Oleh: Nita Zakiyah, M.A
I. PENDAHULUAN
Islam adalah
agama kesatuan (tauhid) dan semua aspek ajaran dalam praktek islam yang benar
menunjukkan prinsip yang sentral dan penting.
Clifford
Geertz mengatakan, bahwa islam membawa rasionalisme dan ilmu pengetahuan serta
menegaskan suatu sistem masyarakat yang berdasarkan kebebasan orang-
perorangan. )Lubis,
1996:1)
Begitu pula dengan tasawuf yang merupakan
sumsum tulang atau dimensi “dalam” dari wahyu keislaman, benih-benihnya sudah
ada sejak dalam kehidupan Nabi SAW. Hal ini dapat dilihat dalam perilaku dan
peristiwa hidup, ibadah dan pribadi.
Tasawuf telah memberikan semangatnya
kepada seluruh struktur islam baik dalam perwujudan sosial maupun intelektual.
Sehingga nuansa tasawuf yang berkembang di dunia keislaman menyebabkan banyaknya
bermunculan teks-teks ajaran mengenai tasawuf itu sendiri.
Berlainan dengan ilmu-ilmu lain, tasawuf
mencari hakikat dari suatu realitas dan kebenaran melalui ulah rasa (dzauq),
merasakannya di dalam hati, dan menyaksikannya melalui mata hati, serta bekerja
melalui potensi rasa, hati nurani atau batin. Lebih dari itu, tasawwuf
menjadikan agama tidak saja dimengerti atau dipahami, tetapi juga dihayati
serta dirasakan sebagai suatu kebutuhan (Permadi, 1997:3).
Terkait dengan teks mengenai tasawuf yang
akan di sunting pada lembaran selanjutnya, menurut penulis, naskah As-Sair
Wa Suluk Ila Malikil Muluk –selanjutnya di sebut dengan AS-penting untuk
diteliti dan dikaji. Adapun makna penting dari naskah AS pada bab yang akan di
sunting dapat dilihat dari sisi kandungan isi yang memapar seputar ajaran
tentang tasawuf (dalam bab mengenai suluk) merupakan salah satu naskah
penting dari naskah-naskah tasawuf yang ada di nusantara.
Selain kandungan substansi yang menarik
dan tetap relevan dengan zaman, juga perlu di ketahui, dipelajari serta di kaji
karena merupakan akhlak vital yang mesti di aplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Salah satunya menjelaskan tentang akhlak mahmudah (tepuji)
dan madzmumah (tercela) yang apabila manusia tidak mengetahui keduanya,
maka manusia itu sendiri akan sulit dalam mengaktualisasikan diri menjadi
manusia sejati sebagaimana mestinya dalam kehidupan.
Saya berharap, sedikit suntingan teks yang
akan di bahas kemudian, dapat bermanfaat secara teoritis agar dapat
menghasilkan kajian selanjutnya, terutama berkaitan dengan pemahaman teks di
dalam naskah. Dan manfaat secara praktis yang diharapkan dapat memberikan
kontribusi kepada penulis khususnya dan pembaca umumnya.
II. TINJAUAN NASKAH
A. Inventarisasi Naskah
Berdasarkan
hasil penelusuran pustaka dan penelusuran lapangan, terdapat 3 naskah AS yang
ketiganya terdapat di Perpustakaan Nasional Jakarta. Teks pertama terdapat dalam bundel
naskah A.269, sedangkan teks kedua terdapat dalam naskah A.569, dan teks ketiga
terdapat dalam bundel naskah A.309.
Untuk tidak
mempersulit, Penyuntingan teks akan di sandarkan pada metode penelitian naskah
tunggal pada bundel naskah ketiga A.309. Berdasarkan kebijaksanaan dari dosen
pembimbing.
B. Deskripsi Naskah
Naskah
ini dibuat pada tahun 1254 H. dalam salah satu teks tertulis bahwa pemilik
naskah tersebut adalah Abdul Rahim Bin Abdul Qadir. Naskah berukuran
sampul 20,5x14,5 cm, sedangkan teks berukuran sama 20,5x14,5 cm, pias kanan
berukuran 4 cm; pias kiri 2 cm; pias atas 2,5 cm, dan pias bawah 2,5 cm. secara
keseluruhan naskah yang ditulis terdiri dari 119 halaman tidak termasuk dengan
lembaran teks yang hilang. Setiap halaman terdiri dari 19 baris kecuali pada
halaman terakhir terdiri dari 17 baris. Jarak antar baris 0,5 cm. Tidak ada
penomoran halaman, hanya ada nomor
halaman yang telah ditulis oleh petugas perpustakaan.
Alas naskah
menggunakan kertas Eropa dngan bahan sampul karton kertas. Tidak terdapat
cap/stempel, akan tetapi terdapat kolofon. Warna kertas putih
kekuning-kuningan. Naskah dijilid dengan menggunakan benang sebagai
pengikatnya, sedangkan motif sampul abstrak bermotif kayu kehitam-hitaman.
Penulisan naskah menggunakan garis panduan yang ditekan.
Teks AS
ditulis dengan menggunakan bahasa dan aksara arab tanpa harakat, sementara jenis
khat yang digunakan adalah tsulus bernuansa riq’ah. Tinta
yang digunakan berwarna hitam, sementara untuk rubrikasi digunakan tinta
berwarna merah. Secara keseluruhan, kondisi naskah masih cukup baik, walau
lembaran teks awal pada naskah hilang, akan tetapi Tulisan pada naskah tebal,
rapi, dan jelas.
Teks
mengandung ajaran-ajaran tarekat. Tidak ada mukaddimah. Namun langsung ditemukan sepuluh bab yang
tersusun kurang beraturan, dari bab 8 lalu 9, 10,1,2,3,4,5,6,7 yang secara
garis besar isi teks tersebut antara lain:
Bab I : Tentang aib dan nikmat
kehidupan dunia
Bab II : Pembahasan tarekat dan
keutamaannya, juga menerangkan sifat-sifat
terpuji untuk mencapai kesempurnan
Bab III : Pembatasan
mengenai batasan/hijab antara Allah dengan
hamba-Nya
Bab IV : Menjelaskan tentang jiwa ‘Immarah,
perjalanannya serta
tingkatannya.
Bab V : Pembahasan mengenai sifat-sifat
jiwa Lawwamah dan Muhsinat.
Bab VI :
Menjelaskan sifat-sifat penting dalam diri manusia antara kebaikan
dan keburukan.
Bab VII : Menjelaskan tentang jiwa muthmainnah
yang di nisbatkan kepada
kesempurnaan
Bab VIII : Menjelaskan tentang an-nafs
ar-radhiyah
Bab IX : Pembahasan mengenai keutamaan dari
an-nafs ar-radhiyah
Bab X :
Menjelaskan tentang kamal (jiwa yang sempurna), pendekatannya,
serta apa-apa yang
menjauhkannya.
III. PENGANTAR
PENYUNTINGAN
Teks
yang akan di sunting disini ada pada bab kedua dari sepuluh bab yang ada pada
naskah) (ياب الثاني : في حث علي سلوك هذا الطريق و بيان
فضلها, untuk
mempermudah bagi pembaca, penyunting mencantumkan footnote yang menjelaskan
suntingan-suntingan pada teks. Serta bacaan yang penyunting ishlah langsung
di tulis pada teks, sedangkan untuk bacaan yang di ishlah diletakkan pada
footnote dan diberi keterangan. Selain itu untuk bacaan yang hurufnya kurang
akan di sisipkan langsung pada bacaan dengan menggunakan tanda kurung, contoh: تراؤ(و)ن, lalu di beri keterangan pada
footnote. Kemudian digunakan tanda || || untuk bacaan yang harus dihilangkan,
karena tidak sesuai dengan kaidah atau adanya pengulangan kata, yang akan di
tulis langsung pada teks dan dijelaskan pada footnote. Hal ini tidak lain
bertujuan agar pembaca dapat memahami teks yang disunting dengan mudah.
IV. SUNTINGAN NASKAH :
واما الرياء فهو حرام لقوله تعالى
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّين الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاَتِهِمْ سَاهُونَ الَّذِينَهُمْ
يُرَاءُونَ وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ وقال تعالى: فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ
رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِك بعبادة[1]ِ
رَبِّهِ أَحَدًا وقال صلى الله عليه وسلم ان اخوف ما أخاف عليكم الشرك الاصغر
قالوا وما الشرك الاصغر يا رسول الله قال الرياء يقول الله تعالى يوم القيامة اذا
جازى العباد باعمالهم إذهبوا[2]
إلى الذين كنتم تراؤ)و(ن[3] فى
الدنيا فانفروا هل تجدون عندهم الجزاء واعلم أن المر
||ا||
ء ||ى||[4] لا
شك انه يريد ان تكون له فى قلوب الناس منزلة وهذا الذي ليبعثه على الرياء وطالب
طريق الحق يجب عليه ان يسعى على اسقاط منزلته من قلوب الخلق فحينئذ المر||ا||)ء(||ى||[5]
بعيد عن طريق الحق واما حب الجاه[6] والرياسة فانه مذموم قاطع عن طريق الحق قال النبي
صلى الله عليه وسلم حب ابن ادم من الشر لا من عصمه الله ان يشير اليه الناس
بالاصابع فى دينه او دنيا(ه)[7]
وقال على رضى الله عنه نبذل ولا تشتهر ولا ترفع شخصك واكتم واصمت تسلم شر الابرار
وتغيظ الفجار وقال ابرهيم بن ادهم ما صدق مع الله من احب الشهرة وانتشار الصيت
واعلم ان حب الشهرة هو المذموم واما نفس الشهر وانتشار الصيت فقد يكون محمودا وقد
يكون مذموما فإن قصد به تعظيم نفسه واحتقار غيره فهو المذموم وإن قصد به إرشاد
الخلق ونفعهم فهو محمود مثاب عليه ولا شك ان جاه الانبيا(ء)[8]
والخلفاء الراشدين اوسع من كل جاه[9]
وهم مثابون عليه وعلامة الجاه[10]
المحمود ان يكون صا حبه كالمكلف فى حمله فإذا جاء من ينوب عنه ويكف يه التعب فرح
به وإغتنمه ولم نغيظ منه بل يرى منته عليه او[11]على
كل حال متى مال قلب السالك الى حب الجاه والرياسة انقطع عن الطريق فيجب عليه حب
الخمول وتعاطى اسبابه وهى لبس الاشياء التى تسقط منزلته عند الناس حتى اذا دخل لم يعتن به احد ولا يرد[12]
عليه السلام هذا حال المريد الصادق واما كثرة الكلام فهي[13]
مذمومة لانها يتولد منها امور محرمة وامور مكروهة مثل ذكر المعاصى السالفة وذكر
احوال النساء والمجادلة التى هى المراء والخصومة والتشدق فى الكلام بتكلف السجع
والتصنع والسب والفحش واللعن والمزاح الزائد على الشرع والسخرياء والاستهزاء
وإفشا(ء) [14] السر والكذب واليمين
والغيبة والنميمة وامثال هذه المحرمات من الخوض فيما لا يعنى وافة اللسان افة
مهلكة لم يكن شئ اخطر منها وجميع القبائح متفرعة منها فلذلك مدح النبى صلى الله
عليه وسلم الصمت[15] وحث عليه وامر به اصحابه
وقال الصمت حكمة[16]
وقليل فاعله وقال من صمت نجا وقال عليه الصلاة والسلام لمعاذ بن جبل وهل يكب
الناس[17]
فى النار على مناخرهم إلا حصائد السنتهم وكان أبو بكر الصديق رضي الله عنه يخاف من
فلتات اللسان فيضع فمه حصاة لتمنعه من التكلم وكان يقول هذاالذى اوردنى الموارد
القبيحة ويشير الى لسانه ومن عظم ماروى إبن مسعود رضى الله عنه من افة اللسان كان
يقول الله اكبر ما من شئ أحق بالسجن من اللسان وقال عليه الصلاة والسلام مررت ليلة
اسرى بي[18] ||على||[19]
قوم يخمشون وجوههم[20]
باظافيرهم فقلت يا جبريل من ؤلاء فقال الذين يغتابو(ن) [21] الناس ويقعون فى اعراضهم والغيبة
ان تذكر اخاك بما فيه وتعلم انه لو سمعه لكرهه سواء كان فى بدنه او فى نفسه
او فعله او قوله او دينه او دنياه او ثوبه
او داره ||او داره||[22]
او دابته او غير ذلك فمتى ذ كرته شيئا[23]
من هذه الاشياء وكان ذلك الشئ فيه وتعلم انه اذا سمعه تألم كان غيبة واذا لم يكن
ذلك الشئ فيه كان بهتانا وهو امرّ من الغيبة ولا فرق بين ان يكون المغتاب حاضرا
اوغائبا والاحاديث الواردة فى النهى ماذكرناه من افات اللسان كثيرة ومن لايؤثر فيه
سماع القليل لاينفعه الكثير وبالله التوفيق.
V. PENUTUP
Demikianlah
tinjauan dan penyuntingan naskah yang saya susun, sungguh, sangat disadari
masih sangat banyak kesalahan-kesalahan baik secara teknis maupun pada
suntingan teks. Saya harapkan maklum adanya.
Dengan itu
segala saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak akan saya sambut
dengan tangan terbuka. Dan kepada semua oknum yang telah membantu hingga
peninjauan serta penyuntingan teks ini tersusun, saya ucapkan terima kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Lubis, Nabilah, Naskah, Teks Dan Metode
Penelitian Filologi, Jakarta:
Forum Kajian Bahasa & Sastra Arab Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah,
1996.
Permadi, K, Pengantar Ilmu Tasawwuf,
Jakarta: Rineka
Cipta, 1997, cet.ke-1.
As-Sair Wa As-Suluk ila Malikil Muluk,
A.309, Ms, Jakarta.
[1] . Lafadz
العبادات
ada dalam teks merupakan lafadz yang salah, lafadz yang benar di tulis langsung
dalam suntingan teks dan diletakkan dalam tanda kurung, bertujuan untuk
memudahkan dalam membaca dan memahami teks. Dan bacaan ini merupakan bacaan
dari ayat al-qur’an.
[2]. (اذهبواا)
: Terdapat 2 alif dibelakang kataاذهبواا" "dan salah satu dari alif
tersebut harus dihilangkan karena tidak sesuai dengan kaidah dan makna.
[4] :(المراءى) Adanya dua huruf yang harus dibuang yaitu “alif” dan “ya”karena
yang dimaksud dalam teks adalah المرء.
[5] ) المراى ) : Pada lafadz ini terdapat kesalahan
yaitu: kurang “
ء ” setelah harf “ ا”dan
“ى “
yang harus dihilangkan karena yang dimaksud dalam teks adalah المرء yang bermakna الشخص,
sebagaimana juga pada footnote sebelumnya.
[8] ( أن جاءه
الأنبيا) : kata - جاه – yang ber arti “kedudukan” lebih sesuai
dengan teks di banding kata- جاء- yang ber
arti datang, sedangkan dalam bacaan الأنبيا, terdapat kekurangan huruf"ء" yang bermakna “para nabi”.
[9] (
من كل جأ ه) : Seperti yang sudah di bahas pada
footnote sebelumnya, kata-جاه –disini juga lebih cocok karena sesuai dengan makna pada teks
[11] او :
bacaanو ا dalam
teks terdapat ejaan yang tidak sesuai yaitu:” ا” di akhir kalimat pada baris, kemudian
disambung dengan "و"di baris berikutnya.
Dalam aksara Arab hal seperti ini tidak diperbolehkan.
[19] :(على)bacaan ‘ala dalam teks
merupakan bacaan yang janggal dan tidak diperlukan sehingga harus dihilangkan.
[20] (يحمنثون جوبهم)
: kata يحمنثون tidak sesuai dengan yang dimaksud pada teks, selain itu asal katanya
juga tidak jelas, sedangkan kata يخمشون yang artinya “mencakar atau menapuk” lebih
sesuai dengan makna pada teks. Antara kata وجوههم dan وجوبهم memiliki arti yang jauh berbeda, dan
setelah di adakan penyesuaian, kata وجوبهم tidak sesuai dengan makna pada teks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar