Disusun Oleh: Nita Zakiyah
1. Pendahuluan
Pembicaraan mengenai pengajaran bahasa tidak bisa dilepaskan dari konteks
pembelajaran bahasa. Keduanya berkait erat dan melibatkan berbagai komponen
yang jumlahnya banyak. Intinya adalah bahwa proses belajar mengajar bahasa itu
bukan hal yang sederhana dan tidak bisa diamati sekedar sebagai
potongan-potongan kegiatan mengeluarkan dan menimba bahan saja. Sistem
pengajaran formal di sekolah dalam konteks pembelajaran bahasa hanya merupakan
salah satu saja dari sekian banyak komponen terkait.[1]
Sebagai sistem pembelajaran terdiri dari tiga komponen pokok,
yaitu pelajar sebagai masukan (input), proses, dan keluaran (output). Proses
melibatkan pelajar sebagai komponen yang mengalami proses itu, guru sebagai
penggerak sekaligus pengatur jalannya
proses, kurikulum sebagai program yang dijalankan dalam proses, dan prasarana
serta sarana sebagai fasilitas yang memungkinkan jalannya proses itu. Semua
komponen itu berperan dalam kekompakan. Pelajar merupakan pribadi-pribadi yang
aktif, bukan objek yang pasif yang dapat diisi dengan ilmu dan pengetahuan
seperti botol kosong yang dapat dipenuhi begitu saja dengan air, minyak tanah,
bensin, atau apa saja oleh guru. Guru mempunyai peranan yang sangat menentukan.
Apakah ia mau memperlakukan pelajar sebagai subjek yang aktif atau objek yang
pasif, melaksanakan kurikulum dengan penuh kreativitas, atau seperti mesin yang
mati dan hidup tanpa variasi, dan sebagainya, semua tergantung pada guru.
2. Tujuan Pembelajaran Bahasa
Pendidikan adalah usaha manusia untuk kepentingan manusia. Jadi pada saat
manusia itu ada dan masih ada, pendidikan itu telah dan masih ada pula. Dengan
demikian dimana-mana bisa ditemukan peristiwa belajar mengajar, terutama di sekolah
atau lembaga pendidikan lainnya. Proses
belajar mengajar yang berkembang di kelas pada umumnya ditentukan oleh peranan
guru dan siswa sebagai individu-individu yang terlibat langsung di dalam proses
tersebut.[2]
Dan belajar mengajar tersebut merupakan peristiwa bertujuan, artinya mengajar merupakan peristiwa yang terikat oleh tujuan dan dilaksanakan semata-mata untuk mencapai tujuan itu. Menetapkan tujuan sebelum pembelajaran dimulai merupakan salah satu hal yang dapat mendukung pembelajaran bahasa siswa sekolah. Tanpa tujuan yang jelas, seorang guru seperti layaknya tidaknya mempunyai pegangan yang tetap dalam pengajaran. Oleh karena itulah, sebelum pembelajaran dimulai, maka seorang guru harus menetapkan tujuan pembelajaran yang jelas, kongkrit, fungsionsl dan dapat di evaluasi.
Dan belajar mengajar tersebut merupakan peristiwa bertujuan, artinya mengajar merupakan peristiwa yang terikat oleh tujuan dan dilaksanakan semata-mata untuk mencapai tujuan itu. Menetapkan tujuan sebelum pembelajaran dimulai merupakan salah satu hal yang dapat mendukung pembelajaran bahasa siswa sekolah. Tanpa tujuan yang jelas, seorang guru seperti layaknya tidaknya mempunyai pegangan yang tetap dalam pengajaran. Oleh karena itulah, sebelum pembelajaran dimulai, maka seorang guru harus menetapkan tujuan pembelajaran yang jelas, kongkrit, fungsionsl dan dapat di evaluasi.
Apabila yang dituju atau yang akan dicapai ialah titik C, maka dengan
sendirinya proses pengajaran belum dianggap berhasil bila yang dicapai pada
kenyataannya barulah titik A atau B. Dengan kata lain, taraf pencapaian tujuan
pengajaran merupakan petunjuk praktis tentang sejauh manakah interaksi edukatif
itu harus dibawa untuk mencapai tujuan yang terakhir. Dalam hal ini yang harus
diperhatikan ialah bahwa para guru terlebih dahulu harus mempunyai gambaran dan
konsep yang jelas mengenai tujuan yang akan dicapainya bersama dengan murid.
Bila dia sendiri tidak memahami makna tujuan itu bagaimana ia dapat diharapkan
membimbing murid-murid yang lebih tinggi.
Termasuk pula pengajaran bahasa,
tujuan merupakan satu diantara hal pokok yang harus diketahui dan disadari
betul-betul oleh seorang guru sebelum mulai mengajar. Guru tersebut harus dapat
memberi penafsiran yang tepat mengenai jenis dan fungsi tujuan yang akan
dicapainya secara kongkrit.[3]
Dalam bahasa Indonesia, kata tujuan mengandung
sedikitnya dua arti: arah dan titik akhir. Dalam arti inilah juga kita perlu
menafsirkan makna tujuan pendidikan khususnya bahasa. Misalnya beberapa tujuan
pembelajaran bahasa diantaranya yaitu agar siswa mampu berkomunikasi dengan
bahasa ajaran dan dapat menggunakan bahasa dengan baik dan benar serta dapat
bertutur seperti ujaran penutur asli.[4]
Contoh lain, tujuan pembelajaran bahasa Arab menurut Pak Abdullah dalam
artikelnya “Model Pembelajaran Bahasa Arab di PTAIS” adalah pembelajaran bahasa
yang di orientasikan dan fokus kepada pembinaan kemampuan wacana berbahasa Arab,[5] dan hal
itu menjadi tujuan yang wajar bila dalam
aplikasi pembelajaran bahasa Arab selalu di kaitkan dengan materi nahwu,
sehingga lebih pantas di namakan pembelajaran nahwu dibanding bahasa Arab, meski
dalam mempelajari bahasa tidak dapat dipungkiri bahwa materi nahwu memang unsur
vital, namun tidak berarti pembelajaran bahasa Arab menjadi pembelajaran nahwu,
jadi pembinaan kemampuan hendaknya jadi tujuan dalam pembelajaran bahasa. Demikianlah
kiranya argumentasi dari tujuan yang dikemukakan oleh dosen yang bergelut
dengan pembelajaran bahasa Arab ini.
Agar tujuan
pembelajaran bahasa dapat tercapai dan mendapatkan predikat sukses, perlu
diperhatikan pula kondisi pengajar atau guru. Idealnya, seorang guru bahasa
harus:
1. Mempunyai kemampuan bahasa yang hendak di ajarkan secara memadai
2. Memahami perkembangan psikologi siswa
3. Memahami cara belajar siswa
4. Mengerti dan memahami karakteristik siswa
5. Mengerti dan memahami bagaimana memilih dan mengembangkan materi ajar
1. Mempunyai kemampuan bahasa yang hendak di ajarkan secara memadai
2. Memahami perkembangan psikologi siswa
3. Memahami cara belajar siswa
4. Mengerti dan memahami karakteristik siswa
5. Mengerti dan memahami bagaimana memilih dan mengembangkan materi ajar
termasuk juga
media bantu pengajaran
6. Mempunyai pengetahuan yang memadai tentang methodology pengajaran[6]
6. Mempunyai pengetahuan yang memadai tentang methodology pengajaran[6]
3. Prinsip
Pembelajaran Bahasa
Dalam pengajaran bahasa sangat penting untuk mengetahui
prinsip-prinsip yang terkandung didalamnya sehingga guru mengetahui dan
memahami benar bagaimana proses keberhasilan siswanya dalam penguasaan bahasa
pertama dan kedua. Sering terjadi bahwa guru hanya menggunakan teknik
pengajaran yang digunakan oleh gurunya yang terdahulu tanpa memahami adanya
perubahan yang terjadi di lingkungan belajar siswanya saat itu. Dalam
prinsip-prinsip pembelajaran bahasa terdapat tiga unsur penting, meliputi:
- Prinsip didaktik
Sebelum beranjak pada manfaat didaktik, perlu dibahas ruang lingkup dari
didaktik itu sendiri terutama dalam pembelajaran bahasa. Jika kita menganggap
mengajar itu sebagai menanamkan pengetahuan kepada anak, maka tekanannya hanya
pada mata pelajaran saja. Tetapi secara umum mengajar disini kita artikan
sebagi suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya
dan menghubungkan dengan anak sehingga terjadi proses belajar. Dalam pengertian
ini tercakup faktor guru, anak dan lingkungan hidup yang diorganisir dalam
bentuk bahan pengajaran dimana ketiga-tiganya harus mendapatkan perhatian,
sehingga dapat diperoleh hasil yang sebaik-baiknya. Dalam tataran pembelajaran
bahasa juga tidak jauh berbeda, proses pembelajaran bahasa bisa berlangsung
dengan pengorganisasian dan lingkungan sebaik-baiknya yang sudah di persiapkan
sehingga anak merasa nyaman, misalnya: waktu belajar telah di atur sedemikian
rupa, durasi belajar, mata pelajaran (nahwu, shorof, muhadatsah, Maharat
istima’, dll) dan tempat yang di gunakan (contoh: ruang hanya boleh
ditempati maksimal 10 orang, ventilasi ruangan memadai dll). Kemudian
kesemuanya itu menjadi faktor pendukung bagi anak dalam mempelajari bahasa yang
di tekuni, dengan demikian akan melahirkan suatu prinsip pembelajaran bahasa
yang efektif.
Merupakan suatu kewajiban bagi seorang guru untuk dapat melaksanakan
tugas dengan sebaik-baiknya, dan untuk mengetahui sukses tidaknya suatu proses
pembelajaran dapat diketahui dari adanya perubahan pada tingkah laku anak
menuju kesempurnaan, atau pengajaran dikatakan sukses apabila:
a.
Hasilnya mantap/tahan lama dan bahasa
yang dipelajari dapat digunakan atau di aplikasikan oleh si pelajar dalam
hidupnya
b.
Anak-anak dapat menggunakan bahasa
yang dipelajarinya dengan bebas serta penuh kepercayaan di berbagai situasi
dalam hidupnya
Perlu diketahui pula, bahwa mengajar yang tahan lama atau autentik ialah
bila:
1)
hasilnya meresap didalam pribadi
anak
2)
dipahami benar
3)
mengandung arti bagi hidup anak (meaningfull)[7]
Dengan demikian hendaknya bahasa yang dipelajari dapat mencapai hasil
yang autentik, sehingga pembelajaran bahasa dapat di katakan sukses yakni mencapai
tujuan yang telah diformulasikan dalam perencanaan yang diaplikasikan pada proses balajar mengajar.
- Prinsip Linguistik
Prinsip linguistik disini akan menguraikan beberapa teori bahasa yang
telah banyak di aplikasikan oleh berbagai lembaga dalam belajar bahasa, tapi
sebelum beranjak pada teori perlu dibahas sedikit mengenai teori bahasa itu
sendiri.
Teori bahasa perlu dibedakan dari teori analisis bahasa. Teori analisis
bahasa perlu dibedakan dari metode studi bahasa. Teori tentang bahasa berhubungan
dengan hakikat bahasa itu sendiri. Teori bahasa dapat dibedakan atas; bahasa
dan seperangkat struktur, dikaitkan dengan situasi; bahasa adalah satu system
struktur yang dikuasai oleh kaidah dan tersusun secara hirarkhis; bahasa pada
dasarnya adalah struktur berdasarkan tata bahasa; setiap bahasa terdiri dari
unsure-unsur yang memberikan satu ritme yang khas dan semangat, kosakata yang
fungsional dan seperangkat struktur adalah kunci dari semangat bahasa; bahasa
adalah lebih daripada satu sistem Dari beberapa teori dan persepsi orang
tentang bahasa tersebut itu melahirkan teori-teori pembelajaran bahasa yang
berpadanan dengan teori dan persepsi tentang bahasa.[8]
Kita dapat mencatat pelbagai macam teori belajar bahasa yang dikaitkan
dengan teori bahasa itu sendiri dan tujuan belajar bahasa. Bila memandang
bahasa sebagai seperangkat struktur,
dikaitkan dengan situasi; bahasa adalah satu system struktur yang dikuasai oleh
kaidah dan tersusun secara hirarkhis; bahasa pada dasarnya adalah struktur
berdasarkan tata bahasa; setiap bahasa terdiri dari unsure-unsur yang
memberikan satu ritme yang khas dan semangat, kosakata yang fungsional dan
seperangkat struktur adalah kunci dari semangat bahasa; dengan tujuan agar
siswa dapat memahami struktur bahasa itu dapat digunakan teori tradisional yang
notabene ciri dalam pembelajarannya senang bermain dengan definisi. Namun
apabila memandang bahasa merupakan sebuah perangkat kebiasaan dapat menggunakan
teori structural yang berlandaskan pola pemikiran secara behavioristik.[9]
- Prinsip Psikologis
Prinsip psikologis memegang peranan penting dalam pembelajaran bahasa,
pada prinsip psikologis dalam pembelajaran bahasa juga menyimpan beberapa teori,
seperti teori kognitif yang pada pembelajarannya memperhatikan tahap perkembangan
kognitif peserta didik atau pembelajaran bahasa yang langsung dapat dikaitkan
dengan teori psikologi belajar adalah teori belajar bahasa secara empiris dan
teori belajar bahasa secara kognitif. Contohnya: bahasa dan cara berpikir anak
dan dewasa berbeda, oleh karena itu, guru harus mengetahui kondisi siswa yang
di ajar dan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak.[10] Teori
struktural tentang bahasa dapat dikaitkan dengan teori tingkah laku dari
psikologi dan teori belajar yang berhubungan dengannya; teori transformasi
generatif tentang bahasa dapat dikaitkan dengan teori kognitif dan proses dari
psikologi dan teori belajar yang cocok. Selain itu, terdapat teori humanistic
yang mengenalkan satu cara pengajaran bahasa yang lentur dan tidak kaku, dengan
kata lain, tidak ada yang memaksa dan dipaksa, tidak menekankan pada suasana
formal seperti pada umumnya dalam belajar mengajar, guru disini diposisikan
hanya sebagai fasilitator.
4. Pendekatan
Secara umum tedapat dua pendekatan
dalam pempelajari bahasa, yakni secara empiris dan rasional. Dikaitkan dengan
teori pembelajaran bahasa, prinsip-prinsip empiris didasari oleh teori structural
yang memandang bahasa itu seperangkat kebiasaan, prinsip-prinsip tersebut
memandang bahasa sebagai ujaran dan bukan tulisan serta berdasarkan kebiasaan
dan mengajarkan bahasa, bukan tentang bahasa. Sedangkan teori rasional yang
mempunyai pandangan bahwa bahasa itu berkaidah[11] bisa
dikatakan berakar dari teori tradisional yang suka bermain dengan definisi.
Contoh yang banyak terjadi, pembelajaran
bahasa Arab di pesantren yang masyhur dengan teori tradisional dan pendekatan
rasionalisme yang di amalkan para guru/ustadz dalam mengajarkan bahasa.
Sedangkan di lembaga-lembaga kursus bahasa ditanah air didominasi oleh
penggunaan teori structural dan transformatif dengan pendekatan empirik.
5. Strategi
Dan Langkah-Langkah Pembelajaran Bahasa
Masuk pada tataran selanjutnya yakni
strategi dan langkah-langkah dalam mempelajari bahasa. Strategi dan
langkah-langkah yang akan dicapai tentu saja harus selaras dengan tujuan,
prinsip, dan pendekatan yang sudah dirumuskan sebelumnya. Pemilihan strategi
pembelajaran juga harus didasarkan pada pertimbangan berikut:
1. Tujuan belajar: jenis dan jenjangnya
2. Isi ajaran: sifat, kedalaman, dan banyaknya
3. Pembelajar: latar belakang, motivasi, serta kondisi fisik dan
mental
4. Tenaga kependidikan: jumlah, kualifikasi, dan kompetensinya
5. Waktu: lama dan jadwalnya
6. Sarana yang dapat dimanfaatkan
7. biaya
Pemilihan strategi dengan segala pertimbangannya seyogyanya dilakukan
secara bersama, atau bahkan oleh suatu tim khusus, bukan dibebankan sendiri-sendiri
pada dosen/guru. Dan pemilihan itu merupakan keputusan kebijakan yang bersifat
nasional ataupun institusional.
Menurut Romiszowski strategi dasar
dalam pembelajaran dibedakan menjadi dua: (1) ekspositori (penjelasan) yang
difokuskan pada pemrosesan informasi, terkait dengan teori dan pendekatan dalam
mermpelajari bahasa strategi ini lebih condong pada teori tradisional dan pendekatan
rasional. Karena strategi ini difokuskan pada pemberian informasi dari guru
pada anak didik dan latihan-latihan yang diberikan hanya untuk mengaplikasikan
teori, biasanya dalam bentuk soal-soal dengan kesulitan yang bertambah. Dalam
pembelajaran bahasa, biasanya pembelajar menjadi ahli bahasa yang pasif.
Maksudnya ia akan menguasai tata bahasa namun kurang bisa berkomunikasi atau
berujar dengan bahasa yang dipelajari. Contohnya seorang yang belajar bahasa
Arab, ia menguasai tata bahasa Arab yang meliputi nahwu sharaf namun tidak
mampu berkomunikasi dengan penutur asli/orang Arab atau ia tidak mampu berujar
dengan bahasa Arab. (2) diskoveri (penemuan)[12] yang
didasarkan pada teori pemrosesan pengalaman. Pada strategi pembelajaran
diskoveri lebih cocok dipakai dengan di iringi dengan teori stuktural dan
pendekatan empiric, karena pada strategi diskoveri titik tekannya pada
pemrosesan pengalaman, berarti anak didik diberi kesempatan untuk mengamati
setiap tindakannya, dengan demikian dibutuhkan latihan demi latihan dengan
tidak menggunakan soal-soal tulisan akan tetapi biasanya dengan multimedia,
pada strategi ini guru tidak selalu memberi informasi akan tetapi memberi
peluang kepada anak didik mengaplikasikan bahasa yang dipelajari dalam bentuk
ujaran untuk berkomunikasi agar lahir kebiasaan dalam berbahasa.
6. Bahan
Setelah menentukan teori,
pendekatan dan strategi pembelajaran bahasa, bahan atau materi pembelajaran
juga harus diperhatikan dengan seksama. Sebelum menentukan bahan harus
mengetahui konsep dalam mempersiapkan bahan, secara garis besar terdapat dua
konsep: (a) Konsep Mackey membedakan 4 hal penting yakni: sasaran, prosedur,
urutan, dan proporsi. Sasaran persiapan berkaitan dengan 1)jenjang pengajaran,
maksudnya jenjang pendidikan mana pelajaran itu akan diberikan. 2) tipe
pelajaran yang akan disajikan, tipe pelajaran berkaitan dengan dengan masalah
apakah bahan itu baru, merevisi bahan yang ada, atau pengajaran remedia. 3) keterampilan
yang akan dilatihkan. 4)butir bahan yang akan diketengahkan. Selanjutnya hal
yang berkaitan dengan prosedur meliputi: 1) daftar alat Bantu belajar yang
dibutuhkan, 2) prosedur menyiapkan si terdidik, 3) penyajian butir-butir bahan,
4) bimbingn kepada si terdidik, 5) kebiasaan, 6) penerapan butir bahan yang
disajikan, dan 7) penilaian akhir. Beranjak pada urutan, urutan disini
berkaitan dengau urutan butir yang akan disajikan, urutan keterampilan yang
akan dilatihkan dan urutan prosedur yang akan diterapkan.n sedangkan proporsi
yang berkaitan denga alokasi waktu yang disediakan, dan mengisyaratkan untuk penggunaan
waktu sejak guru masuk sampai ia keluar. Ia dapat merencanakan, kapan
memberikan bahan persepsi, berapa menit pretes akan dilaksanakan, berapa menit
penyajian akan diberikan, diskusi, laporan diskusi, penguatan, penilaian, dan
menutup pelajaran. (b) Konsep Howatt, meliputi 1)pendekatan, 2)prinsip
penyusunan, 3) teknik penyusunan, 4) pemilihan bahan, dan 5) organisasi
penyajian.
Setelah menentukan konsep yang ingin
dipakai untuk mempersiapkan bahan pelajaran, harus ditentukan orientasi
penyusunan, dan orientasi ini dikaitkan dengan a) tujuan, apabila bahan
pengajaran yang disusun berorientasi kepada tujuan, maka seluruh aktivitas guru
bahasa harus di arahkan pada tujuan. b) bahan, disini bukan tujuan yang
dipentingkan, tetapi bahan. Tentu saja bahan itu harus dilihat dari keluasan
dan kedalamannya, contoh yang banyak terjadi, guru bahasa mengejar bahan agar
bahan selesai sesuai dengan alokasi waktu yang terdapat dalam kurikulum. c)
anak didik, memperhatikan anak didik di kelas yang memiliki keragaman kemampuan
menyerap bahan pelajaran yang disajikan, IQ yang berbeda, latar belakang
ekonomi, sosial, budaya, agama, pendidikan orang tua yang berbeda, latar
belakang lingkungan keluarga, dan berperilaku bahasa yang berbeda pula. dan d)
guru bahasa, disini gurulah yang jadi ukuran.[13]
Kemudian isi bahan pelajaran pun harus memperhatikan hal-hal berikut:
1)
isi bahan harus sesuai dengan
kurikulum sekolah
2)
isi bahan pelajaran harus
berorientasi pada tujuan
3)
isi bahan harus mempertimbangkan
landasan kebahasaan, kependidikan, dan psikologi
4)
isi bahan yang disusun harus
memperhatikan jenjang pendidikan anak didik
5)
isi bahan pengajaran memungkinkan
anak didik mengembangkan kapasitas bahasanya
6)
isi bahan pengajaran sebaiknya
terpadu dan utuh
7)
isi bahan pengajaran yang disusun
sebaiknya berguna bagi anak didik.[14]
7. Media
Bahasa merupakan medium komunikasi
utama didalam didalam kehidupan manusia sesame manusia baik di dalam hubungan
sosial sehari-hari maupun hubungan interaksi edukatif. Media merupakan sarana
penunjang demi keberhasilan dalam pembelajaran bahasa. Untuk memperoleh
gambaran yang lebih menyeluruh mengenai kemungkinan-kemungkinan mempergunakan
media yang lain untuk mempertinggi nilai perhubungan edukatif tersebut, kini
kita akan lihat berbagai alat dalam tiga tingkatan pengalaman.
Alat-alat pengajaran, ditinjau dari
tingkatan pengalaman murid. Dapat dibagi dalam tiga golongan. Golongan pertama
adalah alat-alat yang merupakan ‘benda-benda sebenarnya’ yakni benda-benda riil
yang dipakai manusia dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam mempelajari
kosakata guru bisa menggunakan benda-benda dari kosakat yang ingin diajarkan,
seperti pena, buku, penggaris, dll. Golongan kedua adalah alat-alat yang
merupakan benda pengganti, seringkali dalam bentuk tiruan benda sebenarnya.
Benda-benda pengganti ini berfungsi sebagai alat-alat pengajaran bilamana
karena suatu sebab benda pengganti itu lebih praktis digunakan daripada
benda-benda sebenarnya. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh murid melalui
benda-benda itu adalah pengalaman “bantuan”. Misalnya, dalam mempelajari dialek
atau logat dalam berbahasa arab di perlukan ruang multimedia atau laboratorium
bahasa. Ruang multimedia dan laboratorium bahasa merupakan benda pengganti
karena lebih praktis dibanding harus melakukan perjalanan dan tinggal di
Negara-negara yang menggunakan bahasa Arab untuk mempelajari bahasanya. Dan
sebagaimana sudah di singgung bahwa pengalaman yang di dapat anak didik pada
contoh yang seperti ini bisa di sebut sebagai pengalaman bantuan. Golongan
ketiga adalah bahasa baik lisan maupun tulisan; bahasa memberikan pengalaman
verbal yang tinggi tingkat abstraksinya dibandingkan dengan dua golongan alat
sebelumnya.[15]
Golongan yang ketiga ini juga sangat umum di gunakan di berbagai proses belajar
mengajar bahasa, karena sangat praktis dan ekonomis.
Yang perlu di ingat adalah, media
pembelajaran hanya sebagai penunjang dan bukan hal pokok dalam pembelajaran
bahasa. Jadi, jangan sampai media pembelajaran menjadi penghambat dalam
pembelajaran bahasa itu sendiri.
8. Evaluasi
Evaluasi pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan atau nilai
berdasarkan kriteria tertentu. Hasil yang diperoleh dalam penilaian dinyatakan
dalam bentuk hasil belajar, dan evaluasi merupakan sebuah komponen penting
dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa, evaluasi berfungsi sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sejauhmana efektifitas cara belajar dan
mengajar yang telah dilakukan benar-benar tepat atau tidak, baik yang berkenaan
dengan sikap pendidik atau guru maupun anak didik/murid.
2. Untuk mengetahui hasil prestasi belajar siswa guna menetapkan
keputusan apakah bahan pelajaran perlu diulang atau dilanjutkan.
3. Untuk mengetahui atau mengumpulkan informasi tentang taraf
perkembangan dan kemajuan yang diperoleh oleh murid dalam rangka mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum pembelajaran bahasa.
4. Sebagai bahan laporan bagi orang tua murid tentang hasil belajar
siswa. Laporan ini dapat berbentuk buku raport, piagam, sertifikat, ijazah,
dll.
5. Untuk membandingkan hasil pelajaran yang diperoleh sebelumnya
dengan pembelajaran yang dilakukan sesudah itu, guna meningkatkan pendidikan.[16]
9. Penutup
Di dalam pembelajaran bahasa memerlukan upaya yang beraneka, berbagai variabel
turut terlibat di dalam upaya membuat pembelajaran bahasa itu berhasil dengan
baik. Demi keberhasilan itu dibutuhkan proses panjang sejak perencaan hingga
aplikasi pengajaran dan pembelajarannya. Dari menentukan tujuan, mempelajari
teori pengajaran bahasa, menentukan pendekatan, lalu mengarah pada strategi dan
langkah-langkah, merencanakan bahan pembelajaran, kemudian memilih media yang
sesuai dalam pembelajaran, kemudian tahap akhir adalah evaluasi dari usaha perencanaan
dan pembelajaran bahasa yang sudah dilakukan.
Makalah ini mungkin jauh dari kata sempurna, dan sebagai penyusun, dengan
rendah hati saya membuka tangan selebar-lebarnya untuk kritik, saran yang
menumbuhkan motivasi. Karena hidup di penuhi oleh berbagai proses, begitu pula
saya sebagai pelajar akan selalu berproses untuk selalu memperbaiki segala
kesalahan dan kekhilafan.
Tak ada asa yang lebih tinggi, hanya
berharap semoga karya ini dapat bermanfaat untuk penyusun sebagai pemula
khususnya, dan bagi pembaca umumnya.
Kepada bapak dosen dan semua oknum
yang telah membantu hingga tugas ini selesai, saya haturkan beribu terima kasih
dan apresiasi yang tak terhingga.
Daftar
pustaka
Surachmad, Winarno, Metodologi Pengajaran Nasional, Bandung:
Jemmars, 1961.
Purwo, Bambang Kaswanto, Pragmatik
dan Pengajaran Bahasa, Yogyakarta: Kanisius, 1990.
Abdullah, Model
Pembelajaran Bahasa Arab di Perguruan Tinggi Swasta, Koordinat, vol. 2, no.
1, 2001.
Team Didaktik Metodik
Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993, cet. Ke-5.
Parera, Jos Daniel, Linguistik
Edukasional, Jakarta: Erlangga, 1997.
Soeparno, Dasar-dasar Linguistik Umum, Yogyakarta: Tiara Wacana,
2002.
http://www.google.co.id:
(teori-teori pokok belajar)
Miarso, Yusuf Hadi, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan,
Jakarta: Prenada Media, 2005.
Pateda, Mansoer, Linguistik
Terapan, Yogyakarta: Nusa Indah, 1991, cet. Ke-1.
Arief, Armai, Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam,
Jakarta: Ciputat Pers, 2002, cet. Ke-1.
[1] http://www.ialf.edu/bipa/april2001/pembelajaranbahasa
[2] http://www.duniaguru.com/index.php?option=com_content&task=view&id=90&Itemid=26
[3] Winarno
Surachmad, Metodologi Pengajaran Nasional, (Bandung: Jemmars, 1961), h.24-28.
[4] Bambang
Kaswanto Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa, (Yogyakarta: Kanisius,
1990) h.86.
[5]
Abdullah, Model Pembelajaran Bahasa Arab di Perguruan Tinggi Swasta,
Koordinat, vol. 2, no. 1 2001, h. 11.
[6] http://genpositif.org/Global/wildy/index.html.html
[7] Team
Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar Didaktik Metodik
Kurikulum PBM, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993) h. 2-3.
[8] Jos
Daniel Parera, Linguistik Edukasional, (Jakarta: Erlangga, 1997), h. 26
[9]
Soeparno, Dasar-dasar Linguistik Umum, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002),
h. 47.
[10] http://www.google.co.id: (teori-teori pokok
belajar)
[11] Jos
Daniel Parera, Linguistik Edukasional, h. 57
[12] Yusuf
Hadi Miarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Prenada
Media, 2005), h. 530.
[13] Mansoer
Pateda, Linguistik Terapan, (Yogyakarta: Nusa Indah, 1991), h. 59-67.
[14] Mansoer
Pateda, Linguistik Terapan, h. 77-78.
[15] Winarno
Surachmad, Metodologi Pengajaran Nasional, h. 126.
[16] Armai
Arief, Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), h. 53.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar