Sejarah Singkat
Al-Kindi
Nama
lengkapnya Al-Kindi adalah “Abu Yusuf Ya’kub bin Ishaq bin Ash-Shabah bin
‘Imran bin Isma’il bin Muhammad bin Al-Asy’ats bin Qeis Al-kindi. Ia berasal
dari Kabilah Kindah termasuk kabilah terpandang di kalangan masyarakat arab dan
bermukim di daerah Yaman dan Hijaz, akan tetapi ia lahir di Kufah (Irak) pada
tahun 185 H (801 M), orang tuanya adalah Gubernur dari Basrah. Setelah dewasa
ia pergi ke Bagdad dan mendapat lindungan dari Khalifah Al-Ma’mun (813-833 M)
dan Khalifah Al-Mu’tasim (833-842 M). Al-Kindi menganut aliran Mu’tazilah dan
kemudian belajar falsafat, zaman itu adalah zaman penterjemahan buku-buku
Yunani dan Al-Kindi kelihatannya turut juga aktif dalam gerakan penterjemahan
ini, tetapi usahanya lebih banyak dalam memberi kesimpulan dari pada
menterjemah.
Karya Tulisnya
Telah disebutkan bahwa Al-Kindi aktif terlibat dalam
kegiatan penerjemahan buku-buku Yunani dan sekaligus ia melakukan koreksi serta
perbaikkan atas terjemahan orang lain.
Menurut George Atiyeh karya-karya tulis Al-Kindi dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan mencapai 270 risalah. Risalah-risalah itu,
baik oleh Ibnu Nadim maupun Oifthi, dikelompokkan dalam beberapa kelompok
yaitu: "Filsafat, Logika, Ilmu Hitung, Musik, Astronomi, Geometri, Psikologi
dan sebagainya.
Untuk
lebih jelasnya di bawah ini dikemukakan beberapa karya tulis Al-Kindi:
1)
Fi al-Falsafat al-Ula
2)
Kitab al-Hassi 'ala Ta'allum al-Falsafat
3)
Risalat ila al-Ma'mun fi al-'illat wa Ma'lul
4)
Risalat fi Ta'lif al-A'dad
5)
Kitab al-Falsafat al-Dakhilat wa al-Masa'il al-Manthiqiyyat wa
al-Mu'tashah wa ma Fauqa al-Thabi'iyyat
6)
Kammiyat Kutub Aristoteles
7)
Fi al-Nafs
Filsafat
Ketuhanan
Sebagai halnya dengan filosof-filosof Yunani dan
filosof-filosof Islam lainnya, Al-Kindi selain dari filosof, ia juga ahli ilmu
pengetahuan, pengetahuan ia bagi ke dalam dua bagian yaitu:
1)
Pengetahuan Ilahi (Divine Science), sebagai yang tercantum dalam
Al-Qur’an yaitu: Pengetahuan langsung yang diperoleh Nabi dari Tuhan, dasar
pengetahuan ini ialah keyakinan
2)
Pengetahuan Manusiawi (Human Science), dasar pengetahuannya ialah
pemikiran (Ratioreason)
Argument-argumen
yang dibawa Qur’an lebih meyakinkan dari pada argument-argumen yang ditimbulkan
filsafat. Tetapi filsafat dan Qur’an tidak bertentangan; kebenaran yang
diberitakan wahyu tidak bertentangan dengan kebenaran yang dibawa filsafat.
Mempelajari filsafat dan berfilsafat tidak dilarang, karena teologi adalah
bagian dari filsafat, dan umat Islam diwajibkan belajar teologi.
Filsafat
baginya ialah pengetahuan tentang yang benar (Knowledge of truth).
Disinilah terlihat persamaan filsafat dan agama, tujuan agama ialah menerangkan
apa yang benar dan apa yang baik; filsafat itulah pula tujuannya. Agama,
disamping wahyu, agama pun mempergunakan
akal, dan filsafat juga mempergunakan akal. Yang benar pertama bagi Al-Kindi
ialah Tuhan, filsafat dengan demikian membahas soal Tuhan dan agama ini pulalah
dasarnya, dan filsafat yang tinggi ialah tentang Tuhan.
Tuhan
dalam filsafat Al-Kindi tidak mempunyai hakekat, karena Tuhan tidak termasuk
dalam benda-benda yang ada dalam alam, bahkan ia adalah “pencipta alam”. Ia
tidak tersusun dari materi dan bentuk, karena Tuhan hanya satu dan tidak ada
yang serupa dengan Tuhan.
Sesuai
dengan faham yang ada dalam Islam, Tuhan bagi Al-kindi adalah pencipta dan
bukan penggerak pertama sebagai pendapat Aristoteles.
Filsafat Alam
Alam
bagi Al-Kindi mempunyai permulaan. Karena itu ia lebih dekat dalam hal ini pada
filsafat Plotinus yang mengatakan bahwa yang Maha Satu adalah sumber dari alam ini
dan sumber dari segala yang ada, alam ini adalah emanasi dari Yang Maha Satu.
Sedangkan
tentang baharunya alam, Al-Kindi mengemukakan pendapat yang sama dengan
pendapat kaum teolog Muslim dan berbeda dengan pandangan kaum filosof Muslim
yang datang sesudahnya yang menyatakan bahwa alam ini kadim. Telah dijelaskan
juga bahwa Al-Qur'an hanya menginformasikan bahwa alam semesta diciptakan oleh
Allah SWT. Akan tetapi Al-Qur'an tidak menginformasikan tentang proses
penciptaannya, apakah dari tiada menjadi ada sehingga alam ini harus dikatakan
Hadis (baharu), atau penciptaannya dari materi yang sudah ada semenjak azali,
dengan arti mengubah ada dari satu bentuk ke bentuk yang lain sehingga alam ini
harus dikatakan kadim.
Daftar Pustaka
Nasution Harun, "Falsafat dan Mistisisme dalam
Islam", Jakarta: PT Bulan Bintang, 1995
Zar Sirajuddin, "Filsafat
Islam: Filosof dan Filsafatnya", Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar