Oleh: Nita Zakiyah, M.A
I.
Latar Belakang
Bahasa dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe
yang dimiliki oleh struktur bahasa tersebut, yaitu (1) bahasa isolasi (isolating
languages), dimana setiap kata pada tipe ini terdiri dari satu akar kata yang
tidak berubah, seperti pada bahasa Cina dan Vietnam; (2) bahasa aglutinasi (agglutinating
languages), kata-kata pada tipe bahasa ini terdiri dari akar kata dan
imbuhan, dan pemisahan antara akar kata beserta imbuhannya cukup jelas, seperti
pada bahasa Turki; (3) bahasa berinfleksi (inflecting languages), bahasa
dengan tipe ini dianggap cukup kompleks, kata tunggal di dalam bahasa itu
memiliki sejumlah satuan arti, namun tidak dapat digunakan untuk menbedakan
bagian-bagian dari seluruh kata, seperti pada bahasa Sansekerta, bahasa Yunani
Kuno, bahasa Latin, bahasa Arab, dll. (Sampson, 1980:22)
Bahasa Arab -selanjutnya disingkat BA- merupakan
salah satu bahasa yang bertipe fleksi, bahasa ini memiliki struktur yang sangat
kompleks, satu kata dalam BA bisa memiliki sejumlah satuan arti. Dalam BA
dikenal 3 kasus (1) nominatif/rafa’ disertai dengan vokal ḍamma, misalnya: “rumah” baitun (nakirah [tanpa alif dan lam/ال]), “rumah itu” al-baitu
(ma’rifah [dengan alif dan lam/ال]); (2) akusatif / nasb
disertai dengan vokal fathah,
misalnya: baitan (nakirah) - al-baita (ma’rifah);
(3) genitif / jarr disertai dengan vokal kasrah, misalnya: fī
baitin - fī
al-baiti (Haywood, 1962:33)
Begitu kompleksnya BA, dibuktikan pula dengan kategori-kategori
infleksional bahasa seperti jumlah, gender, dan kasus untuk kelas
nomina, sedangkan jumlah, gender, kala, modus dan aspek untuk kelas verba.
Dalam Bahasa arab terdapat tiga bagian-bagian
kalimat (ajzā’u al- jumlah) :
1)
isim (nomina), isim
adalah setiap kata yang digunakan untuk menandai nama orang,
hewan, tumbuhan, barang/benda, dan lain-lain;
2)
fi’il (verba), fi’il adalah kata kerja yang
menunjukkan pada terjadinya suatu perbuatan di waktu tertentu. Verba
berdasarkan kala dibagi menjadi dua: fi’il māḍi adalah kata kerja
bentuk lampau; fi’il muḍāri’ adalah kata kerja yang menunjukkan waktu sekarang (present)
dan yang akan datang (future). Kedua bentuk Kata kerja itu memiliki 14
bentuk kata yang penggunaannya dibedakan berdasarkan kata ganti / ḍāmir.
3)
harf (partikel), sebagaimana pada bahasa lain, partikel dalam
bahasa Arab adalah setiap kata yang tidak mempunyai makna sempurna kecuali jika
dirangkaikan dengan kata lain.
Lantas, Berkenaan dengan jumlah pada kelas
nomina, BA memiliki tiga bentuk jumlah, yakni tunggal (mufrād), dual (muṡannā), dan jamak (jama’); jamak berlaku untuk
lebih dari dua.
Mufrad adalah jumlah yang menunjukkan pada sesuatu
yang tunggal, baik bergender laki-laki maupun perempuan, nakirah atau ma’rifah, kata sifat maupun kata yang
disifati, jāmid (kata benda yang bukan derivasi dari kata kerja) atau musytaq
(kata benda yang merupakan derivasi dari kata kerja), dan berakal maupun tak
berakal, seperti pada: qalamun “pena”, imra’atun “perempuan”, ḥāmidun “yang memuji”, maḥmūdun “yang dipuji”, maktabun “meja”, nabātun
“tumbuh-tumbuhan”, ṭā’irun “burung”, anta “kamu laki-laki, allażī “yang (merujuk pada laki-laki)”, dan lain sebagainya.
muṡannā adalah jumlah yang menunjukkan sesuatu yang berjumlah
dua, seperti contoh-contoh mufrad di atas namun dengan menambahkan alif
dan nun (اَنِ - ) di akhir kata pada
nominatif, serta yā dan nūn (يْنِ-) pada kasus akusatif
dan genitif, seperti: baḥrun “laut” – baḥrāni (nominatif) - baḥraini (akusatif dan genitif); allażī “yang (merujuk pada laki-laki)” – allażāni – allażaini; allatī “yang (merujuk pada perempuan)” – allatāni – allatainī;
maḥmūdun - maḥmūdāni - maḥmūdaini; dan lain-lain.
Sedangkan jamak[1] pada BA
mengarah pada jumlah yang lebih dari dua. Ada dua kategori jamak: pertama,
hanya dengan menambahkan /وْنَ-/ wawu dan nun
atau /اتٌ-/ alif dan ta pada
nominatif, dan /ين-/ yā dan nūn
atau /اتٍ-/ alif dan tā’ pada
akusatif dan genitif; kedua: dengan beberapa pola yang akan di uraikan
kemudian.
Kajian ini berusaha menjelaskan bentuk-bentuk
jamak dan pembagiannya, namun bentuk jamak tidak dapat dilepaskan dari bentuk
tunggal dan dualnya. Proses terbentuknya sebuah kata hingga jamak dalam bahasa
Arab yaitu:
Mufrād ( kitābu ) → Muṡannā ( kitabāni ) → jama’ ( kutubun )
Pada contoh di atas, kata kitābu ‘buku’
menunjukkan kata benda tunggal, kitabāni ‘dua buku’ menunjukkan kata
benda dual, dan kutubun ‘tiga buku atau lebih’ menunjukkan kata benda
jamak/berjumlah banyak.
II.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, berikut dirumuskan
beberapa permasalahan dalam penelitian:
1)
Apa
saja jamak yang terdapat dalam struktur tata bahasa Arab?
2)
Bagaimana
proses pembentukan jamak dari bentuk mufrad dan muṡanna pada tiap
bentuk jamak pada isim?
3)
Bagaimanakah
perbedaan jamak antara mużakkar dan
mu’annaṡ baik dari proses pembentukannya serta bentuk-bentuk yang
dihasilkan?
III.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah:
1)
Mengidentifikasi
macam-macam jamak yang ada dalam struktur tata bahasa Arab.
2)
Mengetahui
proses pembentukan jamak tersebut dari bentuk mufrad dan muṡanna pada isim.
3)
Mengetahui
perbedaan bentuk jamak untuk mużakkar dan mu’annaṡ.
IV.
Analisis
Jamak pada bahasa Arab adalah isim yang bermakna
lebih dari dua dan berfungsi merubah wazan kata. Pembentuk jamak, ada yang hanya memanfaatkan Penanda imbuhan dengan menambahkan akhiran pada
kata tanpa merubah bentuk asalnya, namun ada pula yang merubah total bentuk
asalnya dengan pola-pola tertentu. Kasus jamak dalam bahasa Arab memang agak
rumit untuk mengingatnya, karena kebanyakan kata jamak memiliki bentuk tak
beraturan, meskipun sudah ada rumusan pola-pola
pembentukannya.
Sebagaimana yang telah disinggung di atas
bahwa dalam struktur bahasa Arab mengenal tiga kategori jumlah, yaitu tunggal,
dual dan jamak. Kategori jumlah yang akan diuraikan berupa kategori jumlah yang
terdapat pada nomina, yaitu: Mufrad (tunggal), Isim Mufrad adalah bentuk
kata benda tunggal, misalnya: hayawānu “binatang” – muslimu “seorang muslim” – kitābu “buku” – qalamu “pena”; isim muṡanna adalah kata benda bermakna dual yang ditandai dengan
akhiranاَنِ - /āni/ pada nominatif (rafa’)
misalnya: kitabāni “dua buku”, qalamāni “dua
pena”, muslimāni “dua orang muslim”, dan يْنِ- /īna/ pada akusatif (nasb),
dan genitif (jar) seperti: ‘ala al-muslimaini “dua orang muslim”;
jamak pada BA menunjukkan isim yang berjumlah tiga atau lebih.
Bentuk jamak dalam bahasa Arab ada dua macam, yakni jama’ sālim
dan jama’ taksir. Jamak sālim adalah sebuah bentuk jamak yang telah
memiliki kaidah baku, mudah dihafal, dan tidak menyulitkan para pembelajar
bahasa Arab. Jamak sālim dibagi lagi menjadi dua jenis. Pertama, jama’ mużakkar sālim, dan kedua, jama’ muannaṡ sālim. Jama’ mużakkar sālim sering disebut
dengan masculine sound plural, sementara jama’ muannaṡ sālim sering disebut
dengan feminin sound plural. Sedangkan jama’ taksir disebut juga dengan the
broken plural.
1. Jama’ Sālim
Jama’ sālim adalah jamak yang memiliki bentuk
baku, penamaan sālim berdasarkan pola (wazan), karena pola pada jama’
sālim tidak berubah, hanya ditambahkan waw dan nūn /وْنَ-/ atau alif dan tā’ /اتٌ-/ pada nominatif, dan yā
dan nūn /ين-/ atau alif dan tā’ /اتٍ-/ pada akusatif dan
genitif.
Berdasarkan jenis (feminin dan maskulin) Jama’ sālim dibagi menjadi dua: (1) jamak mużakkar sālim (bergender maskulin); (2) jamak muannaṡ sālim (bergender feminin).
1) Jama’ mużakkar sālim (جمع مذكر سالم)
Jama’ mużakkar
sālim adalah isim yang menunjukkan sesuatu yang lebih dari dua pada jenis mużakkar
(maskulin), pembentukan jamak ini dengan menambahkan waw dan nūn /وْنَ-/ pada wazan kata dalam kasus marfu’/nominatif,
seperti: ta’iba al-lā’ibūn “para pemain itu telah lelah”; dengan
menambahkan yā dan nūn /ين-/ -īna dalam wazan (pola) pada kasus mansūb/akusatif
dan majrūr/genitif, seperti pada: akrim al-mujtahidīn
“muliakanlah para mujtahid”, dalam kasus akusatif; dan nusallimu ‘alā al-musāfirīn
“kami memberi salam kepada para musafir”, dalam kasus genitif.
Syarat terbentuknya jamak ini adalah:
1)
Isim yang berupa nama untuk mużakkar yang berakal,
dengan syarat konsonan akhirnya bukan /tā’/ (tā’ ta’niṡ) seperti pada nama: hamzah, dan tidak murakkab (tersusun dari dua kata) seperti ‘abdu ar-rahmān; misalnya: Ahmad, sa’īd, dan khālid.
2) Isim Sifat bagi mużakkar yang
berakal, dengan syarat konsonan akhirnya bukan /tā’/ (tā’ ta’niṡ), seperti
ālim “orang yang mengetahui/orang yang berilmu”, kātib
“sekretaris”; namun kata tersebut memungkinkan dimasuki tā’ ta’niṡ, sehingga menjadi ālimah dan kātibah. Isim tafḍil (kata yang bermakna menyatakan lebih), seperti afḍal ”lebih utama”, dan akmāl “lebih
sempurna”; kedua kata tersebut tidak terdapat tā’ namun tidak
boleh dijamakkan. Isim sifat yang tidak terdapat tā’, ada dua
kemungkinan bentuk, yaitu pada kata itu bisa dimasuki tā’, atau tidak
bisa dimasuki tā’ karena berupa isim tafḍil, namun isim sifat yang tidak bisa dimasuki ta dan juga
bukan isim taḍfil, kata tersebut mutlak tidak boleh dijamakkan, seperti
kata: aḥmar “yang merah”, ṣabūr “yang sabar”, dan qatīl “yang dibunuh”.
Berikut adalah beberapa contoh kata yang tidak
boleh di jamak dengan jama’ mużakkar sālim:
Contoh
|
Sebab
|
Zainab
|
Karena nama seorang perempuan, meskipun tidak ada ta ta'niṡ
|
Dāhis
|
Nama seekor
kuda; sedangkan kuda tidak berakal
|
Hamzah
|
Karena ada ta ta’niṡ; meskipun nama seorang laki-laki
|
Murḍi’
|
Karena
merupakan sifat kuda, dan kuda tidak berakal
|
Sābiq
|
Karena merupakan sifat kuda, dan kuda tidak berakal
|
‘alāmah
|
Meskipun isim
sifat, namun terdapat ta ta'niṡ
|
abyaḍ
|
Karena mengikuti salah satu dari dua wazan
|
walhān
|
Karena isim
sifat yang berlaku untuk laki-laki dan perempuan
|
ṣabūr
|
Karena isim sifat yang berlaku untuk laki-laki dan perempuan
|
qatīl
|
Karena isim
sifat yang berlaku untuk laki-laki dan perempuan
|
2) Jama’ muannaṡ sālim (جمع مؤنث سالم)
Jama’ muannaṡ sālim adalah nomina (isim) yang menunjukkan sesuatu
yang lebih dari dua, dan menunjukkan gender feminin, pembentukan jamak ini
dengan menambahkan alif dan tā’ (berharakat marfu’) /اتٌ-/ pada wazan kata dengan
kasus marfu’/nominatif, seperti: haḍarat al-fāṭimātu “Fatimah-fatimah itu telah hadir”; dan menambahkan
alif dan tā’ (berharakat kasrah) /اتٍ-/ pada wazan dalam kasus
akusatif saqaitu asy-syajarāti “saya telah menyirami pepohonan”, dan dalam
kasus genitif seperti: jalastu ba’īdan ‘an al-baqarāti “saya telah duduk
jauh dari sapi-sapi betina itu.”
Ada 10 kriteria Isim yang dapat dijamakkan dalam jama’
muannaṡ sālim:
1)
Kata
benda yang mengacu
pada nama perempuan (muannaṡ), seperti: Da’dun, Maryam
dan Fāṭimah.
2)
Kata
benda yang diakhiri dengn huruf tā’ ta’niṡ. Seperti: Syajaratun “pohon”, ṡamratun “buah”, ṭalḥatun “seorang laki-laki yang bernama ṭalḥah”, dan hamzatun “seorang laki-laki yang bernama hamzah”. Kecuali pada beberapa kata berikut ini, seperti imra’atun, syātun, amatun, ummatun, syafatun dan
millatun (ket: maknanya ada pada tabel dibawah); kecuali pada kata-kata berikut, kata- kata yang diakhiri dengan tā’ ta’niṡ namun tidak
termasuk dalam jama’ muannaṡ sālim (jadi tidak
mendapat imbuhan alif dan tā’ pada akhir kata),
akan tetapi dijamakkan sebagai berikut:
Mufrad
|
Jamak
|
Arti
|
Imra’atun
|
nisā’
|
seorang perempuan
|
Syātun
|
syiyāhin
|
seekor kambing
|
Ammatun
|
imā’un
|
Seorang budak perempuan
|
Ummatun
|
umamun
|
sebuah bangsa
|
Syafatun
|
syifāhin
|
bibir
|
Millatun
|
milalun
|
syari’at/agama
|
3)
Isim sifat muannaṡ yang disertai tā’ ta'niṡ, dengan
ketentuan sebagai berikut:
§ Di akhiri dengan huruf tā’ ta'niṡ, misalnya pada kata murḍi’ah menjadi murḍiāt.
§ Atau yang menunjukkann tafḍil, misalnya pada kata fuḍlā (yang merupakan isim muannaṡ dari kata afḍal) menjadi fuḍliyāt.
Dengan demikian, sifat–sifat feminin tidak termasuk didalam jamak muannaṡ sālim (dan mendapat penambahan alif dan tā’), jika
tidak memenuhi
kriteria sebagaimana termaktub di atas. Seperti pada kata: Hāmil “wanita yang hamil”, hāiḍ “wanita yang haid”, ṭāliq “wanita yang ditalak”, ṣabūr “wanita penyabar”, jarīh “wanita yang luka”, dan żumūl “unta yang jalannya cepat”, akan tetapi kata-kata tersebut
dijamakkan sebagai berikut:
Tunggal/Mufrad
|
Jamak
|
Arti
|
Hāmil
|
hawāmil
|
wanita yang hamil
|
Hāiḍ
|
hawāiḍ
|
wanita yang haid
|
ṭāliq
|
ṭawāliq
|
wanita yang ditalak
|
ṣabūr
|
ṣubur
|
wanita penyabar
|
Jariih
|
jurha
|
wanita yang luka
|
Żumūl
|
żumul
|
unta yang jalannya cepat
|
4)
Sifat
bagi isim mużakkar yang tidak berakal. Seperti:
Mufrad
|
Jamak
|
Arti
|
Jabal asy-syāhiq
|
jibāl syahiqāt
|
gunung yang tinggi
|
Hiṣān as-sābiq
|
huṣun sābiqāt
|
kuda balap
|
5)
Maṣdar dengan wazan verba asalnya empat silabe (fi’il ruba’i,
seperti pada verba akrama [a-k-ra-ma], dan an’ama [a-n-‘a-ma]),
misalnya pada kata: ikrāmāt “beberapa kehormatan”
in’amāt “beberapa kenikmatan”
6) Taṣghir (kata yang menunjukkan makna kecil atau
dikecilkan) pada isim mużakkar yang tidak berakal, seperti:
Mufrad
|
Jamak
|
Arti
|
Duraihim
|
duraihimāt
|
dirham kecil
|
Kutayyib
|
kutayyibāt
|
buku kecil
|
Pada hakikatnya, taṣghir sama dengan sifat, dengan demikian kata yang ditaṣghirkan bisa menjadi jama’ muannaṡ sālim, analoginya sifat isim bergender maskulin tak
berakal boleh dijamakkan dengan alif dan tā’. Namun taṣghir bergender feminin tak berakal tidak boleh dijamakkan muannaṡ sālim, karena kata-kata berikut ini merupakan sifat
isim muannaṡ yang tidak terdapat tā’ ta’niṡ dan tidak pula menunjukkan makna tafḍil.
muannaṡ ghairu āqil
|
taṣghir
|
arti
|
arnabun
|
Urainibun
|
Kelinci kecil
|
khinṣarun
|
khunaiṣirun
|
Jari kelingking kecil
|
‘aqrabun
|
‘uqairibun
|
Kalajengking kecil
|
7) Kata yang diakhiri dengan alif ta’niṡ mamdudah (اء/ ā’) seperti pada kata ṣahrā’ “padang/tanah lapang” dan ‘ażrā’ “gadis”; berwazan
fa’lā’ muannaṡ dari wazan af’ala tidak dapat dijadikan jamak
muannaṡ sālim, kata berpola
yang demikian hanya bisa dijadikan jamak taksir dengan mengikuti wazan fu’lin,
seperti pada:
mużakkar
|
muannaṡ
|
Jamak taksir
|
Arti
|
Aḥmar
|
ḥamrā’
|
ḥumrin
|
Yang merah
|
Akḥal
|
kaḥlā’
|
kuḥlin
|
Yang bercelak
|
aṣḥar
|
ṣuhrā’
|
ṣuhrin
|
Tanah lapang
|
Pada kasus lain, lafal ḥaḍrā’
8) Isim yang huruf akhirnya berupa alif ta’niṡ maqsurah (ى_َ_ / ā), seperti pada:
Lafal muannaṡ
|
jamak muannaṡ sālim
|
Arti
|
żikrā
|
Żikriyāt
|
Peringatan
|
fuḍlā
|
fuḍliyāt
|
Yang sebaik-baiknya
|
ḥublā
|
ḥubliyāt
|
Yang hamil
|
Namun pada kasus kata yang berwazan fa’lā
yang merupakan bentuk feminin dari maskulin fa’lān tidak bisa dijamak
muannaṡ sālim namun
dijamak taksir, seperti:
mużakkar
|
muannaṡ Jamak taksir
|
Arti
|
Sakrāna
|
sukārā,
sakārā, sukrā, sakrā
|
Yang mabuk
|
Rayyānu
|
riwā’un, rayyan
|
Yang tidak dahaga
|
‘aṭsyāna
|
‘iṭāsyun, ‘aṭāsya, ‘aṭsyā
|
Yang haus
|
9) Isim yang tidak berakal serta diawali dengan lafal ibnu dan żū,
bisa dijamak muannaṡ sālim jika dimuḍafkan (disandarkan pada isim sesudahnya) kepada isim yang tak berakal, dan
dijamakkan menjadi: banāt, dan żawāt, namun jika dimuḍafkan kepada isim yang berakal maka tidak
dijamakkan dengan jamak muannaṡ sālim tapi dijamakkan sebagaimana pada tabel berikut:
Mufrad
muḍaf kepada isim
|
Jamak
muḍaf kepada isim
|
|
||
Tak berakal
|
Berakal
|
Tak berakal
|
Berakal
|
Arti
|
Ibnu āwā
|
-
|
Banātu āwā
|
-
|
Nama binatang
|
-
|
Ibnu ‘abbās
|
-
|
Banū ‘abbas
|
Anaknya Abbas
|
-
|
-
|
-
|
Abnā’u ‘abbās
|
-
|
Żi al-qa’dah
|
-
|
Żawātu al-qa’dah
|
-
|
Nama bulan (hijriah)
|
-
|
Żu ‘ilm
|
-
|
Żawū ‘ilm
|
Orang berilmu
|
10) Isim serapan yang belum diketahui
bentuk jamaknya tidak bisa dijamak dengan jamak muannaṡ sālim, misalnya pada kata-kata berikut:
Mufrad
|
Arti
|
At-tilighrāf
|
Telegram
|
At-tilfūn
|
Pesawat telepon
|
Al-funughrāf
|
Corong
penangkap suara pada gramapon
|
Ar-ruznāmaj
|
Kalender, tanggalan
|
Al-barnāmaj
|
Agenda, acara
kerja
|
2. Jama’ at-taksīr (جمع التّكسير)
Jamak taksir sebagaimana jamak sālim, yaitu
isim yang menunjukkan sesuatu yang lebih dari dua disertai dengan perubahan
pola (wazan) pada bentuk kata tunggalnya. Dengan demikian jamak ini disebut juga dengan the broken plural (jamak yang telah rusak), karena terjadi perubahan pola dari bentuk kata tunggalnya. Misalnya:
rajulun (I)→ rajulāni (II)→ rijālun ِ(III)
Rajulun “seorang laki-laki” merupakan bentuk mufrad, rajulāni
“dua orang laki-laki” bentuk muṡanna, dan rijālun “laki-laki (lebih dari dua)” adalah
bentuk jamak.
Cara merubah bentuk kata tunggalnya diantaranya dengan:
ü Dengan menambahkan huruf tambahan dalam bentuk tunggalnya.
ü Dengan mengurangi huruf dasarnya.
ü Dengan merubah harakatnya.
Misalnya:
no
|
Mufrad
|
Jamak
|
Huruf
yang di
|
Perubahan
harakat
|
Arti
lafal mufrad
|
|
|
|
|
tambah
|
hilang
|
|
|
1
|
Sahimun
|
siḥamun
|
Alif
|
-
|
-
|
Anak panah
|
|
Qalamun
|
Aqlāmun
|
Alif
|
-
|
-
|
Pena
|
|
miṣbāhun
|
maṣābīḥu
|
Alif
|
-
|
-
|
Lampu
|
|
Qalbun
|
Qulūbun
|
Waw
|
-
|
-
|
Hati
|
2
|
Takhmatun
|
Takhimun
|
-
|
Tā’
|
-
|
Tidak
mencerna makanan
|
|
Sidratun
|
sidarun
|
-
|
Tā’
|
-
|
Pohon bidara
|
|
Rasūlun
|
Rasulun
|
-
|
Waw
|
-
|
Utusan
|
4
|
Asadun
|
Usudun
|
-
|
-
|
Sukun
sin
|
|
Jika pada jamak sālim ditemukan pola yang teratur dengan
menambahkan imbuhan pada akhir kata, maka pada jamak taksir ditemukan pola-pola
kata yang berbeda-beda, dari wazan yang berbeda-beda pula. Terdapat beberapa
pola umum dalam pembentukan jamak taksir, yaitu sebagai berikut:
1)
Af’ālun, seperti pada
kata awlādun jamak dari waladun “anak laki-laki” (waladun – waladāni
– awlādun); amṭārun dari bentuk
tunggal maṭarun “hujan”; dan awqātun
dari bentuk tunggal waqtun “waktu”.
2)
Fu’ūlun, seperti pada kata:
Mulūkun jamak dari malikun
“raja”(malikun → malikāni → mulūkun);
Hurūfun jamak dari harfun
“huruf” (harfun → harfāni → hurūfun);
Qulūbun jamak dari qalbun
“hati” (qalbun → qalbāni → qulūbun);
Suyūfun jamak dari saifun
“pedang” (saifun → saifāni → suyūfun);
‘ulūmun jamak dari ‘ilmun “ilmu” (‘ilmun → ‘ilmāni
→ ‘ulūmun);
Durūsun jamak dari darsun“pelajaran”(darsun
→darsāni → durūsun).
3)
Fi’ālun, seperti pada
kata: Kilābun jamak dari kalbun “anjing” (kalbun → kalbāni
→ kilābun); rijālun jamak dari rajulun “seorang
laki-laki (rajulun → rajulāni → rijālun); jibālun
jamak dari jabalun “gunung” (jabalun → jabalāni → jibālun);
ṭiwālun jamak dari ṭawīlun “panjang” (ṭawīlun → ṭawīlāni → ṭiwālun); kibārun
jamak dari kabīrun “besar” (kabīrun → kabīrāni → kibārun);
ṣi’ābun jamak dari ṣa’bun “susah” (ṣa’bun → ṣa’bāni → ṣi’ābun).
4)
Fu’ulun, seperti pada
kata: kutubun jamak dari kitābun “buku” (kitābun → kitabāni
→ kutubun); mudunun jamak dari madīnatun “kota” (madīnatun
→ madīnatāni → mudunun); sufunun jamak dari safīnatun
“perahu” (safīnatun → safīnatāni → sufunun); jududun
jamak dari jadīdun “baru” (jadīdun → jadīdāni → jududun).
5)
Af’ulun, seperti pada
kata: anhurun jamak dari nahrun
“sungai” (nahrun → nahrāni → anhurun); asyhurun
jamak dari syahrun “bulan” (syahrun → syahrāni → asyhurun);
arjulun jamak dari rijlun “kaki” (rijlun → rijlāni
→ arjulun).
Pola-pola lain dalam pembentukan jamak tidak beraturan terbagi atas dua kelompok, yakni jam’u al-qillah dan jam’u al-kaṡraH. Kelompok pertama digunakan untuk jumlah
mulai dari tiga sampai sepuluh, sedangkan
kelompok kedua mengandung pola jamak pecah yang lebih umum. Di kamus biasanya
bentuk jamak selalu digandengkan dengan bentuk
tunggalnya.
Pola Contoh Tunggal - Jamak
Kelompok pertama
Wazan Tunggal Jamak
أفعل [af’ulun] شهر [syahrun] (bulan) اشهر [asyhurun]
أفعلة [af’ilatun]
سلاح [silāḥun] (senjata)
أسلحة [asliḥatun]
فعلة [f’ilatun] فتى [fatā] (pemuda) فتية [fityatun]
فعل [fu’ulun] كتاب [kitābun] (buku) كتب [kutubun]
أفعال [af’ālun] قلم [qalamun] (pensil) أقلام [aqlāmun]
فعلاء [fu’alā’] وزیر [wazīr] (menteri)
وزرآء [wuzarā’]
Kelompok kedua
Wazan Tunggal Jamak
فعلان [fi’lānun]
ولد
[waladun] (anak) ولدان [wildānun]
فعول [fu’ūlun]
بيت
[baitun] (rumah) بيوت [buyūtun]
فعال [fi’ālun]
كلب
[kalbun] (anjing) كلاب [kilābun]
فعل [fu’alun]
دولة
[daulatun] (negara)
دول
[duwalun]
أفعل [ af’alun]
شهر
[syahrun] (bulan) اشهر [asyhurun]
أفعلاء [ af’ilā’u] صدیق [shadīqun] (teman) اصدقاء [ashdīqā’u]
فعاعل [fa’ā’il] جریدة [jarīdatun] (koran) جرآئد [ jarāidu]
فعاعيل [fa’ā’īl] تلميذ [tilmīżun]
(pelajar) تلاميذ [talāmīżu]
فعالل [fa’ālilun] مجلس [majlisun] (dewan) مجالس [majālisun]
فعاليل [fa’ālīlu] سلطان [sulṭan] (raja) سلاطين [salāṭīnu]
Pada umumnya, untuk kesesuaian (agreement),
jamak taksir biasanya di sandingkan dengan sifat bergender feminin (karena kata
sifat tersebut diakhiri dengan tā’ ta’niṡ), seperti pada kata mudunun kabīratun
“kota besar”, durūsun ṣa’batun “pelajaran yang sulit”; berbeda lagi maknanya jika pada
nomina di beri determinan /al-/ seperti al-mudunu kabīratun maka
akan bermakna “kota itu besar”.
Jamak taksir dari kata sifat pula disandingkan
dengan jamak taksir dari kata benda, seperti: ‘ulūmun ṡi’ābun “ilmu-ilmu yang sulit”; sufunun ṭiwālun “kapal-kapal yang panjang”.
V.
Kesimpulan
Bahasa arab merupakan bahasa yang memiliki struktur yang sangat
kompleks, dibuktikan dengan struktur bahasa ini memuat beberapa kategori-kategori infleksional seperti jumlah, gender, dan kasus untuk kelas
nomina, sedangkan jumlah, gender, kala, modus dan aspek untuk kelas verba.
Pada kategori jumlah dalam bahasa Arab, terdapat dua jenis: yaitu
jamak sālim dan jamak taksir. Jamak sālim dibedakan menjadi dua berdasarkan
gender maskulin di sebut juga dengan Jama’ mużakkar sālim dan berdasarkan gender feminin disebut juga dengan jama’ muannaṡ sālim. Jama’ sālim memiliki
keteraturan dalam pembentukannya dengan menambahkan imbuhan di akhir kata, sedangkan
jama’ taksir memiliki pola-pola yang beragam dalam pembentukannya.
Daftar Pustaka
Sampson,
Geoffrey. 1980. Shcools of Linguistics Competition and Evolution. London:
Hutchinson & Co.
Haywood, J. A.
and H. M. Nahmad. 1962. A New Arabic Grammar of The Written Language.
London: Humphries & Co. Ltd.
Ghulayaini,
Musthafa. 2004. Jāmi’u Ad-Durūsi Al-Arabiyyah. Beirut: Dārul Al-Kutub
Al-‘Ilmiyah.
Ali, Atabik dan
A. Zuhdi Muhdlor. 1998. Kamus Kontemporer Arab – Indonesia. Yogyakarta:
Multi Karya Grafika.
Fayyāḍ, Sulaiman. Tanpa Tahun. An-Nahwu Al-Aṣrī. Al-Ahram: Markazu Al-Ahram li At-Tarjamati Wa
An-Nasyri.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php.
Di akses pada 08-01-2010.
Ismail, Moh. (Pengalih Bahasa). 1991. An-Nahwul Wadlih Tata
Bahasa Arab. Surabaya: Putra Al-Ma’arif.
Hamdani, Deny. 2002. Fundamental Tata
Bahasa Arab (Pdf File). Jerman: Tidak Di Terbitkan.
[1] Disini akan digunakan dua kata jamak: (1)
jama’: merupakan transliterasi dari bahasa Arab (جمع); (2) jamak: kata serapan
yang telah mengalami penyesuaian ejaan yang bermakna bentuk kata yg
menyatakan lebih dr satu atau banyak: “siswa-siswa” atau “para siswa” adalah
bentuk -- dr kata “siswa” (KBBI Online), dan makna pada bahasa Indonesianya
serupa dengan kata jamak pada bahasa aslinya (bahasa Arab).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar