa tiga pelanggaran kode etik berakibat pada hilangnya integritas
penulis jika melakukannya.
-
Secara
moral cacat, apalagi dilihat dari kacamata agama. Nilai keagamaan mencela
pelanggaran sebagai bagian dari ketidakjujuran, pencurian atau mengambil
kepunyaan orang lain tanpa hak.
Aspek Lain yang terkait dengan etika penulisan adalah menghindari kekeliruan
yang lazim dalam penulisan draft:
ü Judul; Judul menjelaskan isi tulisan secara ringkas, jelas, dan
tepat, sehingga pembaca dapat segera memutuskan apakah akan membacanya atau
tidak. Selain itu, judul juga merupakan kata-kata kunci yang biasanya digunakan
untuk daftar indeks penelitian. Dalam membuat judul, hindari kata-kata yang
tidak perlu, misalnya : "studi tentang" atau "suatu penelitian
tentang", dan sejenisnya. Hindari penggunaan singkatan dan jargon, serta
hindari judul yang mempunyai kesan "aneh". yang menjadi catatan yang
harus dihindari pada pemilihan judul adalah hindari judul yang tidak jelas, dan
menimbulkan mis-interpretasi pembaca.
ü Abstrak; abstrak merupakan laporan keseluruhan secara ringkas,
tanpa adanya suatu tambahan di luar tulisan/artikel dan tanpa adanya kerincian
tertentu, misalnya menunjuk pada gambar, tabel atau sumber tertentu. Abstrak
berisi pernyataan tujuan utama penelitian, metoda yang digunakan, ringkasan
hasil yang terpenting, serta pernyataan kesimpulan yang utama dan yang paling
signifikan. Abstrak dibatasi oleh jumlah kata yang biasanya sekitar 50 sampai
300 kata. Proses penyusunan abstrak dapat dilakukan dengan cara menyarikan
hal-hal pokok dari setiap bagian tulisan, yang kemudian dipadatkan menjadi
suatu kesatuan tulisan. Dalam penulisan abstrak terdapat dua hal yang harus
dihindari, yaitu: abstrak yang tidak mencerminkan isi keseluruhan tulisan,
tidak fokus, dan lebih dari ukuran ideal.
ü Kata kunci; kata kunci yang tidak baik dan harus dihindari adalah
kata kunci yang tidak mencerminkan hal paling penting.
ü Pendahuluan; pendahuluan berisi tentang persoalan yang dibahas yang
meliputi persoalan yang diteliti, ringkasan penelitian sebelumnya yang relevan,
dan konsep yang melandasi penelitian yang akan dilakukan; pentingnya persoalan;
serta tujuan penelitian yang berupa upaya untuk menjawab hipotesis, pertanyaan
penelitian, atau penggunaan/perbaikan metoda. Proses penulisan pengantar atau
pendahuluan ini dimulai dari pernyataan yang bersifat umum menuju ke pernyataan
yang spesifik. Dalam hal ini dapat berupa persoalan dalam dunia nyata atau
studi literatur menuju ke eksperimen atau pengembangan yang dilakukan. Dalam
penulisan pendahuluan hendaknya menghindari beberapa hal yaitu menulis pendahuluan
yang terlalu panjang, tidak proporsional,
tidak memuat posisi tulisan, dan yang tidak secara jelas menyebut
metodologi.
ü Pembahasan atau analisis; Diskusi/analisis berisi tentang hasil
dari metoda, yang menjelaskan temuan-temuan yang terpenting dengan
memperhatikan kesimpulan awal yang dapat diambil yang berupa pola, prinsip,
atau hubungan; kaitan dengan penelitian sebelumnya yang dicuplik atau dijadikan
basis penelitian. Pada bagian ini juga berisi penjelasan tentang hasil atau
temuan-temuan tersebut. Pada bagian ini, yang perlu dihindari adalah pembahasan
atau analisis yang tidak fokus, mengupas analisis yang tidak mendalam, dan
menggunakan alat bantu yang tidak jelas.
ü Kesimpulan; bagian ini berisi penjelasan tentang bagaimana
hasil yang diperoleh menjawab tujuan penelitian serta persoalan yang lebih
luas, yang berupa implikasi teoritik, aplikasi praktis, atau generalisasi pada
situasi yang berbeda. Penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan hasil analisis
yang dilakukan sehingga tidak terkesan spekulatif dan melakukan generalisasi
yang berlebihan. Selain itu, bagian ini dapat berisi penelitian lanjut untuk
menjawab kontradiksi yang terjadi atau untuk menjelaskan kekecualian yang
terjadi. Pada kesimpulan, yang harus dihindari adalah penulisan kesimpulan yang
tidak menjawab masalah yang diangkat, dan mengulang-ulang statemen yang ada
dalam pembahasan (Toha, http://lpfilkom.freeservers.com).
VI.
Pelanggaran Etika Ilmiah
Pelanggaran
etika ilmiah sering terjadi, hal ini terjadi baik secara sengaja maupun tidak
sengaja. Pada umumnya pelanggaran etika ilmiah berkisar pada tiga wilayah,
yaitu:
l Fabrikasi data; Fabrikasi data --à ‘mempabrik’
data atau membuat-buat data yang sebenarnya tidak ada atau lebih umumnya
membuat data fiktif.
l Falsifikasi data; Falsifikasi data --à bisa berarti
mengubah data sesuai dengan keinginan, terutama agar sesuai dengan kesimpulan
yang ‘ingin’ diambil dari sebuah penelitian.
l Plagiarisme; Plagiarisme ---à mengambil kata-kata atau kalimat atau teks orang lain tanpa
memberikan acknowledgment (dalam bentuk sitasi) yang secukupnya.
VII.
Kesimpulan
Ilmuwan
secara etimologi bermakna orang yg ahli atau banyak pengetahuannya mengenai
suatu ilmu, sedangkan menurut terminologi ilmuwan banyak sekali peneliti atau
para cendikia yang mencoba untuk memberi definisi mengenai ilmuwan salah
satunya adalah sebagaimana dalam pandangan McGraw-Hill Dictionary Of
Scientific and Technical Term, ilmuwan adalah seorang yang mempunyai
kemampuan dan hasrat untuk mencari pengetahuan baru, asas-asas baru, dan
bahan-bahan baru dalam suatu bidang ilmu.
Dengan
demikian orang yang disebut sebagai Ilmuwan harus memiliki ciri-ciri sebagai
ilmuwan yang dapat dikenali lewat paradigma serta sikapnya dalam kehidupan
sosial, memiliki daya kritis yang tinggi, jujur, bersifat terbuka, dan netral. Selain
itu pula seorang ilmuwan harus patuh pada sistematika penulisan karya ilmiah
serta syarat-syarat yang berkenaan dengan kode etiknya.
Peran
dan fungsi ilmuwan dalam masyarakat juga perlu diperhitungkan, karena ilmuwan
merupakan orang yang dapat menemukan masalah spesifik dalam ilmu. Selain itu,
ilmuwan pula terbebani oleh tanggung jawab, tanggung jawab yang diemban oleh
ilmuwan meliputi tanggung jawab sosial, moral, dan etika.
Hal
lain yang perlu diperhatikan adalah mengenai pelanggaran etika ilmiah yang
wajib dihindari oleh para ilmuwan adalah fabrikasi data, falsifikasi data, dan
plagiarisme.
Daftar Pustaka
Tarigan,
Mhd. Iqbal. Generasi Bebek, Suara Binjai 17 Juli 2004, Binjai.
Pusat Bahasa Depertemen Pendidikan Republik
Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php.
Di akses pada 12 Januari 2010. 23.30 WIB.
The, Liang Gie. 2000. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty.
Syamsir,
Elvira. 2009. Tanggung Jawab Ilmuwan.
file:///E:/tanggung%20jwb%20ilmuwan/TANGGUNG_JAWAB_ILMUWAN.htm.
Diakses pada 13 Januari 2010. 00.21 WIB.
Basuki,
Ahmad. 2008. Menggugat Moral Ilmuwan (dimuat pada artikel opini Bengawan
pos).
http://achmadbasuki.files.wordpress.com/2008/07/menggugat-moral-ilmuwan_bengpos050902.doc.
Di akses pada 13 Januari 2010. 01.47 WIB.
http://developer.ning.com/profiles/blog/show?id=1185512%3A111905.
Di akses pada 13 Januari 2010. 01.47 WIB.
Dhaniel, Dhakidae. 2003. Cendikiawan dan Kekuasaan Dalam Negara
Orde Baru. Jakarta: Gramedia.
Suriasumantri, Jujun S. 2001. Filsafat Ilmu: Sebuah Perngantar
Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Toha, Isa Setiasyah. Teknik Dan Etika Penulisan Artikel Ilmiah.
http://lpfilkom.freeservers.com/lain/Etika.htm.
diakses pada 19 Januari 2010. 03.05 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar