Minggu, 10 Maret 2013

SISTEMATIKA PEMBELAJARAN BAHASA


Disusun Oleh: Nita Zakiyah

1. Pendahuluan
Pembicaraan mengenai pengajaran bahasa tidak bisa dilepaskan dari konteks pembelajaran bahasa. Keduanya berkait erat dan melibatkan berbagai komponen yang jumlahnya banyak. Intinya adalah bahwa proses belajar mengajar bahasa itu bukan hal yang sederhana dan tidak bisa diamati sekedar sebagai potongan-potongan kegiatan mengeluarkan dan menimba bahan saja. Sistem pengajaran formal di sekolah dalam konteks pembelajaran bahasa hanya merupakan salah satu saja dari sekian banyak komponen terkait.[1]
Sebagai sistem pembelajaran terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu pelajar sebagai masukan (input), proses, dan keluaran (output). Proses melibatkan pelajar sebagai komponen yang mengalami proses itu, guru sebagai penggerak sekaligus  pengatur jalannya proses, kurikulum sebagai program yang dijalankan dalam proses, dan prasarana serta sarana sebagai fasilitas yang memungkinkan jalannya proses itu. Semua komponen itu berperan dalam kekompakan. Pelajar merupakan pribadi-pribadi yang aktif, bukan objek yang pasif yang dapat diisi dengan ilmu dan pengetahuan seperti botol kosong yang dapat dipenuhi begitu saja dengan air, minyak tanah, bensin, atau apa saja oleh guru. Guru mempunyai peranan yang sangat menentukan. Apakah ia mau memperlakukan pelajar sebagai subjek yang aktif atau objek yang pasif, melaksanakan kurikulum dengan penuh kreativitas, atau seperti mesin yang mati dan hidup tanpa variasi, dan sebagainya, semua tergantung pada guru.

2. Tujuan Pembelajaran Bahasa
Pendidikan adalah usaha manusia untuk kepentingan manusia. Jadi pada saat manusia itu ada dan masih ada, pendidikan itu telah dan masih ada pula. Dengan demikian dimana-mana bisa ditemukan peristiwa belajar mengajar, terutama di sekolah atau lembaga pendidikan lainnya. Proses belajar mengajar yang berkembang di kelas pada umumnya ditentukan oleh peranan guru dan siswa sebagai individu-individu yang terlibat langsung di dalam proses tersebut.[2]
Dan belajar mengajar tersebut merupakan peristiwa bertujuan, artinya mengajar merupakan peristiwa yang terikat oleh tujuan dan dilaksanakan semata-mata untuk mencapai tujuan itu. Menetapkan tujuan sebelum pembelajaran dimulai merupakan salah satu hal yang dapat mendukung pembelajaran bahasa siswa sekolah. Tanpa tujuan yang jelas, seorang guru seperti layaknya tidaknya mempunyai pegangan yang tetap dalam pengajaran. Oleh karena itulah, sebelum pembelajaran dimulai, maka seorang guru harus menetapkan tujuan pembelajaran yang jelas, kongkrit, fungsionsl dan dapat di evaluasi.
Apabila yang dituju atau yang akan dicapai ialah titik C, maka dengan sendirinya proses pengajaran belum dianggap berhasil bila yang dicapai pada kenyataannya barulah titik A atau B. Dengan kata lain, taraf pencapaian tujuan pengajaran merupakan petunjuk praktis tentang sejauh manakah interaksi edukatif itu harus dibawa untuk mencapai tujuan yang terakhir. Dalam hal ini yang harus diperhatikan ialah bahwa para guru terlebih dahulu harus mempunyai gambaran dan konsep yang jelas mengenai tujuan yang akan dicapainya bersama dengan murid. Bila dia sendiri tidak memahami makna tujuan itu bagaimana ia dapat diharapkan membimbing murid-murid yang lebih tinggi.
            Termasuk pula pengajaran bahasa, tujuan merupakan satu diantara hal pokok yang harus diketahui dan disadari betul-betul oleh seorang guru sebelum mulai mengajar. Guru tersebut harus dapat memberi penafsiran yang tepat mengenai jenis dan fungsi tujuan yang akan dicapainya secara kongkrit.[3]
            Dalam bahasa Indonesia, kata tujuan mengandung sedikitnya dua arti: arah dan titik akhir. Dalam arti inilah juga kita perlu menafsirkan makna tujuan pendidikan khususnya bahasa. Misalnya beberapa tujuan pembelajaran bahasa diantaranya yaitu agar siswa mampu berkomunikasi dengan bahasa ajaran dan dapat menggunakan bahasa dengan baik dan benar serta dapat bertutur seperti ujaran penutur asli.[4]
Contoh lain, tujuan pembelajaran bahasa Arab menurut Pak Abdullah dalam artikelnya “Model Pembelajaran Bahasa Arab di PTAIS” adalah pembelajaran bahasa yang di orientasikan dan fokus kepada pembinaan kemampuan wacana berbahasa Arab,[5] dan hal itu  menjadi tujuan yang wajar bila dalam aplikasi pembelajaran bahasa Arab selalu di kaitkan dengan materi nahwu, sehingga lebih pantas di namakan pembelajaran nahwu dibanding bahasa Arab, meski dalam mempelajari bahasa tidak dapat dipungkiri bahwa materi nahwu memang unsur vital, namun tidak berarti pembelajaran bahasa Arab menjadi pembelajaran nahwu, jadi pembinaan kemampuan hendaknya jadi tujuan dalam pembelajaran bahasa. Demikianlah kiranya argumentasi dari tujuan yang dikemukakan oleh dosen yang bergelut dengan pembelajaran bahasa Arab ini.
Agar tujuan pembelajaran bahasa dapat tercapai dan mendapatkan predikat sukses, perlu diperhatikan pula kondisi pengajar atau guru. Idealnya, seorang guru bahasa harus:
1. Mempunyai kemampuan bahasa yang hendak di ajarkan secara memadai
2. Memahami perkembangan psikologi siswa
3. Memahami cara belajar siswa
4. Mengerti dan memahami karakteristik siswa
5. Mengerti dan memahami bagaimana memilih dan mengembangkan materi ajar
termasuk juga media bantu pengajaran
6. Mempunyai pengetahuan yang memadai tentang methodology pengajaran[6]
3. Prinsip Pembelajaran Bahasa
            Dalam pengajaran bahasa sangat penting untuk mengetahui prinsip-prinsip yang terkandung didalamnya sehingga guru mengetahui dan memahami benar bagaimana proses keberhasilan siswanya dalam penguasaan bahasa pertama dan kedua. Sering terjadi bahwa guru hanya menggunakan teknik pengajaran yang digunakan oleh gurunya yang terdahulu tanpa memahami adanya perubahan yang terjadi di lingkungan belajar siswanya saat itu. Dalam prinsip-prinsip pembelajaran bahasa terdapat tiga unsur penting, meliputi:

  1. Prinsip didaktik
Sebelum beranjak pada manfaat didaktik, perlu dibahas ruang lingkup dari didaktik itu sendiri terutama dalam pembelajaran bahasa. Jika kita menganggap mengajar itu sebagai menanamkan pengetahuan kepada anak, maka tekanannya hanya pada mata pelajaran saja. Tetapi secara umum mengajar disini kita artikan sebagi suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak sehingga terjadi proses belajar. Dalam pengertian ini tercakup faktor guru, anak dan lingkungan hidup yang diorganisir dalam bentuk bahan pengajaran dimana ketiga-tiganya harus mendapatkan perhatian, sehingga dapat diperoleh hasil yang sebaik-baiknya. Dalam tataran pembelajaran bahasa juga tidak jauh berbeda, proses pembelajaran bahasa bisa berlangsung dengan pengorganisasian dan lingkungan sebaik-baiknya yang sudah di persiapkan sehingga anak merasa nyaman, misalnya: waktu belajar telah di atur sedemikian rupa, durasi belajar, mata pelajaran (nahwu, shorof, muhadatsah, Maharat istima’, dll) dan tempat yang di gunakan (contoh: ruang hanya boleh ditempati maksimal 10 orang, ventilasi ruangan memadai dll). Kemudian kesemuanya itu menjadi faktor pendukung bagi anak dalam mempelajari bahasa yang di tekuni, dengan demikian akan melahirkan suatu prinsip pembelajaran bahasa yang efektif.
Merupakan suatu kewajiban bagi seorang guru untuk dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, dan untuk mengetahui sukses tidaknya suatu proses pembelajaran dapat diketahui dari adanya perubahan pada tingkah laku anak menuju kesempurnaan, atau pengajaran dikatakan sukses apabila:
a.           Hasilnya mantap/tahan lama dan bahasa yang dipelajari dapat digunakan atau di aplikasikan oleh si pelajar dalam hidupnya
b.          Anak-anak dapat menggunakan bahasa yang dipelajarinya dengan bebas serta penuh kepercayaan di berbagai situasi dalam hidupnya
Perlu diketahui pula, bahwa mengajar yang tahan lama atau autentik ialah bila:
1)      hasilnya meresap didalam pribadi anak
2)      dipahami benar
3)      mengandung arti bagi hidup anak (meaningfull)[7]
Dengan demikian hendaknya bahasa yang dipelajari dapat mencapai hasil yang autentik, sehingga pembelajaran bahasa dapat di katakan sukses yakni mencapai tujuan yang telah diformulasikan dalam perencanaan yang diaplikasikan  pada proses balajar mengajar.

  1. Prinsip Linguistik
Prinsip linguistik disini akan menguraikan beberapa teori bahasa yang telah banyak di aplikasikan oleh berbagai lembaga dalam belajar bahasa, tapi sebelum beranjak pada teori perlu dibahas sedikit mengenai teori bahasa itu sendiri.
Teori bahasa perlu dibedakan dari teori analisis bahasa. Teori analisis bahasa perlu dibedakan dari metode studi bahasa. Teori tentang bahasa berhubungan dengan hakikat bahasa itu sendiri. Teori bahasa dapat dibedakan atas; bahasa dan seperangkat struktur, dikaitkan dengan situasi; bahasa adalah satu system struktur yang dikuasai oleh kaidah dan tersusun secara hirarkhis; bahasa pada dasarnya adalah struktur berdasarkan tata bahasa; setiap bahasa terdiri dari unsure-unsur yang memberikan satu ritme yang khas dan semangat, kosakata yang fungsional dan seperangkat struktur adalah kunci dari semangat bahasa; bahasa adalah lebih daripada satu sistem Dari beberapa teori dan persepsi orang tentang bahasa tersebut itu melahirkan teori-teori pembelajaran bahasa yang berpadanan dengan teori dan persepsi tentang bahasa.[8]
Kita dapat mencatat pelbagai macam teori belajar bahasa yang dikaitkan dengan teori bahasa itu sendiri dan tujuan belajar bahasa. Bila memandang bahasa sebagai  seperangkat struktur, dikaitkan dengan situasi; bahasa adalah satu system struktur yang dikuasai oleh kaidah dan tersusun secara hirarkhis; bahasa pada dasarnya adalah struktur berdasarkan tata bahasa; setiap bahasa terdiri dari unsure-unsur yang memberikan satu ritme yang khas dan semangat, kosakata yang fungsional dan seperangkat struktur adalah kunci dari semangat bahasa; dengan tujuan agar siswa dapat memahami struktur bahasa itu dapat digunakan teori tradisional yang notabene ciri dalam pembelajarannya senang bermain dengan definisi. Namun apabila memandang bahasa merupakan sebuah perangkat kebiasaan dapat menggunakan teori structural yang berlandaskan pola pemikiran secara behavioristik.[9]

  1. Prinsip Psikologis
Prinsip psikologis memegang peranan penting dalam pembelajaran bahasa, pada prinsip psikologis dalam pembelajaran bahasa juga menyimpan beberapa teori, seperti teori kognitif yang pada pembelajarannya memperhatikan tahap perkembangan kognitif peserta didik atau pembelajaran bahasa yang langsung dapat dikaitkan dengan teori psikologi belajar adalah teori belajar bahasa secara empiris dan teori belajar bahasa secara kognitif. Contohnya: bahasa dan cara berpikir anak dan dewasa berbeda, oleh karena itu, guru harus mengetahui kondisi siswa yang di ajar dan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak.[10] Teori struktural tentang bahasa dapat dikaitkan dengan teori tingkah laku dari psikologi dan teori belajar yang berhubungan dengannya; teori transformasi generatif tentang bahasa dapat dikaitkan dengan teori kognitif dan proses dari psikologi dan teori belajar yang cocok. Selain itu, terdapat teori humanistic yang mengenalkan satu cara pengajaran bahasa yang lentur dan tidak kaku, dengan kata lain, tidak ada yang memaksa dan dipaksa, tidak menekankan pada suasana formal seperti pada umumnya dalam belajar mengajar, guru disini diposisikan hanya sebagai fasilitator.

4. Pendekatan
            Secara umum tedapat dua pendekatan dalam pempelajari bahasa, yakni secara empiris dan rasional. Dikaitkan dengan teori pembelajaran bahasa, prinsip-prinsip empiris didasari oleh teori structural yang memandang bahasa itu seperangkat kebiasaan, prinsip-prinsip tersebut memandang bahasa sebagai ujaran dan bukan tulisan serta berdasarkan kebiasaan dan mengajarkan bahasa, bukan tentang bahasa. Sedangkan teori rasional yang mempunyai pandangan bahwa bahasa itu berkaidah[11] bisa dikatakan berakar dari teori tradisional yang suka bermain dengan definisi.
            Contoh yang banyak terjadi, pembelajaran bahasa Arab di pesantren yang masyhur dengan teori tradisional dan pendekatan rasionalisme yang di amalkan para guru/ustadz dalam mengajarkan bahasa. Sedangkan di lembaga-lembaga kursus bahasa ditanah air didominasi oleh penggunaan teori structural dan transformatif dengan pendekatan empirik.

5. Strategi Dan Langkah-Langkah Pembelajaran Bahasa
            Masuk pada tataran selanjutnya yakni strategi dan langkah-langkah dalam mempelajari bahasa. Strategi dan langkah-langkah yang akan dicapai tentu saja harus selaras dengan tujuan, prinsip, dan pendekatan yang sudah dirumuskan sebelumnya. Pemilihan strategi pembelajaran juga harus didasarkan pada pertimbangan berikut:
1.  Tujuan belajar: jenis dan jenjangnya
2.  Isi ajaran: sifat, kedalaman, dan banyaknya
3.  Pembelajar: latar belakang, motivasi, serta kondisi fisik dan mental
4.  Tenaga kependidikan: jumlah, kualifikasi, dan kompetensinya
5.  Waktu: lama dan jadwalnya
6.  Sarana yang dapat dimanfaatkan
7.  biaya
Pemilihan strategi dengan segala pertimbangannya seyogyanya dilakukan secara bersama, atau bahkan oleh suatu tim khusus, bukan dibebankan sendiri-sendiri pada dosen/guru. Dan pemilihan itu merupakan keputusan kebijakan yang bersifat nasional ataupun institusional.
            Menurut Romiszowski strategi dasar dalam pembelajaran dibedakan menjadi dua: (1) ekspositori (penjelasan) yang difokuskan pada pemrosesan informasi, terkait dengan teori dan pendekatan dalam mermpelajari bahasa strategi ini lebih condong pada teori tradisional dan pendekatan rasional. Karena strategi ini difokuskan pada pemberian informasi dari guru pada anak didik dan latihan-latihan yang diberikan hanya untuk mengaplikasikan teori, biasanya dalam bentuk soal-soal dengan kesulitan yang bertambah. Dalam pembelajaran bahasa, biasanya pembelajar menjadi ahli bahasa yang pasif. Maksudnya ia akan menguasai tata bahasa namun kurang bisa berkomunikasi atau berujar dengan bahasa yang dipelajari. Contohnya seorang yang belajar bahasa Arab, ia menguasai tata bahasa Arab yang meliputi nahwu sharaf namun tidak mampu berkomunikasi dengan penutur asli/orang Arab atau ia tidak mampu berujar dengan bahasa Arab. (2) diskoveri (penemuan)[12] yang didasarkan pada teori pemrosesan pengalaman. Pada strategi pembelajaran diskoveri lebih cocok dipakai dengan di iringi dengan teori stuktural dan pendekatan empiric, karena pada strategi diskoveri titik tekannya pada pemrosesan pengalaman, berarti anak didik diberi kesempatan untuk mengamati setiap tindakannya, dengan demikian dibutuhkan latihan demi latihan dengan tidak menggunakan soal-soal tulisan akan tetapi biasanya dengan multimedia, pada strategi ini guru tidak selalu memberi informasi akan tetapi memberi peluang kepada anak didik mengaplikasikan bahasa yang dipelajari dalam bentuk ujaran untuk berkomunikasi agar lahir kebiasaan dalam berbahasa.

6. Bahan
            Setelah menentukan teori, pendekatan dan strategi pembelajaran bahasa, bahan atau materi pembelajaran juga harus diperhatikan dengan seksama. Sebelum menentukan bahan harus mengetahui konsep dalam mempersiapkan bahan, secara garis besar terdapat dua konsep: (a) Konsep Mackey membedakan 4 hal penting yakni: sasaran, prosedur, urutan, dan proporsi. Sasaran persiapan berkaitan dengan 1)jenjang pengajaran, maksudnya jenjang pendidikan mana pelajaran itu akan diberikan. 2) tipe pelajaran yang akan disajikan, tipe pelajaran berkaitan dengan dengan masalah apakah bahan itu baru, merevisi bahan yang ada, atau pengajaran remedia. 3) keterampilan yang akan dilatihkan. 4)butir bahan yang akan diketengahkan. Selanjutnya hal yang berkaitan dengan prosedur meliputi: 1) daftar alat Bantu belajar yang dibutuhkan, 2) prosedur menyiapkan si terdidik, 3) penyajian butir-butir bahan, 4) bimbingn kepada si terdidik, 5) kebiasaan, 6) penerapan butir bahan yang disajikan, dan 7) penilaian akhir. Beranjak pada urutan, urutan disini berkaitan dengau urutan butir yang akan disajikan, urutan keterampilan yang akan dilatihkan dan urutan prosedur yang akan diterapkan.n sedangkan proporsi yang berkaitan denga alokasi waktu yang disediakan, dan mengisyaratkan untuk penggunaan waktu sejak guru masuk sampai ia keluar. Ia dapat merencanakan, kapan memberikan bahan persepsi, berapa menit pretes akan dilaksanakan, berapa menit penyajian akan diberikan, diskusi, laporan diskusi, penguatan, penilaian, dan menutup pelajaran. (b) Konsep Howatt, meliputi 1)pendekatan, 2)prinsip penyusunan, 3) teknik penyusunan, 4) pemilihan bahan, dan 5) organisasi penyajian.
            Setelah menentukan konsep yang ingin dipakai untuk mempersiapkan bahan pelajaran, harus ditentukan orientasi penyusunan, dan orientasi ini dikaitkan dengan a) tujuan, apabila bahan pengajaran yang disusun berorientasi kepada tujuan, maka seluruh aktivitas guru bahasa harus di arahkan pada tujuan. b) bahan, disini bukan tujuan yang dipentingkan, tetapi bahan. Tentu saja bahan itu harus dilihat dari keluasan dan kedalamannya, contoh yang banyak terjadi, guru bahasa mengejar bahan agar bahan selesai sesuai dengan alokasi waktu yang terdapat dalam kurikulum. c) anak didik, memperhatikan anak didik di kelas yang memiliki keragaman kemampuan menyerap bahan pelajaran yang disajikan, IQ yang berbeda, latar belakang ekonomi, sosial, budaya, agama, pendidikan orang tua yang berbeda, latar belakang lingkungan keluarga, dan berperilaku bahasa yang berbeda pula. dan d) guru bahasa, disini gurulah yang jadi ukuran.[13] Kemudian isi bahan pelajaran pun harus memperhatikan hal-hal berikut:
1)      isi bahan harus sesuai dengan kurikulum sekolah
2)      isi bahan pelajaran harus berorientasi pada tujuan
3)      isi bahan harus mempertimbangkan landasan kebahasaan, kependidikan, dan psikologi
4)      isi bahan yang disusun harus memperhatikan jenjang pendidikan anak didik
5)      isi bahan pengajaran memungkinkan anak didik mengembangkan kapasitas bahasanya
6)      isi bahan pengajaran sebaiknya terpadu dan utuh
7)      isi bahan pengajaran yang disusun sebaiknya berguna bagi anak didik.[14]

7. Media
            Bahasa merupakan medium komunikasi utama didalam didalam kehidupan manusia sesame manusia baik di dalam hubungan sosial sehari-hari maupun hubungan interaksi edukatif. Media merupakan sarana penunjang demi keberhasilan dalam pembelajaran bahasa. Untuk memperoleh gambaran yang lebih menyeluruh mengenai kemungkinan-kemungkinan mempergunakan media yang lain untuk mempertinggi nilai perhubungan edukatif tersebut, kini kita akan lihat berbagai alat dalam tiga tingkatan pengalaman.
            Alat-alat pengajaran, ditinjau dari tingkatan pengalaman murid. Dapat dibagi dalam tiga golongan. Golongan pertama adalah alat-alat yang merupakan ‘benda-benda sebenarnya’ yakni benda-benda riil yang dipakai manusia dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam mempelajari kosakata guru bisa menggunakan benda-benda dari kosakat yang ingin diajarkan, seperti pena, buku, penggaris, dll. Golongan kedua adalah alat-alat yang merupakan benda pengganti, seringkali dalam bentuk tiruan benda sebenarnya. Benda-benda pengganti ini berfungsi sebagai alat-alat pengajaran bilamana karena suatu sebab benda pengganti itu lebih praktis digunakan daripada benda-benda sebenarnya. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh murid melalui benda-benda itu adalah pengalaman “bantuan”. Misalnya, dalam mempelajari dialek atau logat dalam berbahasa arab di perlukan ruang multimedia atau laboratorium bahasa. Ruang multimedia dan laboratorium bahasa merupakan benda pengganti karena lebih praktis dibanding harus melakukan perjalanan dan tinggal di Negara-negara yang menggunakan bahasa Arab untuk mempelajari bahasanya. Dan sebagaimana sudah di singgung bahwa pengalaman yang di dapat anak didik pada contoh yang seperti ini bisa di sebut sebagai pengalaman bantuan. Golongan ketiga adalah bahasa baik lisan maupun tulisan; bahasa memberikan pengalaman verbal yang tinggi tingkat abstraksinya dibandingkan dengan dua golongan alat sebelumnya.[15] Golongan yang ketiga ini juga sangat umum di gunakan di berbagai proses belajar mengajar bahasa, karena sangat praktis dan ekonomis.
            Yang perlu di ingat adalah, media pembelajaran hanya sebagai penunjang dan bukan hal pokok dalam pembelajaran bahasa. Jadi, jangan sampai media pembelajaran menjadi penghambat dalam pembelajaran bahasa itu sendiri.

8. Evaluasi
Evaluasi pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan atau nilai berdasarkan kriteria tertentu. Hasil yang diperoleh dalam penilaian dinyatakan dalam bentuk hasil belajar, dan evaluasi merupakan sebuah komponen penting dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa, evaluasi berfungsi sebagai berikut:
1.  Untuk mengetahui sejauhmana efektifitas cara belajar dan mengajar yang telah dilakukan benar-benar tepat atau tidak, baik yang berkenaan dengan sikap pendidik atau guru maupun anak didik/murid.
2.  Untuk mengetahui hasil prestasi belajar siswa guna menetapkan keputusan apakah bahan pelajaran perlu diulang atau dilanjutkan.
3.  Untuk mengetahui atau mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dan kemajuan yang diperoleh oleh murid dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum pembelajaran bahasa.
4.  Sebagai bahan laporan bagi orang tua murid tentang hasil belajar siswa. Laporan ini dapat berbentuk buku raport, piagam, sertifikat, ijazah, dll.
5.  Untuk membandingkan hasil pelajaran yang diperoleh sebelumnya dengan pembelajaran yang dilakukan sesudah itu, guna meningkatkan pendidikan.[16]

9. Penutup
Di dalam pembelajaran bahasa memerlukan upaya yang beraneka, berbagai variabel turut terlibat di dalam upaya membuat pembelajaran bahasa itu berhasil dengan baik. Demi keberhasilan itu dibutuhkan proses panjang sejak perencaan hingga aplikasi pengajaran dan pembelajarannya. Dari menentukan tujuan, mempelajari teori pengajaran bahasa, menentukan pendekatan, lalu mengarah pada strategi dan langkah-langkah, merencanakan bahan pembelajaran, kemudian memilih media yang sesuai dalam pembelajaran, kemudian tahap akhir adalah evaluasi dari usaha perencanaan dan pembelajaran bahasa yang sudah dilakukan.
Makalah ini mungkin jauh dari kata sempurna, dan sebagai penyusun, dengan rendah hati saya membuka tangan selebar-lebarnya untuk kritik, saran yang menumbuhkan motivasi. Karena hidup di penuhi oleh berbagai proses, begitu pula saya sebagai pelajar akan selalu berproses untuk selalu memperbaiki segala kesalahan dan kekhilafan.
            Tak ada asa yang lebih tinggi, hanya berharap semoga karya ini dapat bermanfaat untuk penyusun sebagai pemula khususnya, dan bagi pembaca umumnya.
            Kepada bapak dosen dan semua oknum yang telah membantu hingga tugas ini selesai, saya haturkan beribu terima kasih dan apresiasi yang tak terhingga.













Daftar pustaka


Surachmad, Winarno, Metodologi Pengajaran Nasional, Bandung: Jemmars, 1961.

Purwo, Bambang Kaswanto, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa, Yogyakarta: Kanisius, 1990.

Abdullah, Model Pembelajaran Bahasa Arab di Perguruan Tinggi Swasta, Koordinat, vol. 2, no. 1, 2001.


Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993, cet. Ke-5.

Parera, Jos Daniel, Linguistik Edukasional, Jakarta: Erlangga, 1997.

Soeparno, Dasar-dasar Linguistik Umum, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002.

http://www.google.co.id: (teori-teori pokok belajar)

Miarso, Yusuf Hadi, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta: Prenada Media, 2005.

Pateda, Mansoer, Linguistik Terapan, Yogyakarta: Nusa Indah, 1991, cet. Ke-1.


Arief, Armai, Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, cet. Ke-1.


[1] http://www.ialf.edu/bipa/april2001/pembelajaranbahasa

[2] http://www.duniaguru.com/index.php?option=com_content&task=view&id=90&Itemid=26

[3] Winarno Surachmad, Metodologi Pengajaran Nasional, (Bandung: Jemmars, 1961), h.24-28.

[4] Bambang Kaswanto Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa, (Yogyakarta: Kanisius, 1990) h.86.

[5] Abdullah, Model Pembelajaran Bahasa Arab di Perguruan Tinggi Swasta, Koordinat, vol. 2, no. 1 2001, h. 11.

[6] http://genpositif.org/Global/wildy/index.html.html

[7] Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993) h. 2-3.

[8] Jos Daniel Parera, Linguistik Edukasional, (Jakarta: Erlangga, 1997), h. 26
[9] Soeparno, Dasar-dasar Linguistik Umum, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), h. 47.

[10] http://www.google.co.id: (teori-teori pokok belajar)
[11] Jos Daniel Parera, Linguistik Edukasional, h. 57
[12] Yusuf Hadi Miarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 530.
[13] Mansoer Pateda, Linguistik Terapan, (Yogyakarta: Nusa Indah, 1991), h. 59-67.
[14] Mansoer Pateda, Linguistik Terapan, h. 77-78.
[15] Winarno Surachmad, Metodologi Pengajaran Nasional, h. 126.

[16] Armai Arief, Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 53.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar